Fimela.com, Jakarta Nun di kamar pengantin, di atas ranjang,
Sangaji duduk di sisi Salindri yang rebah telentang, keduanya saling memandang sepenuh kasih sayang, walau gairah bercinta mendesak menggelombang, Sangaji dan Salindri tetap terlihat sangat tenang.
Cukup lama mereka tak berkata-kata,
Advertisement
memanjakan segala yang terungkap lewat mata, menyelami dan mengukur kedalaman cinta,
mengarungi samudera gairah yang menggelora,
sampai mencapai kaki langit di lengkung cakrawala,
dan hampir tiba di mulut pelabuhan nirwana,
tapi karena tak ingin wejangannya tertunda lama,
maka Kitab Smaragama terpaksa berbicara,
lewat gelombang kegaiban dan keajaibannya:
"Sekadar untuk menyegarkan ingatan,
berikut ini kembali disampaikan sebuah wejangan,
bahwa lelaki tak perlu rendah diri dan merisaukan, ukuran organ kejantanannya yang cuma pas-pasan, karena besar kecilnya ukuran organ kejantanan,
sama sekali tak dapat dijadikan suatu jaminan,
bagi tercapainya puncak-puncak kenikmatan
dan terpenuhinya kepuasan bercinta perempuan.
Baca Juga
Bahkan perempuan yang mendapatkan,
pasangan yang organ kejantanannya pas-pasan, mestinya justru memperoleh keberuntungan,
karena dalam hal melaksanakan percintaan,
lelaki seperti itu justru lebih punya kemampuan,
untuk memberikan kepuasan pada perempuan,
dengan berbagai cara dan beragam tindakan,
yang membuat percintaan terasa lebih nyaman,
lebih nikmat, dan juga lebih menggairahkan.
Kedua pasangan juga tak perlu kecil hati,
karena bagi mereka juga ada sebuah posisi,
yang akan memberikan kenikmatan tertinggi,
dan juga akan menciptakan suatu sensasi,
kepada masing-masing suami dan istri.
Setelah dimanjakan babak pemanasan,
dan ketika gairah meluap tak dapat tertahankan, mempelai perempuan membungkukkan badan,
seperti anak-anak bermain kuda-kudaan,
menopang tubuhnya dengan lutut dan tangan,
kemudian mempelai lelaki membaringkan badan, telentang di sela kedua lutut mempelai perempuan, lantas bergerak merayap perlahan-lahan,
sambil mengecup lembut celah yang rawan,
dan ketika wajah keduanya berhadapan,
maka percintaan pun siap dilaksanakan.
Posisi istri yang menduduki suami,
akan mengoptimalkan kedalaman penetrasi,
dan irama percintaan yang dikendalikan istri,
akan membebaskan hati dan pikiran suami,
dari belenggu keraguan dan rasa rendah diri,
yang timbul dari tiadanya rasa percaya diri,
hanya karena merasa tak dapat memiliki,
organ kejantanan yang besar sekali,
sehingga jiwanya terus-menerus terobsesi,
nyalinya diteror monster ciptaannya sendiri,
sementara hidupnya menjadi serba sangsi.
Pilihan posisi yang tepat dan pas,
yang baru saja disampaikan secara jelas,
akan membuat istri merasa sangat puas,
dan stamina suami tak terlampau terkuras,
sehingga kepuasannya terasa lebih tuntas. "
Ketika wejangan untuk sesaat berhenti,
perlahan Sangaji beringsut mendekati Salindri,
dengan sepenuh kasih sayang dan setulus hati, dikecupnya bibir, pipi, dan kening sang istri,
tapi sebelum keduanya terbakar api birahi,
Kitab Smaragama membacakan wejangan lagi:
"Hendaknya tiada rasa jemu atau bosan,
apabila kalian mendengar adanya pengulangan,
karena dengan mengulangi sebagian wejangan,
maka daya ingat kalian kembali disegarkan.
Hendaknya pula selalu diingat-ingat,
bahwa Kitab Smaragama bukanlah kitab maksiat,
yang berisi ajaran sesat sehingga patut dilaknat,
karena di dalam wacana yang telah tersurat,
terkandung niat Kitab Smaragama yang bertekat, memerangi kemaksiatan yang semakin gawat,
melawan prostitusi yang penuh daya pikat,
melabrak sensasi yang ditawarkan panti pijat, mengempur perselingkuhan yang kian meningkat,
dan untuk itu dibutuhkan dukungan mahakuat,
dari berjuta-juta suami-istri yang bersepakat,
demi keutuhan perkawinan yang tetap hangat,
dan demi kehidupan yang damai dan sehat,
maka seni bercinta suami istri harus lebih hebat,
harus lebih enak, lebih nyaman, lebih nikmat,
sehingga gemerlap maksiat yang memikat syahwat,
tak lagi mampu menjerat minat dan akhimya sekarat,
dan bersamaan dengan itu tercatat/ah sebuah riwayat, suatu kehidupan yang indah berkelimpahan rahmat,
di mana seni bercinta yang sehat dan nikmat,
hanya dilakukan oleh orang-orang terhormat,
yakni oleh para suami istri yang bermartabat. "
Suara Kitab Smaragama seakan menggema, memantul balik dan menggetarkan kaca jendela,
dan Sangaji perlahan menyusupkan wajahnya,
di kehangatan dada Salindri yang sedang terpana,
diam tercekam pesona wejangan seni bercinta,
dan membiarkan suaminya asyik bermanja,
namun ketika tingkah Sangaji makin menggila,
bagaikan bayi yang lapar dan dahaga,
Kitab Smaragama buru-buru berkata:
"Dari sekian banyak permasalahan,
yang seringkali menghancurkan perkawinan,
salah satunya adalah masalah persebadanan,
yang lebih dirasakan sebagai suatu kesia-siaan,
karena salah satu atau bahkan kedua pasangan,
merasa tak pemah mendapatkan kepuasan,
atau karena jiwanya terbelenggu keraguan,
sehingga merasa tak mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada pasangan,
dan ketika keraguan berubah jadi kekecewaan,
lantas menggumpal dan menjelma kemarahan,
yang dibiarkan terpendam berkepanjangan,
sampai akhimya hati yang dipenuhi kesabaran,
dan akal pikiran yang mengendalikan kesadaran,
remuk terpuruk dihina dan dinista kenyataan,
tertimbun reruntuh kebahagiaan perkawinan,
yang hancur tercabik-cabik ledakan kemarahan. "
Salindri menggeliat dan nyaris menjerit,
namun bukan karena kaget atau merasa sakit,
melainkan lantaran selincah paruh burung parkit,
Sangaji bertralala-trilili di seputar dan di puncak bukit, namun sebelum gairah mereka setinggi langit,
Kitab Smaragama lagi-lagi bertindak dengan gesit:
Sekali lagi kusegarkan ingatan kalian,
bahwa lelaki cenderung mempercayai anggapan,
bahwa puncak kenikmatan dan tingkat kepuasan,
yang dialami dan dirasakan tiap-tiap perempuan,
ketika bercinta mesra dengan pasangan,
sebanding dengan ukuran organ kejantanan,
maka bukanlah suatu hal yang mengherankan,
jika di benak lelaki tumbuh benih kekeliruan,
yang mereka percayai sebagai kebenaran,
bahwa semakin besar organ kejantanan,
maka kian besar pula kenikmatan percintaan,
sehingga lebih memuaskan perempuan.
Anggapan itu sesungguhnya tak berdasar,
dan mereka yang percaya bahwa hal itu benar,
tentu tak sadar bahwa dirinya telah nyasar."