Fimela.com, Jakarta Akhir-akhir ini khususnya di daerah Indonesia kasus penipuan semakin hari semakin marak. Modus-modus penipuan online pun semakin hari semakin bervariasi. Mulai dari penipuan investasi bodong sampai dengan penipuan barang.
Berdasarkan data yang diungkapkan pada saat talkshow yang berjudul “Menekan Dampak Fomo dalam Tren Belanja Online” yang diadakan di Grayhouce cafe, Jakarta Selatan pada 30 November 2023 mengungkapkan bahwa dalam periode 2017 sampai dengan 2022 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa mereka setidaknya mendapat 486.000 laporan dari masyarakat terkait tindakan pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE), atau singkatnya penipuan.
Dari data yang didapatkan tersebut juga mengungkapkan bahwa 83 persen atau setara dengan 405.000 dari laporan tersebut adalah laporan penipuan transaksi daring. Disisi lain, penipuan investasi bodong sudah mencapai 19.000 laporan, serta penipuan jual beli daring tercatat 12.000 laporan. Dalam semua kasus dan pelaporan tersebut, banyak diantara penipuan tersebut mengatasnamakan lembaga ecommerce ternama.
Advertisement
Fakta bahwa maraknya penipuan online disebabkan oleh kesalahan manusia diperkuat oleh Laporan Risiko Global 2022 dari Forum Ekonomi Dunia. Laporan tersebut menyebutkan bahwa sebanyak 95% insiden keamanan siber di dunia disebabkan oleh kesalahan manusia, termasuk karena fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) atau khawatir ketinggalan momen. FOMO ini sering terjadi dalam konteks belanja online, terutama menjelang Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).
Maka dari itu Blibli bersama dengan Kemkominfo RI, idEA, dan BBSN berkolaborasi untuk melakukan perubahan dengan cara meluncurkan panduan literasi digital bertajuk VOMO (Verifikasi, Observasi, Mudah akses info, Ofisial).
Advertisement
Penjelasan Langkah VOMO
Kesalahan manusia, termasuk FOMO dalam belanja online, menjadi salah satu penyebab maraknya penipuan online. Hal ini melatarbelakangi dilakukannya eksperimen sosial Vomoshop, sebuah website simulasi edukasi e-commerce. Vomoshop digagas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko penipuan online, terutama yang memanfaatkan FOMO.
Pada bulan September 2023, sebuah eksperimen sosial dilakukan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat Indonesia terhadap penipuan online. Eksperimen ini dilakukan dengan membuat serangkaian iklan online palsu yang menggiring masyarakat ke situs www.vomoshop.com.
Hasil eksperimen tersebut sungguh mengejutkan. Dari total 63.196 pengunjung Vomoshop, 4 dari 5 pengunjung memutuskan untuk checkout belanja terhadap penawaran yang menggiurkan. Hal ini membuktikan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih rentan terjebak penipuan online akibat FOMO.
“Kami turut mendukung Gerakan Hindari Tipu-Tipu dengan meluncurkan panduan #IngatVOMO. Inisiatif ini tentunya sangat membantu kami dari sisi pemerintah dalam memperluas sosialisasi terkait waspada penipuan online di masyarakat. Apalagi kini, gaya hidup digital semakin luas diadopsi oleh masyarakat, yang salah satunya dibuktikan dengan penetrasi aktivitas belanja online hingga ke masyarakat akar rumput,” ujar Septriana Tangkary selaku Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Kementerian Komunikasi & Informatika RI.
Bentuk Penipuan
Dari berbagai macam bentuk penipuan yang ada di Indonesia yang tentunya semakin kreatif, FIMELA akan menjelaskan tiga macam penipuan yang banyak memakan korban berdasarkan penelitian yang dikutip dari Indonesiabaik.id.
Penipuan Berkedok Hadiah
Penipuan berkedok hadiah menduduki peringkat pertama dengan 91,2 persen. Pada dasarnya penipuan ini dilakukan dengan modus penipuan online yang memanfaatkan rasa ingin tahu dan keinginan orang untuk mendapatkan hadiah gratis.
Pelaku penipuan biasanya akan mengirimkan email atau pesan singkat yang mengatasnamakan perusahaan atau organisasi ternama. Email atau pesan tersebut akan berisi pemberitahuan bahwa korban telah memenangkan hadiah, seperti smartphone, laptop, atau uang tunai.
Untuk mendapatkan hadiah tersebut, korban biasanya diminta untuk memberikan informasi pribadi, seperti nomor kartu kredit atau nomor rekening bank. Pelaku penipuan kemudian akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan kejahatan, seperti pencurian identitas atau penipuan perbankan.
Pinjaman Digital Ilegal
Penipuan ini menduduki peringkat kedua dengan 74,1 persen. Pada dasarnya penipuan ini dilakukan dengan pinjaman online yang tidak terdaftar atau tidak berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pinjaman ini biasanya ditawarkan dengan bunga yang tinggi dan syarat yang mudah. Pelaku pinjaman digital ilegal sering menggunakan modus penipuan, seperti:
- Mengatasnamakan perusahaan atau organisasi ternama,
- Menawarkan bunga yang sangat rendah,
- Meminta informasi pribadi secara berlebihan
Pengiriman Malware atau Virus
Penipuan yang satu ini sedang viral di berbagai macam penipuan karena bentuk penipuannya dilakukan dengan perangkat lunak berbahaya yang dapat merusak perangkat komputer atau jaringan. Untuk di Indonesia, umumnya penipu akan mengirimkan file pdf atau apk. Biasa file-file ini mengungkapkan bahwa file tersebut adalah file resi, surat undangan pernikahan, dan banyak lagi.
Jika kamu mendapatkan pesan dari nomor yang mencurigakan dan yang tidak kamu kenal, disarankan untuk mengeceknya di aplikasi seperti Getcontact atau melakukan pemeriksaan rekening (CekRekening.id) dan melakukan verifikasi dengan media sosial dan mencari tentang topik atau penipuan yang dialami. Ingat selalu berhati-hati Sahabat FIMELA.
Penulis: FIMELA Sherly Julia Halim