Fimela.com, Jakarta Virus HMPV yang sedang merebak di sejumlah negara sedang menjadi perbincangan oleh masyarakat Indonesia. Namun, haruskah masyarakat merasa khawatir dan mewaspadai virus ini layaknya virus Corona? Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, MSc., Sp.P(K) sebagai anggota Bidang Penyakit Menular PB IDI menjawab semua pertanyaan dan kekhawatiran warganet melalui Media Briefing Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia pada 8/1/24.
Sebelumnya, mari kenali definisi dari virus HMPV. HMPV atau Human Metapneumovirus merupakan salah satu virus penyebab penyakit saluran pernapasan akut yang termasuk dalam famili Pneumoviridae. Virus ini bukanlah virus yang baru ditemukan, melainkan sudah teridentifikasi sejak tahun 2001 di Belanda.
Mengingat virus ini sudah ada sejak sekitar dua puluh tahun yang lalu, lantas mengapa tidak ada laporan yang muncul di Indonesia? Sebab tidak dilakukan pemeriksaan. Prof. Erlina mengungkapkan bahwa virus ini tidak diperiksa lebih lanjut di Indonesia karena gejalanya yang mirip dengan flu, sehingga tidak diperiksa secara mendalam.
Advertisement
Penularan virus ini terjadi melalui percikan droplet saat seseorang yang terinfeksi HMPV batuk atau bersin kepada orang yang sehat. Jika seseorang menghirup virus ini, masa inkubasinya diperkirakan sekitar 3–6 hari, dengan periode infeksi kurang lebih 5 hari. Tidak semua orang yang tertular virus ini akan mengalami keparahan yang sama, tergantung imunitas masing-masing individu. Jika sistem imunitas seseorang baik dan kuat, maka kemungkinan penularannya akan semakin rendah.
Prof. Erlina juga menunjukkan bagaimana kasus HMPV meningkat di China. Pada bulan Desember 2024, kasus HMPV dengan gejala ringan meningkat sebanyak 0,1% menjadi 6,2%. Sedangkan kasus HMPV dengan gejala berat meningkat sebanyak 1% menjadi 5,4%. Angka ini tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tidak hanya di China, Amerika Serikat juga mengalami peningkatan kasus HMPV pada akhir tahun 2024, namun angkanya masih tergolong rendah.
Advertisement
Kenali Gejala HMPV
Secara umum, virus ini memiliki gejala yang sama dengan gejala flu. Gejala umum HMPV meliputi demam, pilek, batuk kering, nyeri otot, nyeri kepala, kehilangan nafsu makan dan kelelahan, serta mengi. Sedangkan gejala berat virus ini meliputi serangan asma, pneumonia, dan bronkiolitis (pada kelompok yang berisiko, terutama pada bayi).
Kelompok yang Rentan Terinfeksi Virus HMPV
Gejala dari penyakit HMPV dapat semakin berat apabila pasiennya sudah memiliki penyakit asma. CDC China mengemukakan beberapa kelompok yang lebih rentan terinfeksi dan mengalami kondisi berat pada infeksi HMPV, yaitu:
- Anak-anak berusia kurang dari 14 tahun
- Lansia berusia di atas 65 tahun
- Individu yang sudah terkena penyakit kronis, seperti asma, PPOK, dan diabetes
- Individu dengan sistem imun yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS dan penerima kemoterapi.
- Perokok. Sistem respirasi perokok sudah lemah. Maka dari itu, perokok juga termasuk ke dalam kelompok yang berisiko.
Orang dewasa sehat kemungkinan memiliki sistem imun yang lebih kuat tidak perlu merasa terlalu khawatir dengan virus ini. Sebaliknya, kelompok yang tergolong lebih rentan terinfeksi harus lebih berhati-hati. Sebab, kalau kelompok rentan ini terjangkit, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan komplikasi.
Advertisement
Apa yang Harus Dilakukan jika Sudah Terkena Virus HMPV?
Prof. Erlina membagikan beberapa cara menghadapi virus tersebut. Yang pertama adalah beristirahat. Seorang pasien yang terkena virus ini wajib beristirahat dari segala aktivitas yang sedang dilakukannya.
Berikutnya terapi suportif berdasarkan gejala. Hal ini dapat dilakukan dengan meminum obat pereda demam, obat batuk/pilek, dan terapi O2 jika dibutuhkan. Belum ada antivirus untuk menangani HMPV, serta belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi HMPV.
PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia) mengimbau masyarakat untuk tidak panik, melainkan harus tetap waspada terhadap penularan HMPV. Virus ini sudah lama ditemukan, sehingga sebagian besar masyarakat kemungkinan sudah memiliki imunitas terhadap infeksi HMPV. Penyakit ini mudah menular dengan gejala mirip flu, dan dapat sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan. Yang perlu diwaspadai terkait penyakit ini adalah penularan terhadap kelompok yang lebih rentan tertular (kelompok berisiko).
Rekomendasi Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat juga dibagikan oleh Prof. Erlina. Beberapa pencegahan ini sudah cukup familiar dilakukan oleh masyarakat, berkaca dari pengalaman ketika pandemi COVID-19 melanda. Pencegahan ini meliputi:
- Penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Masyarakat seharusnya sudah cukup familiar dengan penerapan PHBS. PHBS meliputi mencuci tangan dengan sabun, menutup mulut dan hidung saat bersin, serta membersihkan permukaan benda dan alat-alat yang sering digunakan.
- Hindari kontak erat dengan penderita.
- Membersihkan benda yang terkontaminasi. Hal ini dapat dilakukan dengan membawa tisu basah, tisu, dan hand sanitizer untuk membersihkan benda sehari-hari yang kemungkinan terkontaminasi.
- Penggunaan masker bila bergejala. Kelompok berisiko tinggi sebaiknya menggunakan masker, terutama saat di kerumunan. Kebiasaan menggunakan masker juga bukan merupakan hal baru bagi masyarakat, mengingat semua orang mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 pada pandemi sebelumnya.
- Pola hidup sehat. Individu dengan imunitas tinggi membantu mencegah virus menginfeksi tubuh. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan pola hidup sehat agar tidak tertular virus HMPV.
Kapan harus memeriksakan diri ke dokter jika terinfeksi HMPV?
Prof. Erlina menjawab, periksakan diri ke dokter apabila kondisi tubuh tidak membaik setelah beristirahat yang cukup dan meminum obat untuk meredakan gejala. Prof. Erlina menyebutkan cara mencegah HMPV ketika bepergian. Saat bepergian, gunakan masker. “Sedia masker yang banyak. Minum vitamin, jaga nutrisi. Jaga keseimbangan karbohidrat, protein, dan vitamin,” ujar Prof. Erlina (8/1). Ia juga menambahkan untuk membawa obat-obatan dan membawa air minum yang cukup. Virus ini tidak akan menghambat mobilitas, namun tidak ada salahnya berjaga-jaga.
Dr. Dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT selaku Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, turut mengemukakan pendapatnya sebagai akhir dari pertemuan ini. Beliau mengatakan bahwa kita sudah belajar banyak dari COVID. Apakah kita (Indonesia) memiliki epidemiologi penyakit dalam suatu waktu tertentu? Beliau juga mengungkapkan bahwa alasan semua penyakit berasal dari China, disebabkan oleh deteksi dini di China yang bagus dan mumpuni. China memiliki hal itu, sehingga dapat menghasilkan pemetaan penyakit. Seharusnya, Indonesia juga bisa memiliki hal itu. Agar masyarakat tidak kaget dan siap dalam menghadapi penyakit yang ada. “Kata kuncinya adalah ini jadi pembelajaran. Karena yang namanya penyakit, apalagi virus, apalagi tertular dari droplets, itu bisa menyebar ke siapa aja. Tetapi kalau kita menerapkan hidup sehat, maka kita akan siap menghadapi itu semua,” tutupnya.
Prof. Erlina menambahkan bahwa kita tidak bisa mengendalikan virus, bahkan melihatnya. Virus beredar dan selalu ada di sekitar manusia. “Yang bisa kita lakukan adalah memperkuat diri dan memodifikasi lingkungan (dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat),” tegasnya.