Fimela.com, Jakarta Investasi bukan hanya untuk mereka yang sudah berumah tangga. Juga bukan untuk mereka yang berumur 40 tahun ke atas. Milenials justru akan menikmati keuntungannya jika sudah mulai melek dan menyadari betapa pentingnya invetasi. Investasi jenis apa pun bisa.
Baca Juga
Mulai dari emas, meski tak akan menambah kekayaan. Saham. Reksa dana yang terkenal terjangkau. Bahkan rumah. Tapi, sepertinya tak semua anak muda paham dan sadar betapa pentingnya investasi buat masa depan mereka. Alasan yang mereka kerap lontarkan pasti seputar tidak mampu atau gaji kecil. Ada juga yang memang sudah tahu mengenai pentingnya investasi. Tapi yang namanya anak muda, mereka lebih memilih hobi dan kenikmatan sesaat.
Berbicara mengenai jenis-jenis investasi, sebenarnya bermain di ranah properti juga bisa dilakukan anak-anak muda. Sebagian orang berpikir, bermain di ranah properti membutuhkan uang yang banyak. Betul memang. Tapi, di mana ada kesulitan, pasti akan selalu ada jalan.
Advertisement
Berbicara tentang kesulitan berinvestasi di ranah properti ternyata ada hubungannya dengan Tunjangan Hari Raya (THR). Menjelang lebaran, THR, baik dari anggota keluarga maupun dari perusahaan tempat bekerja, mungkin kini sudah sampai di tangan sebagian besar orang. Bahkan, mereka sudah membelanjakan sebagian THR-nya. Sepertinya, adanya Great Sale dan Night Sale di sejumlah mal dan pusat perbelanjaan memancing mereka untuk menghabiskan seluruh atau sebagian THR pada momen ini.
Saya berpikir, mungkin ini yang menyebabkan banyak orang tak sanggup mewujudkan mimpinya memiliki rumah di usia muda. Dan mungkin saja, saya termasuk dari orang-orang yang telah dibutakan oleh hal ini.
Saya baru menyadari, memiliki rumah bukan perkara investasi. Tapi juga demi kemapanan dan keamanan finansial di masa depan. Seperti saya, sebagian orang berpikir, rumah tak akan terbeli sebelum memiliki gaji puluhan juta. Apartemen kini memang sudah banyak yang menetapkan biaya terjangkau.
Mencoba untuk mencari tahu sebelum memutuskan untuk membeli rumah, saya lantas berkunjung ke apartemen seorang teman. Dia bercerita, apartemen itu harganya terjangkau. Saya percaya saja, karena saya tahu, besar pendapatannya per bulan tak jauh berbeda dengan pendapatan saya.
Saya berpikir, kalau dia bisa, kenapa saya tidak? Saya lantas masuk ke dapat sebuah apartemen. Tapi sayangnya, ruangan yang kecil itu lebih terlihat seperti indekos, dari pada apartemen. Usai kunjungan tersebut, saya lantas pulang dan menceritakannya kepada ibu saya di rumah.
Advertisement
Beli Properti dengan Gaji Kecil
Ibu saya kebetulan memiliki minat pada investasi di bidang apa pun. Mendengar cerita saya, dia malah kaget kalau saya baru mengetahui fakta itu. Apartemen dan rumah yang harga cicilannya terjangkau selaras dengan kualitasnya. Ibu saya lantas memberikan pilihan. Pertama, pasrah saja dengan keadaan, atau banting tulang demi bisa memiliki tempat tinggal yang layak dan sesuai dengan keinginan saya. Artinya, bukan apartemen rasa indekos. Bukan juga rumah mini yang dibangun dengan kualitas bahan bangunan rendah.
Saya tidak langsung menjawab pilihan yang diberikan ibu saya. Saya terus menimbang-nimbang keduanya. Tapi pertanyaannya, banting tulang seperti apa lagi? Saya tiap hari bangun pagi-pagi, kejar kereta dan berusaha datang ke kantor tepat waktu. Mohon maaf, seberapa keras pun saya berusaha menjadi karyawan terbaik di kantor, gaji tak mungkin membumbung jadi Rp 30 juta sebulan, kan?
Di sini saya mulai bingung. Lebih-lebih, saya mulai putus asa dan menerima nasib untuk tinggal di apartemen rasa rumah susun atau rumah mini yang serba rapuh dalam 2-3 tahun ke depan.
Suatu hari, saya mendapatkan sebuah brosur iklan apartemen yang sedang dibangun oleh salah satu pengembang properti ternama. Di situ tertulis, kalau saya membeli sekarang (artinya sebelum gedung apartemen itu dibangun), saya hanya butuh Rp 100-150 juta. Gedung yang direncanakan bagus. Pengembangnya juga bagus. Kenapa saya tidak pernah berpikir untuk mengumpulkan uang dan sedikit gambling buat mendapatkan tempat tinggal sekaligus berinvestasi?
Tapi masalahnya, dengan apa saya harus membayarnya? Tabungan saya belum cukup untuk membeli apartemen itu secara tunai. Saya juga tak akan mau meminjam uang dari bank untuk berinvestasi. Ini namanya gali lubang, tutup lubang. Artinya, saya harus 'banting tulang.'
Saya rasa anak-anak muda jangan menafsirkan kata di atas dengan terlalu serius. Yang terpenting adalah dengan menabungkan uang THR setiap tahun untuk cita-cita memiliki rumah. Kalau hanya menabung dari gaji terasa kurang dan akan membutuhkan waktu yang lama, kamu yang masih muda selalu memiliki peluang, waktu, dan tenaga untuk mencari pendapatan tambahan. Jangan bunuh kreativitas di usia muda, begitu kata seseorang yang nasihatnya selalu saya ingat.
Sejak itu, saya sadar, THR memang seharusnya dikelola dengan baik. Sehingga, baju lebaran bisa terbeli. Memberikan THR kepada adik-adik dan kerabat juga tetap bisa kamu lakukan. Sisanya, bisa kamu masukkan ke dalam reksa dana, atau jenis investasi terjangkau lainnya. Uang yang tadinya sedikit itu, setelah 5-10 tahun akan 'beranak-pinak,' dan bisa saya gunakan untuk membeli apartemen dan juga rumah layak. Karena saya selalu yakin, mimpi yang begitu besar harus disertakan dengan mimpi-mimpi kecil berjangka pendek yang terlaksanakan.
Karla Farhana,
Editor Feed Bintang.com