Sukses

Lifestyle

Eksklusif Yasa Singgih, Jejak Langkah Kesuksesan Men's Republic

Fimela.com, Jakarta Sebagian anak-anak muda sibuk dengan sekolah dan kuliah. Sebagian lagi bermain dan menikmati masa-masa mudanya. Sebagian lainnya hanya ingin mendapatkan pekerjaan yang mapan dan aman. Di tengah-tengah para anak muda yang hidup dengan tujuan dan cara masing-masing, Yasa Singgih memilih jalan yang berbeda dengan mereka yang sebayanya dengannya. 

Bernama lengkap Yasa Paramita Singgih, laki-laki berkaca mata yang masih sangat belia ini sudah menjadi miliarder. Mengusung brand-nya Men's Republic, Yasa hadir memberikan solusi buat para laki-laki muda yang ingin tampil modis dan manly di tengah gejolak perubahan fesyen pria yang begitu cepat. Kesuksesannya tak tanggung-tanggung. Nama dan wajahnya terpampang di antara deretan anak-anak muda paling berpengaruh di 30 Under 30 Asia 2016 Forbes. 

Meskipun diakui banyak orang sebagai pengusaha muda sukses, Yasa yang lahir di Bekas tahun 1995 ini tak pernah bercita-cita menjadi pengusaha. Dia lahir dari sebuah keluarga berkecukupan. Pasalnya, kedua orangtuanya bekerja kantoran seperti kebanyakan orang. Dunianya yang dia tahu adalah lulus SMA, kuliah, kerja, lantas menjadi manajer. 

"Awalnya saya tidak pernah terpikir untuk menjadi pengusaha. Dulu setiap hari yang saya lihat adalah orangtua dan saudara saya ngantor. Pergi pagi, pulang sore. Dunia yang saya tahu adalah setelah lulus SMA, ya kuliah. Lulus kuliah, terus kerja. Mentok-mentok jadi manajer. Jadi dulu, waktu SD-SMP, kalau ditanya mau jadi apa, ya kerja kantoran," cerita Yasa saat berkunjung ke kantor Bintang.com di Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (11/5). 

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Namun, ketika sang ayah terkena serangan jantung, Yasa langsung memutar otak untuk mencari uang sendiri. Meskipun usia masih sangat muda, Yasa telah 'menelan' berbagai pengalaman. Mulai dari bergabung dalam sebuah event organizer (EO) sebagai MC, hingga mencoba-coba bisnis konveksi. 

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Perjalanannya memperjuangkan Men's Republic tak mulus. Sebelum Men's Republic menjadi brand, Yasa sudah menggunakannya sebagai nama toko online saat berjualan kaus yang dia ambil dari Tanah Abang. Berkali-kali mengalami kegagalan dan kesulitan, kepada editor Bintang.com, Karla Farhana, Yasa Singgih menceritakan jejak langkahnya memperjuangkan Men's Republic. Berikut kutipan wawancara selengkapnya. 

Proses Kelahiran Men's Republic nan Panjang

Penyakit yang diderita sang ayah menjadi cambuk bagi Yasa. Dia bertekad untuk berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik. Dia membeberkan bagaimana kehidupannya sejak saat itu. Meskipun masih sangat belia, dia tak hanya duduk manis sebagai anak yang paling muda dari tiga bersaudara. Dia bertekad untuk mencari uang sendiri lewat EO dan juga usaha konveksi. 

Kapan tercetus ide untuk memulai sebuah bisnis?

Mulai berpikir menjadi pengusaha itu ketika saya berumur 15 tahun. Pada saat itu mulai ada pancingan pada diri saya untuk memulai usaha. Waktu itu saya masih SMP kelas 3. Sementara kakak saya yang beda 4 tahun umurnya, kelas 3 SMA. Jadi saya mau masuk SMA, dia mau masuk kuliah. Artinya, orangtua pasti harus keluar biaya yang banyak. Pada saat yang sama, Papa saya kena serangan jantung. Jadi ada penyempitan pembuluh darah. Papa saya harus dioperasi dan pasang ring. Itu harganya mahal banget. Saat itu untuk melakukan operasi, Papa saya berpikir berulang kali. Kalau operasi, sayang uangnya.

Dari yang tadinya uangnya bisa untuk biaya anak-anak sekolah dan kuliah, harus terpakai buat operasi. Keluarga saya akhirnya mencari second opinion dari dokter. Saya saat itu langsung berpikir. Yang namanya penyakit jantung itu, kan urgent. Masa enggak langsung ditindak? Di sinilah hati saya tergerak. Saya, yang masih sangat muda dan tidak mengerti apa-apa seperti insyaf dan tersadar ketika melihat Papa sakit. Saya memang tidak nakal-nakal banget. Tapi seperti ada titik balik yang membuat saya ingin menjadi lebih baik dan mandiri lagi.

Usaha apa yang kamu lakukan pasa saat awal-awal berada di dunia entrepreneur?

Pada saat itu, anak-anak muda sangat suka mengadakan acara ulang tahunnya yang ke-17. Zaman-zamannya sweet 17, yak an? Setiap minggu pasti ada yang mengadakan pesta ulang tahun. Saya saat itu bekerja di sebuah event organizer (EO). Ini pertama kali saya cari duit. Tugas saya ya menyiapkan dekorasi pesta. Sempat juga menjadi MC. Sampai akhirnya saya jadi biasa ngemsi. Setiap minggu saya membawakan acara ulang tahun. Akhirnya bukan Cuma acara ulang tahun aja. Pokoknya, ada acara apa pun saya jadi MC. Sampai acara musik pun saya garap juga.

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Kapan mulai berkenalan dengan bisnis fasyen?

Nah, setelah saya ngemsi sana-sini setiap minggu, saya berpikir untuk usaha fesyen. Saat itu saya kelas 1 SMA. Saya berpikir untuk mencoba bisnis fesyen itu bukan karena saya jago desain. Sampai saat ini saya bahkan tidak bias mendesain. Tapi, saat itu orangtua teman baik saya punya usaha konveksi. Akhirnya saya tanya sama dia seperti apa sih konveksi itu? Akhirnya saya tertarik untuk berjualan kaus. Saat itu, modal awal saya sekitar Rp 700-an ribu. Sayangnya, kaus saya tidak laku. Jualan saya sepi.

Apa yang kamu lakukan saat itu?

Itu pertama kali gagal. Meski modalnya tidak sampai jutaan, tapi tetap saja judulnya tidak laku. Akhirnya, saya cari tahu lagi bagaimana caranya berjualan kaus. Apa yang harus saya lakukan dan sebagainya. Saya tanya banyak orang yang sudah berpengalaman. Banyak yang memberikan saran kepada saya tidak usah bikin. Jadi ambil saja. Tempat yang paling cocok di Tanah Abang katanya.

Saat itu saya benar-benar buta. Saya pernah dengar yang namanya Tanah Abang. Tapi, saya tidak pernah tahu apa itu Tanah Abang. Di mana tempatnya, seperti apa, itu benar-benar buta sama sekali. Akhirnya saya ke Tanah Abang. Saya kaget pada saat itu. Semua orang jualan kaus. Di situ saya malah bingung. Belum lagi pakaian lain. Hijab ada, gamis, kaus, baju, sampai celana dalam! Karena bingung, akhirnya saya mencari yang saya tahu dan paham. Kaus cowok yang saya suka. Benar-benar selera saya. Akhirnya saya beli baru satu lusin. Ternyata, bisnis ini berjalan dengan baik.

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Bagaimana bisa dagangan laku, sementara tadinya buta dengan bisnis fesyen?

Ternyata jualan seperti ini lebih enak. Dari pada konveksi; sudah produksi banyak, ternyata tidak laku terjual. Pelan-pelan saya belajar caranya jualan kaus. Sambil berjalan, saya belajar. Tanya sana-sini, akhirnya saya dapat beberapa penjual di Tanah Abang yang bersedia meminjamkan kausnya. Walaupun akhirnya sudah menjadi ‘anak Tanah Abang,’ saya tetap mencari tahu hal-hal lain tentang jualan kaus ini. Saya akhirnya tahu mana pedagang yang bisa meminjamkan barang, mana yang bisa menjual barang dalam jumlah yang sedikit. Saat mengobrol dengan keluarga, saya diberitahu kalau ada saudara yang ternyata jualan juga di Tanah Abang. Di situlah akhirnya usaha saya berkembang.

Kapan Men’s Republic berdiri?

Pada saat jualan kaus itu, saya sudah menggunakan Men’s Republic. Hanya saja, masih nama toko. Bukan brand. Dulu baru nama toko online saja. Awal-awalnya, saya memang berjualan online. Tapi semuanya masih sederhana. Saya masih pakai Blogspot.com. Jadi saat itu saya cuma berjualan, ada yang beli, kirim. Pemasarannya hanya lewat blog, Twitter, BBM. Bisnis ini berjalan kurang lebih setahun.

Gagal Tak Pernah Membuatnya Gentar

Perjuangan tak akan pernah usai. Jerih payah Yasa berjualan kaus yang akhirnya berbuah hasil. Tapi sayang, cobaan menghadangnya saat ingin berbisnis kuliner. Meski mengalami banyak kerugian dan gagal, Yasa tak pernah lelah untuk terus mencoba. Berbekal dengan kemauan dan kerja keras yang sangat tinggi, Yasa akhirnya berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses. 

Pernahkah gagal saat berbisnis?

Nah, jadi setelah usaha jualan kaus ini berjalan, saya akhirnya punya lumayan banyak uang. Ada banyak usaha lain yang saya lihat. Kemudian saya terpancing untuk ikut-ikutan usaha kuliner. Di pikiran saya saat itu, kalau saya punya dua bisnis, satu online satu lagi offline, pendapatan saya akan bertambah lebih banyak lagi. Tapi ternyata, menjalani dua bisnis itu sulit. Karena tidak fokus akhirnya gagal. Usaha kuliner ini hanya bertahan sebentar. Semua hasil jerih payah jualan kaus ludes. Uang saya habis. Bingung juga karena mau kuliah tidak punya uang. Untungnya, saya saat itu tidak berutang. Cuma hasil jualan kaus hilang semua.

Bagaimana akhirnya kamu bisa bangkit setelah mengalami kegagalan tersebut?

Jadi, pada saat saya kuliah, saya lihat tren yang pada saat itu banyak digandrungi anak muda. Saya lihat ada banyak market. Suatu saat saya pergi bersama teman-teman saya lihat-lihat brand lokal. Saat itu, saya melihat sebuah masalah pada market tersebut. Pertama, brand cowok tidak ada. Semuanya brand perempuan. Sekalinya ada, harganya mahal-mahal banget. Tidak cocok buat kantong mahasiswa. Konsepnya pun tidak manly. Ada banyak warna-warna cerah meskipun barangnya itu buat cowok. Sementara saya lebih suka warnanya yang gelap, yang melambangkan kesan manly. Beberapa brand cowok yang masuk ke selera saya, strategi marketing-nya kurang. Mereka hanya jualan offline dan memasarkannya lewat media sosial. Dari sederet masalah itu, saya melihat ada peluang. Akhirnya saya ingin menghidupkan kembali Men’s republic dengan dagangan yang terkonsep.

Akhirnya, di usia 19 tahun saya mulai usaha berjualan sepatu. Tadinya kaus, sekarang sepatu. Awalnya saya utang sama pabrik. Utang, ambil barangnya, jualan, begitu laku, bulan berikutnya saya bayar utang itu. Uangnya saya putar. Begitu terus sampai berkembang dan jadilah pengusaha. Saya akhirnya punya karyawan. Mulai dari satu karyawan, bertambah jadi dua, tiga, sampai seterusnya.

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Bagaimana strategi marketing Men’s Republic?

Kalau sekarang, sistem penjualannya online. Pemasarannya menggunakan media sosial. Facebook, Instagram, Line. Karena produk saya berkonsep, bagus, akhirnya banyak di-endrose. Dari situ akkhirnya banyak orang yang tahu Men’s Republic. Sampai akhirnya kami masuk ke e-commerce.

Tidak mudah untuk sebuah brand lokal untuk berdiri tegap dalam waktu yang lama. Kenapa berani mendirikan sebuah brand lokal?

Saya tahu, akan lebih mudah untuk memasarkan produk KW. Soalnya, orang kita ini kebanyakan lebih suka mengenakan barang yang bermerk. Meskipun itu palsu. Dari pada mengenakan produk lokal. Mungkin yang mereka cari adalah gengsi. Sementara saya bertekad untuk mendirikan brand lokal. Caranya supaya bisa eksis, ya sebuah brand harus punya identitas. Identitas Men’s Republic, barangnya khusus cowok. Manly. Semuanya berwarna gelap.

Selain sibuk dengan usaha fesyennya, kamu juga menulis sebuah buku. Apa yang mendorongmu untuk menulis?

Jadi, tahun 2015 itu, saya menulis sebuah buku, judulnya "Never Too Young to Become a Billionaire." Awalnya, sekitar tahun 2011, saya sempat curhat lewat Twitter. Istilahnya kultwit. Saya sering ngetwit tentang pengalaman saya berjualan. Pengalaman saya dengan pembeli. Karen kebiasaan itu, saya akhirnya jadi suka berbagi tips-tips berbisnis. Karena akhirnya banyak yang follow, media cetak dan online akhirnya banyak yang meliput. Akhirnya, ada yang menawarkan untuk menerbitkan buku tentang perjalanan saya sebagai pengusaha, dari awal sampai sekarang. Jadilah buku tersebut.

Yasa Singgih (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Menjadi pengusaha sukses di usia yang sangat belia, kamu tidak takut kehilangan masa muda?

Jadi pengusaha bukan berarti sama sekali tidak main. Sampai sekarang saya masih tetap main dan punya kehidupan yang
kurang lebih sama dengan anak-anak sebaya saya kebanyakan. Tapi porsinya saja yang saya kurangi. Saya mengurangi waktu untuk nongkrong, stalking, dan lainnya. Jangan dihilangkan sama sekali. Karena tanpa hiburan nanti akan jadi stres. Ada kutipan yang saya suka. “Lebih baik kehilangan masa muda, dari pada kehilangan masa tua.” Tapi ya bukan berarti benar-benar tidak punya masa muda yang asyik, ya.

Tak banyak anak bangsa sepertinya. Yasa Singgih tahu betul apa yang ingin dia bangun lewat sebuah brand, Men's Republic. Kepada Bintang.com dia juga mengaku, menjadi pebisnis bukan berarti harus meninggalkan pendidikan. Menurutnya, pendidikan formal itu sangat penting. Ilmu yang didapat dari perkuliahan dia pakai untuk melebarkan 'sayap' bisnisnya. 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading