Fimela.com, Jakarta Acara KTT G20 resmi ditutup beberapa hari lalu yang ditandai dengan pemberikan palu kepemimpinan kepada Perdana Menteri India, Narendra Modi. Perhelatan KTT G20 yang diadakan di Bali sebenarnya diadakan dalam posisi yang cukup sulit karena dunia sedang menghadapi berbagai persoalan global.
Dilansir dari liputan6.com persoalan yang dihadapi berbagai negara di dunia seperti pemulihan pasca pandemi yang belum usai, masalah ketahan pangan, ancaman resesi ekonomi, hingga masalah geopolitik yang memanas.
Selain itu, dalam konferensi pers yang diadakan Presiden Jokowi menuturkan bahwa diskusi para pemimpin G20 terkait perang antara Rusia dan Ukraina berlangsung alot karena para pemimpin menyepakati isi deklarasi.
Advertisement
"Diskusi mengenai hal ini berlangsung sangat-sangat alot sekali dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati isi deklarasi. Yaitu, condemnation perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah, melanggar integritas wilayah," ujar Presiden Jokowi.
Menurutnya, perang yang telah terjadi tersebut mengakibarkan berbagai penderitaan bagi masyarakat. Tak hanya itu, perang antara Rusia dan Ukraina telah memperberat ekonomi global yang masih rapuh akibat pandemi. Adanya peperangan ini menimbulkan risiko krisis pangan, energi, dan finansial.
Advertisement
Kepresidenan Indonesia sempat diragukan
Menanggapi berbagai permasalahan di tengah perhelatan KTT G20, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan bahwa kepresidenan Indonesia sempat diragukan atau dianggap tidak berhasil.
"Di awal, hampir semua orang pesimis. Kita lihat semua orang mengatakan pasti nggak bisa, dan di pertemuan internasional lainnya, semua gagal," katanya.
Menlu Retno menambahkan bahwa dengan terwujudnya sebuah deklarasi pada acara KTT G20 menjadi sesuatu yang luar biasa karena dibuat berdasarkan kesepakatan seluruh pihak yang terlibat dalam perhelatan tersebut.
Meskipun begitu, Menlu Retno juga mengakui adanya perbedaan pendapat antara para pemimpin di KTT G20. Namun, perbedaan pendapat tersebut masih bisa didiskusikan sehingga menemukan kesepakatan deklarasi.
"Tadi disebut oleh Pak Menko, Bu Menkeu, pada saat di awal-awal kita keketuaan, setelah bulan Februari, kita selalu berkomunikasi dengan mereka apakah kita masih akan bekerja sama, dan jawabannya adalah 'Iya'," papar Menlu Retno Marsudi.
Melalui komitmen tersebut, Indonesia berupaya penuh untuk menghasilkan deklarasi KTT G20 yang dapat disepakati oleh seluruh pihak.
"Sekali lagi, Presidensi, negosiasi, kata yang paling penting di sini adalah trust. Dan alhamdullilah, kita memiliki trust dari semua," tambahnya.
Presiden Jokowi dapat apresiasi
Dalam KTT G20, Presiden Jokowi telah berhasil menjalankan Presidensi G20 Indonesia 2022 ditandai dengan tercapainya hasil konkret untuk sejumlah proyek dan isu strategis seperti transisi energi. Keberhasilan Presiden Jokowi mendapat apresiasi dari Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
"Semua delegasi KTT G20 memberi apresiasi terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah.
Menurut Faizasyah, Indonesia mengemban tanggung jawab kepemimpinan yang besar kepada dunia, termasuk negara-negara berkembang. Sebelumnya, Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan Indonesia dalam sebagai Presidensi G20 sepanjang tahun ini.
Guterres menyatakan, Presidensi Indonesia telah berhasil mendorong dialog dan meraih beberapa kesepakatan di antara negara G20 di tengah situasi yang menantang.
Selain itu, Indonesia juga mendapatkan bantuan dana sebesar 20 miliar dolar AS untuk membantu berbagai proyek transis energi di Indonesia
Bantuan dana yang diberikan kepada Indonesia merupakan hasil kerja sama Amerika Serikat, Jepang, institusi keuangan dunia, dan pihak swasta. Melalui itu, Presiden Biden berharap berharap bahwa bantuan dana tersebut dapat membantu Indonesia mengurangi emisi karbonnya secara signifikan serta memperluas jaringan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT).
“Kami berharap dapat memobilisasi dana sejumlah 20 miliar dolar AS untuk mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi, mengembangkan jaringan energi baru dan terbarukan, dan membantu para pekerja yang terdampak kebijakan penutupan pembangkit listrik berbasis batu bara (PLTU),” kata Biden.
Tidak hanya Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga memberikan dukungan yang sama dalam program transisi energi.
*Penulis: Angela Marici.
#Women for Women