Fimela.com, Jakarta Kemarin, Rabu, 10 Februari 2016 adalah hari pertama puasa umat Kristen atau yang lebih dikenal dengan sebutan Rabu Abu. Mengapa disebut Rabu Abu? Secara harfiah Rabu Abu adalah pemberian tanda di dahi umat Katolik. Dikutip dari situs resmi Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara, Sulut.kemenag.go.id pada Kamis (11/2/2016) penggunaan abu dalam liturgi berasal dari zaman Perjanjian Lama.
Baca Juga
Dalam artikel yang ditulis oleh Evert Rotinsulu dijelaskan bahwa abu melambangkan perkabungan, ketidakabadian, dan sesal atau tobat. Rabu Abu juga menjadi tanda dimulainya awal Pra-Paskah, periode pertobatan dan refleksi selama 40 hari untuk memperingati pencobaan dan pergumulan yang dihadapi Yesus selama periode yang sama di padang pasir.
Advertisement
Penggunaan abu juga sebenarnya telah disinggung sendiri oleh Yesus. “Seandainya mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengahmu terjadi di Tirus dan Sidon, maka sudah lama orang-orang di situ bertobat dengan memakai pakaian kabung dan abu.” (Mat 11:21). Pada zaman sekarang ini umat Katolik menggunakan abu yang berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Malam Palma tahun sebelumnya yang telah dibakar.
Pada hari Rabu Abu tersebut juga umat Katolik yang sudah berusia 18 hingga 60 tahun dan dalam keadaan sehat diwajibkan berpuasa selama satu hari, mereka hanya dibolehkan makan sekali dalam sehari. Puasa tersebut bertujuan agar umat Katolik bisa memperbaiki diri dan merenungi apa yang telah ia lakukan selama hidupnya dan mencoba dengan sungguh-sungguh untuk menjadi pribadi yang lebih baik.