Fimela.com, Jakarta Syahdan di dalam bab yang ketigabelas,
meski tetap dikemas secara padat dan ringkas,
Kitab Smaragama akan mencoba membahas,
Advertisement
secara lebih seksama dan juga lebih jelas,
berikut hal-hal yang bersifat teknis sampai tuntas,
supaya wawasan Sangaji dan Salindri makin luas,
agar tak sekadar cerdas tapi juga bisa menggagas, sehingga bahtera perkawinan mereka tidak kandas,
dan berakhir seperti bunga tumbuh di batu cadas, sebelum mekar keburu mati meranggas.
Namun hendaknya diketahui dan dipahami,
bahwa seluruh rahasia seni bercinta suami istri ini,
hanya dibeberkan pada Sangaji dan Salindri,
yang terpilih menjadi duta kebahagiaan abad ini,
dan mereka yang sedang mempersiapkan diri,
memasuki bahtera kehidupan bersuami istri,
tentu juga diperuntukkan pasangan suami istri,
yang ingin merekonstruksi atau memperbaharui percintaan yang dirasakan kurang menarik lagi,
ibarat menyantap hidangan yang itu-itu lagi,
sehingga semua yang tersaji terasa basi,
dan karena itu membutuhkan percikan inspirasi,
untuk memperkaya seni bercinta suami istri,
dengan temuan-temuan yang lebih bervariasi.
Baca Juga
Dan serupa arus sungai yang mengalir deras, percintaan Salindri dan Sangaji semakin memanas, meski tak seluruh gelora gairah dapat terlepas bebas, karena sisa rasa sakit Salindri masih membekas, membuat gerakan Sangaji menjadi serba terbatas, padahal di saat yang sama mereka ingin bergegas,
dan hal itu justru membuat mereka semakin gemas, tanpa sadar saling memagut, saling meremas,
keringat membasah kuyup bagaikan terkuras,
lantas berbarengan mencapai puncak teratas,
menyatu dalam getar emosi yang meluap tuntas,
meraih kenikmatan yang memberikan rasa puas, segenap otot dan urat di sekujur tubuh jadi lemas,
hati dan akal pikiran terbebas dari rasa cemas,
dan setelah cukup istirah sembari kipas-kipas,
Sangaji berdua Salindri pun mandi keramas.
Di bawah guyuran deras air hangat,
mereka berendam diri sambil saling memijat,
memulihkan stamina yang semula letih dan penat, meresapi kelembutan yang menimbulkan rasa nikmat, membiarkan gairah bercinta bangkit menggeliat,
yang membuat badan mereka semakin merapat,
seperti menyatu, melekat, dan saling melumat.
Dan ketika jemari Sangaji yang berlumur sabun,
membelai lembut pundak Salindri, lalu meluncur turun, bak mandi itu bagaikan diguncang gempa beruntun, bahkan bumi serasa bergoyang terayun-ayun,
dan gelora gairah pun memadat di ubun-ubun.
Namun lantaran masih miskin pengalaman,
Sangaji dan Salindri jadi gugup dan kebingungan,
tak tahu bagaimana percintaan itu harus diselesaikan, karenanya mereka hanya saling peluk dan berciuman, larut dalam buaian kemesraan yang menggetarkan,
dan membiarkan gelora gairah surut perlahan.
Tatkala gelap malam menyelimuti bumi,
ketika jiwa dan akal budi Sangaji dan Salindri
tak lagi dirundung gelora gairah nafsu birahi,
dan di dalam keheningan yang sunyi bunyi,
Sangaji membaca Kitab Smaragama dengan teliti, sementara Salindri mendengarkan sepenuh hati.
Dalam Bab Kejantanan tertulis wejangan:
"Setiap lelaki yang memasuki perkawinan,
akan senantiasa dirundung kegelisahan,
lantaran benaknya selalu diganggu pertanyaan,
yang menilai bahkan sekaligus juga meragukan, kemampuannya dalam memuaskan pasangan,
lantaran menganggap ia punya organ kejantanan ukurannya terlampau kecil untuk meladeni percintaan.
Setiap lelaki juga selalu berkecenderungan membanding-bandingkan ukuran organ kejantanan, lantaran benak mereka terlanjur diracuni anggapan bahwa kemampuan suami memberikan kepuasan berbanding lurus dengan ukuran organ kejantanan."
Dan Sangaji tiba-tiba berhenti membaca,
menatap Salindri yang sengaja tersenyum menggoda, sementara sorot matanya seolah-olah ingin bertanya, namun sebelum terucap kata dari sela bibimya,
Sangaji kembali membaca Kitab Smaragama,
"Sesungguhnya pula di dalam perkawinan,
setiap perempuan juga peduli dan menaruh perhatian, pada masalah ukuran organ kejantanan.
Namun soal besar kecil perabot vital lelaki,
dan ihwal panjang pendek pusaka suami,
sesungguhnya tak ada hubungan sama sekali
dengan kemampuannya memuaskan istri
dan apalagi dengan kebahagiaan sejati
yang ada dalam perkawinan suci."