Sukses

Health

Kesehatan Mental Terancam, Stigma Jadi Tekanan bagi Penyandang Mata Juling

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, interaksi sosial merupakan kebutuhan yang tentunya kita harapkan bisa memberikan secercah harapan untuk terus berkembang. Di era yang semakin inklusif seperti saat ini, kehadiran interaksi sosial yang buruk, bahkan stigma terhadap perbedaan fisik seharusnya sudah menjadi hal yang langka. 

Namun, nyatanya, stigma terhadap berbagai perbedaan masih hadir menjadi penghalang bagi banyak orang untuk tetap percaya diri dan terus berkembang. Salah satunya adalah stigma buruk terhadap penyakit yang kita kenal dengan mata juling. Stigma keliru yang tersebar tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi ternyata juga membatasi kesempatan bagi mereka untuk berinteraksi dengan banyak orang.

Memahami situasi tersebut, eye care leader, JEC Eye Hospitals and Clinics melanjutkan prakarsa tahunan “Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC” berupa edukasi kesehatan mengenai strabismus, serta tindakan operasi mata juling gratis. 

Prevalensi global strabismus ,atau umum dikenal sebagai mata juling diperkirakan mencapai 1,93 persen. Artinya, setidaknya 148 juta orang di seluruh dunia menyandang strabismus. Bukan hanya mengganggu fungsi penglihatan, strabismus bisa memberi imbas yang lebih besar. Penyandangnya rentan mengalami tekanan mental sehingga kualitas hidup mereka pun turut terdampak.

Mengenal Strabismus atau Mata Juling

Mata juling terjadi karena terganggunya kontrol otak terhadap otot mata sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness). Umumnya, penyandang mata juling mengeluhkan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan dalam proses belajar atau bekerja.

Khusus pada anak, strabismus ini bahkan berisiko mempengaruhi perkembangan fungsi penglihatan. Tanpa penanganan yang tepat, anak penyandang mata juling bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan pada pembentukan kemampuan penglihatan.

Berbagai stigma buruk yang keliru ternyata menjadi pengaruh yang cukup besar terhadap kerentanan tekanan mental para penyandang strabismus. Sebuah temuan menyebut penyandang strabismus berpotensi terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Lebih jauh, bahkan berpotensi mengalami gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan, seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.

Inisiatif Aksi Sosial Penanganan Mata Juling

Dengan persiapan ekstensif yang melibatkan para ahli medis, “Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC” yang perdana dijalankan pada 2022 ini, menjadi inisiatif aksi sosial pertama di Indonesia yang berfokus pada penanganan mata juling. Pada tahun ketiganya, “Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC” dipusatkan di RS Mata JEC Kedoya, dengan pelaksanaan tindakan bedah strabismus menyasar 30 penerima manfaat. 

Operasi akan digelar sepanjang November hingga Desember 2024 nanti. Sementara, proses skrining telah berlangsung selama Agustus-Oktober lalu dengan jumlah peminat hampir mencapai 100 orang dari berbagai penjuru Indonesia, termasuk Aceh dan Papua.

“Setiap individu berhak memiliki penglihatan optimal dan hidup yang berkualitas. Tak terkecuali para penyandang mata juling. Hidup mereka secara psikososial tak berhenti lantaran menyandang strabismus. Mereka harus kita dorong agar bangkit, salah satunya melalui operasi mata juling. Semoga masyarakat luas semakin teredukasi bahwa mata juling bisa ditangani dan dikoreksi,” lanjut Dr. Gusti G. Suardana, SpM(K).

Penulis: Nadya Aufia

#Unlocking the Limitless

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading