Sukses

Lifestyle

Editor Says: Yang Mereka Tak Tahu tentang Traveling

Fimela.com, JakartaIf you think adventure is dangerous, try routine; it is lethal," kalimat sakti Paulo Coelho ini sekiranya bisa menggerakkan, paling tidak saya, untuk kembali angkat ransel dan turun ke 'jalan'. Dengan satu-dua elemen pendukung, traveling sangat mungkin jadi satu dari sedikit hal yang mudah dirindukan.

'Sindrom' nagih ini sepertinya tak hanya mengendap di tubuh saya, melainkan ribuan (atau jutaan) manusia lain di Bumi. Sekarang coba kamu ingat kembali, sudah berapa banyak kisah perjalanan yang telah didengar atau dibaca. Mungkin banyaknya sudah bersaing dengan pedagang di pasar nun jauh di Chefchaouen sana.

 

A photo posted by SZ (@saaloumaaaa) on

Namun seperti kebanyakan perihal, kita tak bisa melihat perjalanan hanya dari satu perspektif saja. Hingga kini, kebanyakan orang nampaknya luput pada satu-dua faktor yang turut membuat traveling jadi jauh lebih bermakna. Meski (tentu saja) beberapa di antaranya bukan memori yang manis untuk diingat.

Sebelum jauh berbicara sisi ketidaktahuan tentang perjalanan, saya melakukan hipotesis tentang hampir sebagian besar orang akan mengimajikan deretan sudut cantik kala berbicara soal traveling. Pergi dari rumah, bertandang ke tempat dengan atmosfer dan ritme yang punya potensi besar berbeda memang terdengar menyenangkan. Namun, benarkah hanya itu?

Bukan ingin menampik sensasi magis saat berkawan biru laut, pun tak hendak menyangkal deraan euforia kala tubuh 'dirangkul' gunung. Namun sejauh yang bisa saya ingat, kepingan memori akan traveling nyatanya jauh melampaui mereka yang berada di kategori senang-senang saja.

 

A photo posted by ∆ 2010' (@riccocheza) on

'Teori' ini tak berlaku semata bagi mereka yang melakoni perjalanan independen. Jika tergabung dalam sebuah grup travel dengan jadwal perjalanan yang telah tersusun pun tak lantas membuat nelangsa pergi secara serta-merta.

Jika berbicara tentang bagaimana menyenangkannya perjalanan, karakter di tulisan ini akan langsung terlahap tanpa sisa. Jadi mari kita sekarang beralih ke elemen-elemen penyusun traveling yang kerap diacuhkan, tak ingin diketahui, dan ungkapan sejenisnya oleh sebagian orang.

Hidup untuk traveling atau menjadikan traveling sebagai hidup?

Saya bukannya ingin mengingkari persepsi bahwa traveling merupakan waktu bersantai. Namun agaknya tak bisa sesantai itu juga. Sebenarnya dengan melakukan perjalanan, kamu hanya mengubah rutinitas, baik itu berupa kegiatan atau tempat di mana kegiatan itu berlangsung. Selebihnya? Saya pikir sama saja.

Misalnya, traveling bukan excuse untuk tak menjaga kesehatan. Tidur dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya atau makan semua makanan tanpa kendali, kerap jadi 'fenomena' yang paling sering ditemukan. Ingat, kamu sedang melakoni hidup dalam konsep melarikan diri, bukan melarikan diri dari hidup secara harfiah.

 

A photo posted by Muhammad Aknafi (@aka_nafi) on

Tapi bagaimana kalau sedang short trip? Bukankah kurang istirahat itu sangat wajar? Ya, saya pun pernah melakoni perjalanan dengan gaya demikian. Namun semua hal hanya bertitik berat pada trik yang diterapkan. Istirahat sebenarnya bisa 'dicuri' ketika di jalan menuju destinasi, misalnya.

Di samping itu, traveling pun sebenarnya, entah disadari atau tidak, membentuk pribadimu jadi lebih matang. Disiplin oleh berbagai 'garis' yang telah ditentukan, serta jauh lebih kalkulatif dari biasanya. Seorang teman pernah satu hari mengaku, ia yang sangat sulit bangun pagi jadi bisa melakukan kegiatan yang, menurut pengakuannya, tak ada di kampus hidup itu karena traveling.

Terlepas dari faktor internal, elemen eksternal pun tak kalah mempengaruhi. 'Adegan' hilang paspor, kecopetan, atau jadi korban tindak kejahatan lain juga membayangi para pelancong. Dengan demikian, kejadian tersebut kian mengukuhkan kalau traveling tak hanya soal senang menjamah eloknya satu destinasi.

 

A photo posted by Leisure & Travel (@gintingefraim) on

Malah selepas sekian perjalanan yang saya lakoni, berbagai perihal di luar senang yang dijumpai itu jadi satu memori tak terlupakan. Entah sejak kapan saya menyadarinya, namun satu-dua 'kerikil' itu membuat suka cita perjalanan saya terasa jauh lebih absolut, mutlak, bermakna.

Entah persepsinya hidup untuk traveling atau menjadikan traveling sebagai hidup, sudah sejak lama bagi saya traveling tak melulu soal senang, berbincang dengan orang asing, dan terdiam karena 'harmoni' alam. Jadi, kapan mau ke mana?

 

Asnida Riani,

Editor Kanal Style Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading