Sukses

Health

Mengungkap Dispraksia: Mengapa Anak Kesulitan Mengatur Gerakan Tubuh?

Fimela.com, Jakarta Dispraksia adalah suatu kondisi medis yang berdampak pada kemampuan koordinasi gerakan tubuh. Anak-anak yang mengalami dispraksia sering kali kesulitan melakukan aktivitas fisik seperti anak-anak lain seusianya, yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan mereka dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengenali tanda-tanda awal dispraksia agar dapat memberikan penanganan yang tepat dan cepat. Kondisi ini lebih umum terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Meskipun dispraksia tidak mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, namun dapat menimbulkan tantangan dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk keseimbangan, koordinasi, dan kemampuan motorik. Penting untuk mengenali gejala dispraksia sejak dini agar intervensi yang diperlukan dapat dilakukan sesegera mungkin. Gejala dispraksia biasanya sudah dapat terlihat sejak usia dini, namun sering kali sulit untuk dideteksi karena setiap anak memiliki tingkat perkembangan yang berbeda.

Beberapa gejala yang umum ditemukan pada anak dengan dispraksia antara lain adalah gangguan keseimbangan dan keterlambatan dalam berbicara. Berikut ini adalah informasi lengkap mengenai gejala, cara diagnosis, penanganan, serta dukungan yang bisa diberikan oleh orang tua untuk membantu anak-anak yang mengalami dispraksia.

Tanda Klinis Dispraksia pada Anak

Anak-anak yang mengalami dispraksia sering kali menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan dan menunjukkan keterlambatan dalam perkembangan motorik. Gejala-gejala ini dapat terlihat dari kesulitan mereka dalam mempelajari keterampilan baru, mengingat informasi, serta melakukan aktivitas sehari-hari yang mendasar seperti makan, berpakaian, atau mengikat tali sepatu. Selain itu, mereka juga kerap menghadapi tantangan dalam menulis, menggambar, dan menggenggam benda-benda kecil yang memerlukan ketelitian.

Di samping kendala fisik, dispraksia juga berdampak pada kemampuan anak untuk memahami situasi sosial dan mengelola emosi. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengatur waktu, merencanakan, dan menata sesuatu yang berantakan. Pada bayi, tanda-tanda dispraksia dapat terlihat dari keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan seperti duduk, merangkak, dan berjalan dibandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya.

Diagnosis dan Penanganan Dispraksia

Saat orang tua mulai mencurigai adanya tanda-tanda dispraksia pada anak mereka, langkah awal yang sebaiknya diambil adalah berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan melakukan evaluasi mendalam terhadap kondisi saraf anak untuk memastikan apakah gejala tersebut memang disebabkan oleh dispraksia. Setelah diagnosis dispraksia ditegakkan, dokter akan menyusun rencana penanganan yang dirancang khusus untuk membantu anak menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik.

Salah satu metode penanganan yang kerap digunakan adalah terapi okupasi, yang bertujuan untuk membantu anak dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi, atau menulis. Selain itu, terapi wicara juga sangat penting agar anak dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dan jelas. Terapi motorik perseptual juga diberikan untuk meningkatkan kemampuan bahasa, visual, dan motorik anak, serta membantu mereka memahami lingkungan di sekitar dengan lebih baik.

Dukungan Orang Tua dalam Mengatasi Dispraksia

Peran orang tua sangatlah vital dalam mendampingi anak menghadapi tantangan dispraksia. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah dengan melibatkan anak dalam kegiatan olahraga ringan. Aktivitas seperti berjalan santai, berlari kecil, atau bermain bola tidak hanya menyenangkan, tetapi juga dapat meningkatkan koordinasi gerakan dan keseimbangan tubuh anak. Dengan cara ini, anak dapat belajar mengendalikan gerakan tubuhnya dengan lebih baik.

Selain itu, mengajak anak bermain puzzle dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengasah kemampuan visual dan pemahaman mereka. Kegiatan lain seperti melatih menulis atau menggambar dengan alat tulis, serta bermain lempar bola, dapat membantu mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan. Dukungan yang konsisten dan penuh kasih dari orang tua sangatlah penting untuk membantu anak melewati tantangan dispraksia dengan lebih percaya diri dan semangat.

Faktor Risiko Dispraksia

Dispraksia merupakan kondisi yang terjadi akibat gangguan pada saraf dan bagian otak yang bertanggung jawab atas koordinasi gerakan tubuh. Meski penyebab pastinya belum diketahui, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami dispraksia. Faktor-faktor tersebut meliputi kelahiran prematur, berat badan lahir yang rendah, adanya riwayat dispraksia dalam keluarga, serta kebiasaan ibu mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir sebelum waktunya atau dengan berat badan yang kurang dari normal memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami dispraksia. Selain itu, jika dalam keluarga ada riwayat dispraksia, risiko ini bisa semakin meningkat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk waspada terhadap tanda-tanda awal dispraksia dan segera berkonsultasi dengan tenaga medis jika mencurigai adanya gejala pada anak mereka.

Terapi apa saja yang dilakukan untuk menangani dispraksia?

Terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi motorik perseptual.

Bagaimana orang tua bisa mendukung anak dengan dispraksia?

Mengajak anak berolahraga ringan, bermain puzzle, menulis atau menggambar, dan bermain lempar bola.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading