Fimela.com, Jakarta Indonesia merupakan negara yang memiliki komitmen besar terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Komitmen tersebut dibuktikan dalam berbagai hal, baik aspek regulasi, kelembagaan, program dan sejumlah upaya lain.
Masuknya aspek perlindungan anak dalam konstitusi, terbitnya sejumlah regulasi terkait perlindungan anak, beragamnya kelembagaan terkait anak serta semakin masifnya kebijakan dan program terkait perlindungan anak meneguhkan betapa spirit pemajuan perlindungan anak di Indonesia semakin baik.
Advertisement
BACA JUGA
Dalam konteks kebijakan nasional, 4 (empat) Arahan Presiden terkait dengan perlindungan anak yang perlu menjadi prioritas nasional, meliputi; pertama, peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; kedua, penurunan kekerasan terhadap anak; ketiga, penurunan pekerja anak; keempat, pencegahan perkawinan anak.
Arahan dimaksud telah ditindaklanjuti oleh berbagai kementerian/lembaga serta civil society, meski demikian pelanggaran hak anak masih ditemukan dengan berbagai latar belakangnya.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), berikut ini beberapa tren kasus pelanggaran Hak Anak di tahun 2021
Advertisement
Tren Kasus Pelanggaran Hak Anak Tahun 2021
Meski komitmen negara dalam berbagai aspek semakin baik, namun ragam pelanggaran hak anak di tahun 2021 masih terjadi baik pelanggaran terkait pemenuhan hak maupun terkait perlindungan khusus anak.
Berdasarkan data pengaduan masyarakat cukup fluktuatif, tahun 2019 berjumlah 4.369 kasus, tahun 2020 berjumlah 6.519 kasus, dan tahun 2021 mencapai 5.953 kasus, dengan rincian kasus Pemenuhan Hak Anak 2971 kasus, dan Perlindungan Khusus Anak 2982.
a. Tren Kasus Pemenuhan Hak Anak
Klaster Pemenuhan Hak Anak (PHA) menerima sebanyak 2.971 kasus selama tahun 2021. KPAI menerima kasus pada kluster Pemenuhan Hak Anak diurutkan dari yang paling tinggi adalah kluster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 2.281 kasus (76,8%), kluster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Kegiatan Budaya, dan Agama sebanyak 412 kasus (13,9%), kluster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan sebanyak 197 kasus (6,6%), dan kasus kluster Hak Sipil dan Kebebasan sebanyak 81 kasus (2,7%).
Lima Provinsi terbanyak aduan kasus Pemenuhan Hak Anak meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.
Kasus pada Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif memiliki jumlah kasus tertinggi sepanjang pengaduan KPAI dari tahun 2011. Pandemi covid-19 sangat berdampak pada kondisi keluarga dan berefek domino pada pengasuhan anak.
Klaster PHA juga melakukan advokasi pemenuhan hak pendidikan anak selama masa pandemi dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan anak sebagai prioritas. Hasil pengawasan KPAI terhadap Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dengan kategori sangat baik 15,28%, baik 44,44%, cukup 19,44%, kurang 11,12%, dan sangat kurang 9,72%.
Terkait dengan perkawinan anak, KPAI mendorong upaya massif penurunan perkawinan anak yang saat ini mencapai 10,35%. Kejadian perkawinan anak tidak hanya mereka yang dimohonkan dispensasi kawin namun juga perkawinan yang tidak tercatat. Pemenuhan hak dasar anak seperti pendidikan, edukasi kepada orang tua menjadi kunci pencegahan perkawinan usia anak.
Advertisement
b. Tren Kasus Perlindungan Khusus Anak
Jumlah pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Tren kasus pada kluster perlindungan khusus anak Tahun 2021 didominasi 6 kasus tertinggi yaitu pertama, anak korban kekerasan fisik dan atau psikis mencapai 1.138 kasus; kedua, anak korban kejahatan seksual mencapai 859 kasus; ketiga, anak korban pornografi dan cyber crime berjumlah 345 kasus; keempat, anak korban perlakuan salah dan penelantaran mencapai 175 kasus; kelima, anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual berjumlah 147 kasus; dan keenam, anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku sebanyak 126 kasus.
Kasus kekerasan fisik dan psikis, anak korban penganiayaan mencapai 574 kasus, anak korban kekerasan psikis 515 kasus, anak korban pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran terdapat 14 kasus.
Sementara, aduan tertinggi kasus kejahatan seksual terhadap anak berasal dari jenis anak sebagai korban pencabulan sebanyak 536 kasus (62%), anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan 285 kasus (33%), anak sebagai korban pencabulan sesama jenis 29 kasus (3%), dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis 9 kasus (1%).
Dilihat dari sisi pelaku, para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban dan sebagian kecil tidak dikenal oleh korban. Pelaku cukup variatif, yaitu teman korban, tetangga, kenalan korban, orang tua, oknum pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan dan oknum aparat.
Dari sisi lokasi kasus, kekerasan fisik dan/atau psikis pada anak di Indonesia banyak terjadi di 5 (lima) provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Banten, dan Provinsi Sumatera Utara.
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak kompleks dan efek domino bagi maraknya kasus pelanggaran hak anak. Pandemi Covid-19 selanjutnya menyebabkan terjadinya keterpurukan ekonomi keluarga, menurunnya kualitas kesehatan, tidak terpenuhinya pendidikan yang berkualitas yang kemudian berdampak bagi kondisi psikologis orang tua dan menimbulkan kerentanan ragam pelanggaran hak anak.
#womenforwomen