Fimela.com, Jakarta Sudah 18 tahun sejak tragedi Trisakti terjadi. Sepanjang tahun 1997-1998, ekonomi Indonesia kolaps menyebabkan banyak kebangkrutan dan melonjaknya angka karyawan yang di-PHK. Jelas, kondisi yang sangat menyengsarakan rakyat menimbulkan amarah rakyat terhadap rezim saat itu, Orde Baru.
Rakyat akhirnya protes. Mahasiswa mengkritisi dengan segala cara. Tanggal 12 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalanan. Termasuk anak-anak Trisakti. Mereka berjalan dari kampus Trisakti ke arah gedung DPR/MPR. Tapi sayang, di tengah perjalanan mereka dihadang polisi dan militer. Mau tidak mau, mereka harus mundur.
Baca Juga
Liputan6 menulis, mereka semua bergerak kembali ke dalam kampus. Ketika sebagian besar mahasiswa masuk ke dalam lingkungan kampus, terdengar bunyi tembakan dari arah jembatan layang Grogol. Hingga kini belum terbukti siapa pelaku sebenarnya. Usai tembakan mereda, empat mahasiswa Trisakti, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie, gugur.
Advertisement
Abdul Mun'im Idris, seorang dokter forensik yang legendaris menerima telepon dari Kasat Serse Polres Metro Jakarta Barat, Kapten Idham Azis. Liputan6 menulis, Idham meminta tolong kepada Mun'im untuk melakukan autopsi terhadap empat korban.
Sebelum melakukan autopsi, Mun'im mengaku harus membujuk pihak keluarga yang pada awalnya melarang. Pihak keluarga dari keempat korban merasa yang sudah wafat tak mungkin bisa dihidupkan kembali. Namun, Mun'im yang telah wafat pada 2013 lalu ini terus membujuk.
"Bu, memang benar yang sudah wafat tidak mungkin bisa dihidupkan kembali. Akan tetapi almarhum masih mempunyai hak, hak untuk memperoleh keadilan..." kata Mun'im saat itu saat, yang dilansir dari media tersebut. Akhirnya, bujuk rayu pun berhasil. Mun'im melakukan autopsi dan menemukan fakta yang mengejutkan.
Keempat korban memiliki luka tembak yang mematikan. Bukan melumpuhkan. Luka tembak itu terletak pada dahi yang tembus hingga ke belakang kepala, leher, punggung, dan dada. "Masing-masing mendapat luka tembak pada daerah yang mematikan, bukan untuk melumpuhkan. Ini jelas dari lokasi luka tembak...Ada di dahi dan tembus ke daerah belakang kepala, ada di daerah leher, di daerah punggung, dan ada yang di daerah dada," jelas Mun'im seperti ditulis Liputan6.
Usai melakukan autopsi, dokter autopsi yang legendaris ini lantas melaporkan hasil tersebut ke Kapolda Metro, Mayjen Pol Hamami Nata. Namun, Hamami bersikukuh, dia telah memerintahkan kepada seluruh anak buahnya untuk menggunakan peluru karet. Mun'im, tulis Liputan6, langsung menduga ada 'tangan' lain yang ikut campur mengerjai Polda Metro dan sengaja memunculkan tragedi Trisakti.