Fimela.com, Jakarta Banjir yang melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Agustus 2016, diduga sebagai akibat pelanggaran tata ruang di kawasan itu. Pengamat tata ruang kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan jika kawasan Kemang, awalnya berdasar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta tahun 1965 adalah daerah resapan air.
BACA JUGA
Advertisement
Menurut Nirwono pada tahun 1985-an kawasan hunian yang kontur tanahnya agak curam itu berubah fungsi menjadi area komersial. Warga banyak yang menjual tanahnya untuk dibuat cafe, mall, hotel, dan tempat hunian. "RT/RW yang dikeluarkan pada tahun 1965. Di dalamnya telah diatur bahwa pengembangan kota hanya dilakukan ke arah timur dan barat, dan seharusnya mengurangi membatasi pembangunan di selatan," kata Nirwono saat dihubungi Bintang.com, Senin (29/8/2016).
Berdasar catatan Nirwono, pada tahun 2012 lalu, Kemang sudah pernah mengalami banjir. Namun memang tidak setinggi sekarang. Persoalannya adalah tidak ada antisipasi dari pemerintah provinsi DKI Jakarta agar tidak lagi terjadi banjir di wilayah Kemang.
"Akhirnya saat hujan kemarin wilayah Kemang banjir sampai 1 meter. Padahal itu adalah banjir lokal, bukan banjir kiriman," kata Nirwono. Agar tidak terulang kembali banjir di Kemang, Nirwono menyarankan tiga langkah yang harus dijalankan Pemprov DKI.
Pertama membuat danau buatan, kedua membuat saluran pipa air yang baik, dan ketiga tidak ada lagi rumah warga yang menempel di sepanjang bantaran kali Krukut. Ada tiga jalan yang terdampak banjir Kemang, yakni Jalan Kemang Raya, Jalan Kemang Utara, dan Jalan Kemang Dalam.