Fimela.com, Jakarta UU KUHP atau Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tanpa Ketua DPR Puan Maharani, pada Selasa, 06 Desember 2022. Namun, banyak polemik yang muncul setelah disahkannya UU KUHP ini. Selain masyarakat, PBB juga ikut mengutarakan keprihatinannya terkait pasal-pasal yang terdapat dalam UU KUHP.
Dilansir dari liputan6.com, hasil dari revisi KUHP lama dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai kesetaraan dan HAM, hal ini yang membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan rasa prihatinnya terkait pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. PBB menunjukkan bahwa KUHP mengancam pers, memicu diskriminasi kepada minoritas, melanggar hak reproduksi, privasi, dan berisiko melanggar kebebasan berkeyakinan.
"Ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi yang tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia, termasuk hak atas kesetaraan, PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia," tulis PBB dalam pernyataan resminya, Kamis (8/12/2022), dikutip dari liputan6.com
Advertisement
Dalam pasal yang terdapat didalam KUHP terbaru adalah larangan terkait penghinan terhadap pejabat, aborsi sampai seks di luar nikah. PBB menyampaikan KUHP terbaru dikhawatirkan akan meningkatkan kekerasan berbasis gender dan kekerasan berbasis orientasi seksual dan identitas gender. Pelanggaran hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan juga menjadi resiko yang ada.
PBB sebelumnya sudah meminta pemerintah untuk menyelaraskan proses reformasi hukum dengan tanggung jawab Indonesia secara internasional. PBB kemudian meminta pemerintah Indonesia untuk membuka konsultasi untuk mendengar keluhan masyarakat dan melaksanakan reformasi hukum sejalan dengan komitmen global Indonesia.
Pihak PBB juga menyampaikan kesiapannya untuk berbagi keahlian teknisnya dan membantu Indonesia dalam upayanya untuk memperkuat kerangka legislatif dan kelembagaannya, menjamin semua individu di negara ini untuk menikmati semua hak yang diatur dalam konvensi dan perjanjian internasional yang diikuti oleh Indonesia
Advertisement
Kritik HRW
KUHP yang disetujui DPR telah menarik perhatian negatif dari media internasional dan kelompok HAM. Human Rights Watch (HRW) mengkritik secara tajam beberapa pasal bermasalah dalam KUHP. Satu di antaranya adalah pasal yang bisa berdampak pada kritikan. Pasal ini dianggap memalukan dan mencerminkan sifat insecure dari pejabat. Hal ini dikarenakan terdapat pasal mengenai pemerintah melarang adanya aksi yang menghina atau merendahkan pejabat publik.
"Malu-maluin bahwa para pemimpin Indonesia sangat insecure pada posisi dan kebijakan mereka, sehingga mereka akan mengkriminalisasi kritikan," ujar Deputi Direktur Asia HRW, Phil Robertson, dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis (8/12), dikutip dari liputan6.com.
Human Rights Watch juga menyorot pasal lainnya menyangkut seks di luar nikah. Pasal ini dianggap menganggu privasi dan sudah disorot secara luas oleh media internasional. Investasi dan pariwisata juga dinilai akan terganggu. HRW menyebut pasal zina melanggar privasi dan bisa berdampak pada jutaan orang. Kelompok perempuan dan minoritas LGBT dapat dirugikan oleh pasal ini. Pada peraturan terbaru ini membuat mereka yang berhubungan seks dapat dipenjara atau didenda. Hukuman ini juga berlaku untuk orang dewasa yang lajang.
HRW menyarankan agar Lawmakers Indonesia harus mencabut hukum ini yang berbahaya bagi HAM di Indonesia. Yasonna H Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta agar masyarakat yang tidak setuju agar membawa pasal-pasal yang kontroversial ke Mahkamah Konstitusi.
Buat investor asing mundur
Dhahana Putra selaku Plt Direktur Jenderal Peraturan Perundang Undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerangkan terkait kekhawatiran Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Sung Kim. Sung Kim mengatakan pasal-pasal mengenai ranah privat atau moralitas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR bisa membuat investor asing mundur.
“Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” ujar Dhahana dalam keterangannya, Rabu (7/12), dikutip dari liputan6.com
Kekhawatiran Sung Kim, ia sampaikan dalam acara US-Indonesia Investment Summit. Menurutnya, pasal-pasal tentang moralitas akan sangat mempengaruhi banyak perusahaan dalam memutuskan apakah akan berinvestasi di Indonesia atau tidak.
Pasal 412 dan 413 UU KUHP yang baru disahkan diketahui mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinaan. Namun, ancaman tersebut hanya bisa berlaku jika ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan adalah mereka yang berhak melakukan pengaduan.
Dhahana menepis kekhawatiran Kim. Menurut Dhahana, pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi harus menghormati lembaga perkawinan dalam UU No 1 Tahun 1974.
Dhahana mengatakan, bentuk perlindungan privasi masyarakat adalah dengan mengatur kedua jenis delik tersebut sebagai delik aduan. Maksudnya adalah tidak akan pernah ada pengadilan tanpa adanya pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena telah dirugikan secara langsung, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai mereka yang berhak melakukan pengaduan.
“Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri,” kata dia, dikutip dari liputan6.com
Lebih lanjut, Dhahana mengungkapkan tidak pernah ada norma hukum dalam RKUHP yang memaksa pihak yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya. Oleh karena itu, investor dan wisatawan mancanegara tidak perlu khawatir untuk berinvestasi atau berwisata ke Indonesia. Karena ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang.
*Penulis: Sri Widyastuti
#WomenForWomen