Fimela.com, Jakarta The Body Shop® Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival dan Yayasan Plan International Indonesia melayangkan pernyataan yang memperingati pemerintah serta mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap adanya perubahan pada Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal ini diakibatkan oleh RUU PKS yang telah keluar dari substansi dan semangat utama untuk melindungi korban kekerasan, terutama perempuan dan anak. Maka dari itu para komunitas pun kian menyerukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengembalikan RUU PKS kepada tujuan awal, yaitu untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Naskah yang telah dirilis oleh Badan Legislatif DPR pada 30 Agustus lalu dianggap melenceng karena memuat banyak perubahan mendasar. Perubahan yang dilakukan adalah judul RUU PKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), penghapusan 85 pasal dan 5 jenis kekerasan seksual. Ditambah dengan hilangnya jaminan hak pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum bagi korban kekerasan seksual.
Advertisement
BACA JUGA
Tujuan awal dari RUU PKS yang digiatkan adalah menciptakan ruang dan sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang bersifat komprehensif untuk seluruh rakyat Indonesia. Hal ini digiatkan agar para kaum rentan seperti perempuan dan anak terbebas dari segala bentuk kekerasan. Selain itu, sejalan dengan semangat utama RUU PKS yaitu membawa perubahan hukum dalam memberikan akses keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
RUU PKS memiliki 3 sasaran utama yang akan diwujudkan, yaitu:
- Mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Menangani, melindungi dan memulihkan korban.
- Menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
- Menindak dan memidanakan pelaku seperti yang tercatat dalam Modul Komnas Perempuan.
Menuntut pemerintah untuk mengembalikan sasaran utama dan nilai dari RUU PKS, The Body Shop® Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival dan Yayasan Plan International Indonesia pun menuangkan ekspresi pemikiran maju dan konstruktif mereka. Dengan pernyataan ini diharapkan pemerintah akan menindaklanjuti RUU PKS, agar menciptakan lingkungan yang aman bebas dari kekerasan seksual bagi kaum rentan, seperti perempuan dan anak.
Advertisement
Tekankan poin terhadap pengembalian RUU PKS
Dengan pernyataan bersama para komunitas untuk mengembalikan RUU PKS seperti sedia kala The Body Shop® Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival dan Yayasan Plan International Indonesia menyampaikan aspirasi dan pemikiran maju mereka kepada pemerintah. Berikut poin-poin yang ditekankan oleh para komunitas:
- Mengembalikan Judul RUU PKS Seperti Semula. Perlu disadari, bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menyoroti penindakan kekerasan seksual, tanpa berorientasi pada korban. Sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bersifat lebih komprehensif yang berfokus pada hak perlindungan dan pemulihan korban.
- Mengembalikan 9 Jenis Kekerasan Seksual. Pada naskah sebelumnya, terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang mengakomodir kepastian hukum bagi korban, namun kini telah dipangkas menjadi hanya 4 jenis. Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menghapus 5 jenis tindak pidana, yaitu perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual. Ketiadaan pengakuan 9 jenis kekerasan seksual ini, sama halnya dengan mengabaikan pengakuan dan cerita korban sebagai pihak yang mengalami kekerasan seksual serta mengabaikan hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan secara komprehensif.
- Mengembalikan Pasal yang Memuat Hak Korban. Ada 85 pasal usulan masyarakat sipil yang dihilangkan dari naskah awal RUU PKS versi Baleg, salah satunya mengenai hak-hak korban kekerasan seksual. RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan, penanganan dan pemulihan yang selama ini absen dari berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini hanya berorientasi pada pemenuhan hak pelaku.
- Memasukkan Pasal atau Klausul yang Mengakomodasi Perlindungan Bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Penyandang Disabilitas. Semestinya, hukum yang ada dapat mengakomodasi kebutuhan khusus yang berbeda-beda. UU saat ini, yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas, belum cukup untuk secara spesifik melindungi dari tindak kekerasan seksual.
- Mendesak Pihak Baleg DPR RI Mengembalikan Kalimat yang Tidak Semestinya Dihaluskan. Seperti pada kata pemerkosaan yang diubah menjadi pemaksaan hubungan seksual. Pada dasarnya, segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.
- Baleg DPR RI Membuka Pintu Diskusi Bersama Masyarakat Berbagai Kelompok Termasuk Anak yang Selama Ini Belum Pernah Dilibatkan Dalam Membahas Naskah. Kami berharap Baleg DPR RI bisa mengadakan ruang usulan atau diskusi terbuka bersama perwakilan anak/kaum muda penyintas kekerasan seksual melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg DPR RI. Harapannya, melalui ruang diskusi tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terkait ketentuan yang ada di dalam naskah awal RUU PKS.
- Mengajak Publik Turut Serta Menyamakan Persepsi dan Aspirasi dalam Mendukung Pengesahan RUU PKS. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergandeng tangan bersama dalam melawan kekerasan seksual melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS. Kami memiliki microsite tbsfightforsistehood.co.id yang bisa menjadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual, di mana para penyintas bisa berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual. Bersama kami harap bisa menguatkan penyintas kekerasan seksual melalui jaringan dan kolaborasi lintas sektor yang ada.
Penulis: Meisie Cory
#Elevate Women