Fimela.com, Jakarta Judul di atas memang nampak sedikit relijius. Terus terang, saya hendak mengajak masyarakat berkaca kembali dari pilihan kata di atas. Suka tidak suka, Anda harus mengakui jika kalimat itu memang terjadi pada sebagian besar masyarakat kita. Sedemikian percaya kita pada dokter dan para ahli sampai-sampai apa pun saran dan perintah mereka diikuti.
****
Saya pernah punya pengalaman pahit dengan dokter. Saya memiliki anak yang kini berusia 9 tahun. Sejak umur 2 tahun anak saya memiliki penyakit aneh. Sebulan sekali penyakit tersebut timbul dan membuat anak saya muntah-muntah. Hal itu berlangsung 10 hari! Tidak ada makanan yang bisa masuk, bahkan air putih pun keluar. Di hari ke-10 biasanya cairan kuning sampai terlihat menandakan lambungnya sudah sangat kosong.
Advertisement
Baca Juga
Dalam masa 'penjajahan' penyakit, anak saya pun tidak bisa buang air besar, buang air kecil, dan buang angin. Bayangkan, selama 10 hari tidak bisa melakukan hal itu! Sungguh penderitaannya tak mampu saya bayangkan. Lalu apa hubungannya dengan dokter? Terus terang, pada awalnya saya percaya bahwa rumah sakit lah solusi terbaik bagi anak saya, namun ternyata tidak. Mulai dari usia 2 hingga 5 tahun, buah hati saya keluar-masuk rumah sakit, ditangani dokter yang berbeda-beda dengan diagnosa berbeda-beda pula, juga obat yang berbeda-beda, apa-apaan ini?
Kenapa pakai dokter berbeda-beda? Sederhana, karena dokter yang pertama tidak mampu mengobati penyakitnya setelah menggunakan berbagai obat, lalu saya ganti dokter atas rujukan dokter pertama, tapi tidak mampu juga, akhirnya anak saya dirujuk ke dokter spesialis yang (katanya) analisisnya lebih jago. Lagi-lagi dia tidak mampu!
Gak salah kalau saban hari kita dengar kasus malpraktik atau kesalahan serius yang diakibatkan kelalaian paramedis sehingga menyebabkan pasien cacat atau tewas. Bayangkan, ketika anak saya gak mempan minum obat A, disodorkan obat B. Gak mempan juga, disodorkan obat C. Begitu terus. Sebelum memberikan obat, si kecil harus pasrah menerima prosedur-prosedur menyakitkan yang dilakukan dokter, termasuk memasukkan kamera mini ke dalam tubuhnya lewat selang. Waduh, dok!
Prosedur-prosedur dan obat-obatan ini yang kemungkinan besar bikin penyakit pasien tambah runyam. Tak salah jika marak kasus malpraktik di Indonesia. Dari penelitian sepanjang 2006-2015 sekitar 317 kasus terangkat ke permukaan. "Kami akui jumlah malpraktik dari tahun ke tahun terus meningkat," demikian kata Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Prof Dr dr Bambang Supriyanto SpA (K) pada Rabu, 20 Mei 2015 dari hasil wawancara kepada media. Merinding? Pasti!
Masih hangat juga kasusnya, seorang balita berusia 1,9 tahun asal Kalimantan bernama Lamuel, kini lumpuh setelah dirawat dari rumah sakit. Awalnya mengalami muntaber saja. Pertama dia dilarikan ke Rumah Sakit Yasmin, dirawat selama 4 hari, dan didiagnosa radang tenggorokan. Tidak kunjung sembuh, Lamuel dipindahkan ke Rumah Sakit Bhayangkara, dirawat 4 hari juga, dan diagnosanya beda lagi yakni flek paru-paru. Kondisi tak kunjung membaik, Lamuel dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus dan ditangani oleh dokter berinisial MD. Dokter MD mendiagnosis Lamuel mengidap radang otak. Ini mana yang benar, sih? Di Doris Sylvanus, Lamuel menjalani perawatan 3 hari dan selama itu pula dia tersiksa. Setiap hari dia harus disuntik sebanyak 23 kali!
Yang bikin miris, pada hari ketiga dirawat Lamuel masih bisa bergerak. Namun pada hari keempat bocah itu lumpuh sama sekali. Wajar jika keluarga menanyakan ada apa dengan kondisi anak itu dan kenapa tambah parah. Namun apa yang didapat? Permintaan maaf disertai senyuman? Mimpi. Ayah Lamuel, Norwani, justru mendapat bentakan dari dokter MD. Sungguh luar biasa, kan?
Advertisement
Yakinlah Semua Penyakit Ada Obatnya
Apa yang salah? Siapa yang salah? Sayakah yang salah? Sebagai orang yang meyakini adanya Tuhan, saya yakin setiap penyakit pasti ada obatnya. Balik lagi ke kasus anak saya. Saya memohon pertolongan ke Yang Maha Kuasa agar bisa mengangkat penyakit anak saya. Dari situlah saya percaya bahwa doa seorang ibu ternyata manjur. Saya dipertemukan dengan 'obat' anak saya. Apa itu? Pengobatan alami hasil ciptaan Tuhan langsung. Hah?
Jauh sebelum lahirnya para dokter canggih yang mengetahui pengobatan berbagai penyakit, sebenarnya manusia sudah menemukan cara untuk menyembuhkan gangguan kesehatan yang dia rasakan. Masih segar dalam Ingatan, saya pernah menulis artikel berbunyi "Ketahui Jam-jam Penting Organ Tubuhmu Memperbaiki Diri". Saya membacanya dari laman ca-biomed.org. Ternyata tubuh kita bisa menyembuhkan dari dalam. Lebih maksimal lagi jika dibantu oleh makanan-makanan yang bergizi. Kalau pun sakit, manusia zaman dulu mengambil 'pusaka' bumi yang alami untuk meredakan rasa sakitnya dengan kemungkinan kecil adanya efek samping.
Akhirnya dengan banyak literasi pengobatan herbal dan tradisional, setiap penyakit si kecil kambuh, saya mengatasinya dengan cara-cara alami. Memang butuh kesabaran dan hasilnya pun gak langsung. Alhamdulillah, Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, saat ini penyakit anak saya tak lagi datang.
Saya sama sekali tidak melarang Anda untuk pergi ke dokter dan kembali ke herbal. Semua itu pilihan. Namun yang saya ingin sampaikan, ubahlah pola pikir bahwa dokter bisa melakukan segalanya untuk kesehatan Anda. Dokter cuma manusia. Dalam bahasa relijius-nya, manusia tempatnya salah. Karenanya, Anda harus pintar dan bijak dalam memilih dokter mana yang cocok, sekaligus juga mengetahui kandungan obat-obatan dari resep yang diberikan kepada Anda. Ketahui pula jenis penyakit yang Anda derita, jadi -paling tidak- bisa mengambil tindakan pencegahan pertama.
Terakhir, lagi-lagi sebagai manusia yang percaya Tuhan, saya meyakini kesembuhan adalah bagian dari kehendakNya. Setelah melakukan seluruh daya upaya demi sehat, jangan lupa memohon kepada Dia supaya Anda bisa kuat menghadapi penyakit apa pun yang tengah diderita. Tak lupa pesan untuk para dokter, ikhlas lah dalam merawat pasien dan berharaplah agar Anda tidak ada di posisi mereka kelak. Semoga selalu sehat semua!
Editor Feed,
Ardini Maharani