Fimela.com, Jakarta Everest, rasanya sedikit sekali orang yang tak tahu gunung satu ini. Berada di ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut, tempat inilah yang paling dekat dengan langit. Berada di puncak dunia berteman dengan putihnya salju yang begitu luas.
Penduduk setempat kerab menyebut Everest sebagai Qomolangma, yang berarti Dewi Ibunda Alam Semesta. Sedangkan warga Nepal sendiri sejak tahun 60-an menamakannya Dewi langit, atau Sagarmatha dalam bahasa lokal. Nama Everest sendiri berasal dari Sir George Everest, pemimpin Great Trigonometrical Survey yang memetakan puncak-puncak tinggi Himalaya kala itu.
Advertisement
Tak hanya kemegahannya yang memukau, sebagian orang mungkin lupa kalau Everest juga jadi tempat puluhan jiwa meregang nyawa. Meminjam istilah Agustinus Wibowo yang menyebutkan gunung yang ada di perbatasan Tibet dan Nepal ini sebagai kuburan raksasa.
Tentunya kamu pun belum lupa atas musibah gempa Nepal yang membuat delapan belas pendaki Everest meninggal. Karena peristiwa nahas itu, baru lah pada akhir Agustus kemarin Everest kembali membuka jalur pendakian.
'Gerbang murah' untuk menuju Everest berada di Nepal. Namun, kalau kamu ingin mendakinya lewat Tibet pun juga bisa. Menaiki jip, mobil, atau (seperti sang explorer, Agustinus Wibowo) ojek. Ya, di negeri atap dunia ini pun ada jasa ojek.
Kalau memilih yang terakhir, tentu siap-siap tersiksa oleh hembusan angin dingin yang menusuk hingga ke tulang. Namun, ini lah yang membuatmu melihat eksotisme 108 kelokan di kaki Everest tanpa terhalang. 108 itu sendiri merupakan angka keberuntungan bagi pemeluk Buddha.
Bukan satu trek menyenangkan, namun memberi sensasi lain dalam petulanganmu menuju Everest Base Camp. Ditambah kerutan-kerutan puncak gunung berselimut salju, serta daratan hijau yang dikukung bukti sambung-meyambung yang terlihat di sepanjang mata memandang. Terbius keindahan di kaki sang gunung agung, Everest.
Baca Juga: Begini Jalur Pendakian untuk Sampai ke Puncak Everest