Fimela.com, Jakarta PON XX Papua 2021 telah masuk puncak acara. Upacara penutupannya diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober lalu di Stadion Luka Enembe, Kabupaten Jayapura.
BACA JUGA
Advertisement
Sejumlah penanganan COVID-19 pasca PON XX Papua 2021 juga telah dipersiapkan. Semua tercantum dalam Addendum Kedua Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dikeluarkan oleh Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ganip Warsito.
Maksud Addendum Kedua SE ini adalah menambahkan ketentuan protokol kesehatan bagi pelaku perjalanan orang dalam negeri yang kembali dari daerah asalnya, setelah mengikuti kegiatan PON XX Papua 2021. Tujuannya adalah melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dalam rangka mencegah dan mengantisipasi penularan COVID-19 pasca penyelenggaraan PON XX Papua 2021.
Advertisement
Berikut ini adalah aturan bagi pelaku perjalanan yang baru kembali dari PON XX Papua 2021
Aturan bagi kontingen PON XX Papua 2021 pasca acara
Ruang lingkup addendum SE ini adalah protokol kesehatan terhadap Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang akan kembali ke daerah asalnya setelah mengikuti penyelenggaraan PON XX Papua 2021 (Kontingen PON XX Papua 2021, Panwasrah PON, anggota KONI Pusat, dan pegawai kementerian/lembaga pemerintah). Kontingen PON XX Papua 2021 adalah seluruh atlet, ofisial (pengurus KONI Provinsi, juru masak, masseur, psikolog, dokter, perawat, mekanik, dan anggota lainnya), pelatih, dan tim pengamanan yang dikirim oleh provinsi untuk ikut serta dalam PON XX Papua 2021.
Berikut ketentuan tambahan yang tertuang dalam Addendum Kedua SE Satgas 17/2021
9. Selurruh Kontingen PON XX Papua 2021, Panitia Pengawas dan Pengarah (Panwasrah) PON, anggota KONI Pusat, serta pengawai kementerian/lembaga yang mengikuti atau bertugas di kegiatan PON XX Papua 2021 seminimalnya dalam kurun waktu 7 hari wajib menjalankan protokol kesehatan pada saat kedatangan di tempat asal tujuannya sebagai berikut:
a. Tes RT-PCR dan karantina selama 5X24 jam di fasilitas karantina/isolasi terpusat yang telah ditunjuk dan disiapkan oleh pemerintah provinsi (pemprov) dan Satgas Penanganan COVID-19 Daerah masing-masing.
b. Dalam hal hasil tes RT-PCR sebagaimana dimaksud dalam huruf a menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan/isolasi di rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah daerah (pemda).
c. Pada hari ke-4 karantina sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan tes RT-PCR kedua.
d. Dalam hal hasil tes RT-PCR kedua sebagaimana dimaksud pada huruf c menunjukkan hasil negatif, maka yang bersangkutan diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan.
e. Dalam hal hasil RT-PCR sebagaimana dimaksud pada huruf a dan c dilakukan di laboratorium yang telah terverifikasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ke dalam sistem PeduliLindungi.
10. Seluruh biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan protokol kesehatan tes, karantina, dan perawatan bila positif setelah mengikuti PON XX Papua 2021 sebagaimana dimaksud pada angka 9 ditanggung oleh pemprov dan Satgas Penanganan COVID-19 daerah masing-masing.
Ketentuan tentang Pemantauan, Pengendalian, dan Evaluasi pada SE Satgas 17/2021
Berikut ini isi dari ketentuan tentang Pemantauan, Pengendalian, dan Evaluasi pada Addendum Kedua SE Satgas 17/2021
7. Setiap Ketua Kontingen PON XX Papua 2021 wajib melaporkan pelaksanaan protokol kesehatan kontingen pasca mengikuti PON XX Papua 2021 kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi dan KONI Pusat secara berjenjang.
8. Pelaksanaan protokol kesehatan setelah mengikuti PON XX Papua 2021 wajib dilaporkan oleh KONI Pusat kepada kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat, termasuk tapi tidak terbatas kepada: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Satgas Penanganan COVID-19, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Kemenkes.
9. Pemantauan pelaksanaan protokol kesehatan pasca mengikuti PON XX Papua 2021 dilakukan oleh KONI Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi, serta Satgas Penanganan COVID-19 masing-masing daerah.
Addendum Kedua SE ini berlaku hingga tanggal 31 Oktober 2021 dan akan dievaluasi lebih lanjut sesuai kebutuhan.
Advertisement
Sanksi melanggar aturan karantina COVID-19
Sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 oleh Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi dijelaskan tertuang dalam pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dapat dijadikan upaya memberikan sanksi melanggar aturan karantina COVID-19. Berikut rinciannya.
1. Bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 pertama yang tergolong sebagai tindakan kejahatan, diancam pidana penjara satu tahun dan denda Rp1 juta. Ini bunyinya.
"Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penganggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam akan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000."
2. Bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 kedua sebagai tindakan murni pelanggaran, pidana 6 bulan dan denda Rp500.000. Ini bunyinya.
"Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp500.000."
Sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 pun diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
3. Bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 ketiga pada pasar 93, berupa pidana penjaga satu tahun dan denda Rp100 juta. Ini bunyinya.
"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.
#Elevate Women