Fimela.com, Jakarta Pasangan suami istri beserta anak- anaknya yang masih kecil, duduk di bangku persidangan. Mereka juga membawa bekal makanan. Pemandangan itu kerap kali terlihat ketika sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ya, sidang Jessica Wongso memang selalu menyedot perhatian khalayak. Dalam setiap persidangan yang digelar seminggu dua sampai tiga kali sejak 15 Juni 2016, selalu ada masyarakat yang datang ke ruang sidang untuk menyaksikan langsung jalannya persidangan.
Bahkan, beberapa pengunjung rela berdiri berdesakan lantaran tempat duduk yang disediakan sudah terisi penuh. Sidang yang digelar untuk umum di ruang Kartika I itu dihadiri masyarakat dari berbagai kalangan dan usia dengan berbagai alasan. Ada yang penasaran, ada juga yang sengaja datang untuk belajar dan mengerjakan tugas penelitian.
Advertisement
Kadang suasana sidang menjadi bising dengan suara pengunjung. Hal itu membuat majelis Hakim berkali-kali mengingatkan pengunjung agar tertib, sopan dan tidak berisik selama sidang. Majelis Hakim juga kadang tak sungkan mengusir pengunjung yang dianggap mengganggu jalannya persidangan, termasuk yang membawa anak kecil masuk ruang sidang.
Sampai saat ini, sidang sudah digelar sebanyak 24 kali. Meski sidang selesai sampai larut malam, tak menyurutkan minat pengunjung untuk datang ke persidangan. Ketertarikan masyarakat terhadap kasus kematian Mirna yang masih menjadi misteri, tidak dipungkiri dari peran serta media, baik elektronik maupun cetak.
Terlebih beberapa stasiun televisi menyajikan siaran langsung jalannya persidangan yang diibaratkan drama tanpa naskah di mana menyajikan ‘perseteruan’ antara kubu Jaksa dan pengacara Jessica untuk meyakinkan hakim dalam membuat sebuah keputusan.
Menurut Direktur pemberitaan salah satu stasiun televisi swasta dalam diskusi bertajuk 'Persidangan Kopi Bersianida, Jurnalisme TV dan Frekuensi Publik’ yang diselenggarakan di Dewan pers, Kebon Sirih, beberapa waktu lalu, penayangan persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso memperoleh rating yang tinggi. Peningkatan share bisa mencapai 2 kali lipat. Biasanya rating program berita paling bagus 7 persen.
Dalam diskusi itu, ia juga menilai kehadiran siaran langsung dalam konteks persidangan justru untuk memberikan fakta-fakta kepada publik, sehingga publik bisa menilai sendiri penelusuran kebenaran dalam kasus kematian Mirna.
Di sisi lain, banyak juga masyarakat yang tidak tertarik sampai mengeluh soal siaran langsung sidang Jessica. Melalui media sosial, mereka menyampaikan keluhan, misal dengan mempertanyakan relevansinya sidang Jessica dengan kehidupan publik. "Ini Jessica-Mirna siapa sih? Orang penting di negeri ini bukan sih? Penting buat konsumsi publik gak sih? Aneh deh," tulis @dayatpiliang lewat twitter.
Melihat hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melalui komisioner Hardly Stefano sempat mengkritisi lamanya durasi penayangan sidang. Meski demikian, KPI belum menemukan pelanggaran dalam penayangan sidang kasus kematian Mirna, berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
KPI hanya menyoroti keberimbangan dalam pemberitaan kasus kematian Mirna. Menurut Hardly, potensi penggiringan opini dan pengadilan oleh media bisa saja terjadi. Oleh sebab itu KPI Pusat mengeluarkan imbauan kepada seluruh stasiun televisi untuk menjunjung tinggi prinsip jurnalistik, menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam peliputan ataupun pemberitaan, tidak melakukan penghakiman, serta menghargai proses hukum yang sedang berlangsung.
Advertisement
Misteri Kematian Mirna Menarik Minat Produser Film
Kasus kematian Mirna yang masih menjadi misteri bukan hanya menjadi daya tarik produser program televisi. Di antara banyaknya kamera televisi yang berjajar rapih di dalam ruang sidang untuk mencari sudut terbaik dalam pengambilan gambar, ada satu kamera yang dioperasikan bukan dari juru kamera media televisi.
Keberadaannya untuk mendokumentasikan jalannya sidang. Pria yang tak mau disebutkan namanya itu mengaku dari sebuah rumah produksi di Jakarta. Ia sudah mengambil jalannya sidang dari awal sidang digelar.
Menurutnya, hasil gambar yang diabadikannya untuk kepentingan rumah produksi tempat dirinya bekerja. Rumah produksi itu ingin membuat film dokumenter kisah kematian Mirna.
“Bos, tertarik dengan kisah ini. Untuk ditayangkannya saya nggak tahu kapan? Saya hanya diberi tugas mengambil jalannya sidang tanpa terlewat sekalipun cuma sedetik,” akunya seraya mengatakan rumah produksi tempatnya bekerja bukanlah rumah produksi yang biasa membuat film komersil.
Dalam industri film, memang bukan suatu hal baru produser tertarik membuat film berlatar belakang kisah nyata. Apalagi, kisah itu sudah dibukukan dan best seller. Sehingga produser sudah bisa membaca peluang dalam memasarkan film yang dibuatnya.
Selain itu, film yang diangkat dari kisah nyata juga biasanya lebih dekat dengan penonton dan memberikan hiburan yang berbeda. Penuh dengan pesan moral dan ilmu pengetahuan.