Fimela.com, Jakarta Mendengar Baduy, angan sebagian orang mungkin langsung terlempar pada 'ritme' tradisional yang ngotot bertahan di tengah deras modernisme. Berjarak tak begitu jauh dari ibu kota, Baduy tetap kokoh berpijak bak mengacuhkan dinamika kehidupan yang terjadi di sekitar.
Elemen autentik itu tak hanya tersusun atas perihal tunggal. Nyatanya, pelepasan kepribadian penghuni satu tempat pun bisa disaksikan dalam bentuk konkrit. Seperti kebanyakan sukudi bumi khatulistiwa, kebudayaan yang kebanyakan sudah turun-menurun tersebut akhirnya terefleksi pada perkampungan adat.
Advertisement
Baca Juga
Bagi Baduy, perwujudan itu ada di Kanekes. Terkungkung suasana hijau yang begitu mendominasi dengan 'tarian' angin berbuah gemerisik dedaunan, kawasan ini menyeruak selaras dengan nilai-nilai junjungan Baduy luar mau pun dalam. Bertengger di perbukitan Gunung Kendeng, kampung adat ini siap menyeret setiap orang yang datang untuk sejenak melupakan kemelut metropolitan.
Bagi yang suka berpetualang, desa yang, seperti dimuat Indonesia Travel, terdiri dari 56 kampung Baduy ini dirasa sebagai salah satu jalur trekking paling menarik di Banten. Sepanjang perjalanan, panorama yang mengungkung di kanan-kiri tak akan sama. Sesekali, pengunjung akan 'disapa' lebatnya rumpun bambu, di kali lain jalan menurun yang memerlukan kewaspadaan ekstra 'terbentang'.
Di samping bisa terkagum oleh keseharian suku Baduy, keelokan Kanekes bisa dikatakan sebagai bonus lain. Karena terkadang, alam bisa mendukung pemahaman menyeluruh akan berbagai komponen penyusun satu lingkungan sosial. Jadi mengapa harus menolak eksotisme Kanekes?