Sukses

Info

Begini Penjelasan Pemerintah Terkait KUHP Terbaru

Fimela.com, Jakarta Sejak diresmikan beberapa hari yang lalu KUHP mendapat banyak perhatian dari masyarakat, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Melihat itu, pemerintah Indonesia angkat bicara mengenai surat yang disampaikan oleh PBB yang berisi kekhawatiran terhadap sejunlah pasal yang dinilai melanggar HAM dan diskriminatif.

Dilansir dari liputan6.com Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej berkata bahwa surat dari PBB terlambat datang, serta surat tersebut ditujukan kepada Komisi III DPR.

"Surat itu kami terima pada tanggal 25, dan itu tidak ke pemerintah melainkan ke Komisi III DPR. Surat itu sampai pada 25. Persetujuan tingkat pertama telah diambil pada 24 November 2022. Jadi sangat terlambat," ujar Edward dalam konferensi pers hybrid bersama Kementerian Luar Negeri dikutip dari liputan6.com.

Edward menjelaskan bahwa dalam surat tersebut PBB memang menawarkan bantuan,  terutama pada pasal-pasal yang berkaitan kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Tetapi dirinya mengungkapkan jika pihaknya saat itu sudah berembuk, dan karena surat baru sampai tanggal 25, sementara sudah ada persetujuan pertama pada tanggal 24. 

Meski demikian, Edward mengungkapkan masyarakat tidak perlu khawatir karena sudah ada pembahasan panjang mengenai penyusunan KUHP yang baru ini. Ia menegaskan bahwa proses penyusunan dilakukan dengan hati-hati. 

 

 

Disesuaikan Semakin Ketat

Selain itu, Edward juga menjelaskan bahwa terkait kebebasan berekspresi, pasal-pasal terkait penghinaan telah disesuaikan agar semakin ketat. Dalam penyusunannya, terdapat dua pasal penghinaan yang dihilangkan, salah satunya pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum.

"Tadinya pasal penghinaan ada empat, ada menyerang harkat martabat ke presiden dan wakil presiden, ada pasal penghinaan pemerintah, ada pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum, ada penghinaan terhadap pejabat negara. Yang di-cut dua pasal, di-take out, yaitu pasal penghinaan terhadap pejabat negara dan kekuasaan umum," ungkap Edward. 

Adapun pihak yang mengadu juga harus dari pihak yang dirugikan, tidak boleh dari mereka yang tidak berkepentingan. Oleh karena itu, jika simpatisan presiden ingin mengadukan seseorang yang menghina presiden mereka tidak dapa tmelakukan hal tersebut karena mereka bukanlah pihak yang dirugikan.

Sementara, dalam Marxisme dan Komunisme masih boleh diajarkan dalam konteks pendidikan. Edward menegaskan bahwa yang dilarang KUHP ini adalah apabila ada yang mengajak melawan ideologi Pancasila dengan dua ideologi tersebut.

 

 

Australia Tambah Informasi KUHP Indonesia

Sebelumnya, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan menjadi undang-undang oleh pemerintah dan DPR beberapa waktu yang lalu. Melalui pengesahan tersebut banyak masyarakat yang  memberikan komentar terkait pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

Melihat itu, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) menyatakan bahwa pihaknya telah menambahkan informasi ke dalam situs Smart Traveller terkait pengesahan KUHP ke dalam perjalanan bagi warganya yang hendak berlibur ke Indonesia. 

"Parlemen Indonesia telah meloloskan revisi KUHP, yang mencakup hukuman untuk kohabitasi dan seks di luar nikah," tulis DFAT di situs Smart Traveller Australia dikutip dari liputan6.com.

Dalam situs tersebut juga menjelaskan bahwa revisi mengenai KUHP belum akan berlaku sampai tiga tahun ke depan, sehingga bagi para wisatawan yang akan datang ke Indonesia harus patah pada undang-undang dan hukum yang berlaku termasuk aturan yang tidak sesuai dengan standar di Australia. Wisatawan diminta untuk teliti membaca dan memerhatikan udnang-undang sebelum bepergian.

Meski begitu, pemerintah Australia tidak meningkatkan level risiko kunjungan ke Indonesia. Namun, menurut situs Smart Traveller kunjungan ke Indonesia masuk dalam risiko level 2, dengan anjuran ‘waspada tingkat tinggi’.

 

Penulis: Angela Marici

#Women for Women

 

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading