Fimela.com, Jakarta Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi perhatian kesehatan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Data Kemenkes RI dalam lima tahun terakhir (2018 - 2022) mencatat, rerata kasus DBD di Indonesia mencapai sekitar 105.763 kasus dengan rerata kematian 815 kasus.
Di tahun 2023, angka kasus dan kematian akibat DBD mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 2022 dimana total kumulatif DBD tercatat 143.266 kasus dengan kematian 1.236 kasus. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, yang diwakili oleh dr. Asik Surya, MPPM, Ketua Tim Kerja Arbovirus, mengatakan bahwa berdasarkan laporan, angka kasus dan kematian akibat DBD pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan tahun 2022.
“Tahun lalu (2023), tercatat total kasus DBD di Indonesia sebesar 114.435 kasus dengan kematian 894 kasus. Dunia saat ini menargetkan nol kematian pada tahun 2030,” katanya.
Advertisement
Hal ini tentunya tidak terlepas dari langkah-langkah intervensi yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk menekan kasus DBD, di mana secara garis besar terdapat tiga intervensi: intervensi pada lingkungan, intervensi pada vektor (nyamuk), dan intervensi pada manusia.
Intervensi pada lingkungan dapat dilakukan melalui pemberantasan sarang nyamuk; sedangkan intervensi pada vektor dilakukan melalui penggunaan larvasida serta insektisida yang digunakan untuk fogging sementara pada manusia, dilakukan dengan cara intervensi inovatif melalui vaksinasi. Serta melakukan kampanye Langkah Bersama Cegah DBD’ yang dilakukan di Surabaya bersama PT Takeda Innovative Medicines dengan menghadirkan serangkaian kegiatan.
“Untuk itu, pemerintah terus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan yang komprehensif terhadap DBD, termasuk melalui Kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD, serta ‘Langkah Bersama Cegah DBD’ yang pada hari ini kita lakukan di Surabaya bersama PT Takeda Innovative Medicines menghadirkan serangkaian kegiatan,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Ibu Ketua PKK Provinsi Jawa Timur Periode 2019-2024, Hj. Arumi Bachsin, S.E, mengingatkan pentingnya melakukan pencegahan DBD dimulai dari rumah masing-masing.Ia menyampaikan, DBD adalah penyakit yang tidak pandang bulu. Meski dirinya belum pernah terkena namun tetapnya sangat memperhatikan pencegahan DBD. Apalagi, suaminya pernah terkena DBD.
“Tapi yang membuat saya dan keluarga pentingnya pencegah adalah cerita Papa saya dulu, bahwa beliau memiliki teman yang kehilangan satu keluarga akibat DBD. Padahal mereka secara konsisten melakukan 3M, dan tidak membiarkan ada genangan di manapun. Ternyata setelah cari-cari, sumbernya berada pada genangan air di belakang kulkas. Sejak saat itu, saya dan keluarga, bahkan terbawa sampai saya menikah, membiasakan diri untuk selalu menerapkan 3M Plus. Apalagi sekarang kita sudah bisa mendapatkan pencegahan DBD yang menyeluruh, bukan hanya dari luar melalui 3M Plus, tetapi juga dari dalam dengan vaksinasi,” paparnya.
Advertisement
Kasus DBD di Jawa Timur dan Cara Pengendalian hingga Pencegahan
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur pada tahun 2023 mencapai 6.642 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 65 kasusJawa Timur merupakan provinsi dengan kabupaten/kota dengan kasus DBD tertinggi ketiga di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Kalimantan Barat.
Diperlukan upaya berkesinambungan dalam pengendalian dan pencegahan DBD, tidak hanya 3M Plus (menguras bak air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang tidak terpakai; serta berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk melalui obat nyamuk, fogging, dan penggunaan jaring nyamuk), tetapi juga inovasi pencegahan lain seperti dengan vaksinasi serta upaya untuk mendorong peran aktif seluruh lapisan masyarakat untuk lebih waspada dalam mencegah demam berdarah.
“Sebagai informasi, di tahun 2023 lalu Jawa Timur menjadi provinsi ketiga dengan kasus DBD tertinggi se-Indonesia dengan 9.401 kasus dan kematian sebanyak 103 kasus,” kata dr. Asik.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, menyampaikan apresiasi terhadap komitmen yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk bersama-sama memerangi DBD di Indonesia.
“Permasalahan dengue, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Diperlukan sinergi yang kuat antara seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk peran aktif masyarakat. Di Takeda, kami berkomitmen untuk berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendorong kesadaran masyarakat akan bahaya dengue dan juga pentingnya pencegahan yang inovatif untuk melindungi masyarakat luas yang berisiko terkena dengue. Melalui ‘Langkah Bersama Cegah DBD’ kami berharap dapat melibatkan lebih banyak masyarakat dalam memerangi DBD, serta mensukseskan target pemerintah untuk mencapai ‘nol kematian akibat dengue’ pada tahun 2030,” jelas Andreas.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Prof. Dr. Erwin Astha Triyono, dr., Sp.PD., KPTI., FINASIM., yang diwakilkan oleh drg. Sulvy Dwi Anggraeni, M. Kes., Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, menyebutkan bahwa selama ini upaya pencegahan DBD di Jawa Timur dilakukan dengan program pengendalian penyakit berbasis masyarakat yaitu PSN (pemberantasan sarang nyamuk) di lingkungan lewat Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik.
“Program PSN dengan 3M Plus memang masih efektif, namun tidak kalah pentingnya adalah mengenali gejala penyakit sehingga tidak terlambat mendapat pertolongan medis. Karena bagaimanapun juga, semua orang bisa terinfeksi DBD, tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, dan gaya hidup. Untuk itu, jika ada anggota keluarga yang mengalami gejala DBD, seperti demam mendadak tinggi, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, atau muncul bintik-bintik kemerahan di kulit, segera periksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Jadi penting bagi masyarakat untuk selalu mengedepankan 3M Plus, serta mempertimbangkan pencegahan inovatif seperti vaksin,” papar drg. Sulvy.