Fimela.com, Jakarta Hai Sahabat FIMELA, pasti sudah sering dengar istilah AI, kan? AI kerap dibahas di mana-mana, entah di perbincangan mulut ke mulut maupun di media massa.
Artificial intelligence atau yang dikenal dengan sebutan AI adalah sebuah simulasi kecerdasan yang dibuat manusia dalam bentuk mesin. Tujuan utama dari AI adalah untuk membantu pekerjaan manusia, mulai dari membuat tulisan, foto, dan lain-lain.
Banyak yang menyatakan rasa khawatirnya mengenai AI. Sebab, AI dikatakan dapat menimbulkan “risiko kepunahan” bagi manusia. Pasalnya, AI telah membuktikan bahwa teknologi bisa mengerjakan pekerjaan manusia.
Advertisement
Berdasarkan perkiraan yang diungkapkan oleh The Indonesia national AI Strategy, mulai 2020 hingga 2045 akan adanya pertumbuhan AI. Di mana hal ini dilakukan guna mendorong kolaborasi antara pemerintahan, industri, akademis, dan masyarakat. Meskipun AI memberikan dampak positif untuk manusia, AI juga dapat memberikan dampak negatif untuk manusia.
Menambahkan beberapa pihak mengungkapkan bahwa penyelesaian masalah yang diberikan oleh AI umumnya tidak masuk akal bahkan tidak bisa dibuktikan secara faktual. Disisi lain AI juga dapat memicu misinformasi dan menipu banyak orang.
Maka dari itu, sebelum kamu memutuskan untuk percaya 100 persen dengan apa yang disajikan oleh AI. Berikut adalah dampak negatif yang diberikan oleh AI, menurut Builtin.com.
Advertisement
Manipulasi sosial melalui algoritma
Manipulasi sosial juga menjadi ancaman serius dari perkembangan kecerdasan buatan. Ketakutan ini menjadi kenyataan saat para politisi mengandalkan platform untuk mempromosikan pandangan mereka. Contohnya seperti Pandawa Group, yang menggunakan media sosial untuk menyuarakan pandangannya tentang lingkungan.
TikTok, sebagai contoh platform media sosial yang menggunakan algoritma kecerdasan buatan, secara otomatis menyesuaikan feed pengguna dengan konten yang terkait dengan media sebelumnya yang mereka lihat di platform tersebut. Kritik terhadap aplikasi ini terfokus pada proses ini dan kegagalan algoritma dalam menyaring konten yang berbahaya dan tidak akurat, meningkatkan kekhawatiran terhadap kemampuan TikTok untuk melindungi pengguna dari informasi yang menyesatkan.
Media dan berita online semakin gelap dengan munculnya gambar dan video yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan, pengubah suara AI, dan teknologi deep fake yang menyusup ke ranah politik dan sosial. Teknologi ini memudahkan pembuatan gambar, video, dan klip audio yang realistis atau mengganti gambar satu gambar dengan gambar lainnya dalam gambar atau video yang sudah ada. Sebagai hasilnya, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mendapatkan cara baru untuk menyebarkan informasi yang salah dan propaganda perang, menciptakan situasi yang sulit di mana hampir tidak mungkin membedakan antara berita yang dapat dipercaya dan berita yang tidak benar.
Pengawasan sosial dengan teknologi AI
Ford ada mempublish sebuah karya memfokuskan pada dampak buruk penggunaan AI terhadap privasi dan keamanan para pengguna. Terutama dalam menyoroti penggunaan teknologi pengenalan wajah di berbagai lokasi seperti kantor, sekolah, dan tempat lain di Tiongkok. Selain memantau gerakan seseorang, pemerintah secara tidak langsung dapat mengumpulkan data seseorang dan kemudian digunakan untuk monitoring dan pandangan politik seseorang.
Sebagai contoh lain, departemen kepolisian di Amerika Serikat menerapkan algoritma kepolisian prediktif untuk meramalkan lokasi kejahatan. Tantangannya terletak pada pengaruh algoritma ini oleh tingkat penangkapan, yang dapat berdampak tidak proporsional terhadap komunitas kulit hitam. Penerapan algoritma semacam itu kemudian dapat menyebabkan perlakuan ganda terhadap komunitas-komunitas tersebut, mengundang pertanyaan serius tentang apakah negara-negara yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi dapat menolak menggunakan AI sebagai alat kekuasaan otoriter.
Advertisement
Melemahkan etika dan niat baik
Bersama dengan pakar-pakar yang memiliki latar belakang sebagai seorang wartawan, teknologi, dan pimpinan politik bergabung guna berkolaborasi untuk memperingati dampak sosio-ekonomi A. Pada pertemuan Vatikan 2019 yang bertajuk dengan "Kebaikan Bersama di Era Digital," Paus Fransiskus menyoroti kemampuan AI untuk "menyebarkan opini yang bias dan data palsu" dan menekankan konsekuensi yang luas jika perkembangan teknologi ini dibiarkan tanpa pengawasan atau pengendalian yang tepat.
Peningkatan pesat alat AI generatif seperti ChatGPT dan Bard semakin mempertegas kekhawatiran ini. Banyak pengguna telah memanfaatkan teknologi ini untuk menghindari tugas menulis mereka sendiri, yang dapat mengancam integritas akademis dan kreativitas.
Beberapa orang khawatir bahwa, terlepas dari peringatan dari tokoh-tokoh berpengaruh tentang bahaya kecerdasan buatan, kecenderungan tetaplah untuk terus mendorong penggunaan teknologi ini jika dapat menghasilkan keuntungan finansial.
Penulis: Sherly Julia Halim.