Sukses

Health

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Himbau Orangtua untuk Berikan Proteksi pada Anak Agar Terhindar Dari Pneumonia

Fimela.com, Jakarta Pneumonia menjadi kasus yang masih disinggung dalam berbagai konferensi kesehatan. Bagaimana tidak? Penyakit ini diam-diam ikut andil sebagai silent killer untuk kematian balita di dunia. Ditambah pasca pandemi, ketika transisi kehidupan kembali normal banyak yang mulai longgar dengan kesehatannya seperti lupa untuk menggunakan masker hingga lupa untuk menjaga kebersihan. Akibatnya, muncul gangguan yang mengenai bagian paru-paru atau pneumonia ini. Yang lebih mengejutkannya, golongan anak-anak lebih rentan untuk terkena pneumonia. 

Data sebelum COVID menunjukkan 2018 anak dengan pneumonia merenggut lebih dari 800000 anak balita di seluruh dunia. Setiap 39 detik anak balita meninggal karena pneumonia. Data Terbaru juga menunjukkan 43 hingga 47 detik anak meninggal karena pneumonia.

Data di Indonesia, angka survei dari Kesehatan Rumah Tangga hingga diskes, pneumonia berkontrobusi untuk 15-25% kematian balita. Dan Indonesia sendiri juga masuk ke dalam peringkat 6 jumlah kematian karena pneumonia pada tahun 2018.

Maka dari itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia menyelenggarakan seminar media yang membahas Pneumonia Pada Anak, dengan mengundang Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) sebagai Ketua IDAI serta Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) selaku bagian dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI untuk memberikan pembekalan atas pneumonia dan menekankan proteksi pada anak khususnya pada balita. Berikut informasi lengkapnya. 

Yang harus diketahui pneumonia pada anak terutama balita

Pneumonia merupakan infeksi paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri seperti streptococcus pneumoniae, HIB, hingga virus serta Jamur yang menyerang saluran pernadasan anak. Bisa masuk Melalui kontak dengan cairan pernafasan seperti droplet, percik renik, air liut hingga lender.

Ada 2 gejala yang umumnya dijumpai pada pneumonia anak. Keduanya juga disebabkan oleh faktor yang berbeda, yaitu streptococcus pneumoniae dan mycroplasmae pneumoniae. Gejala seperti batuk, bernapas dengan cepat hingga kesulitan bernapas, tarikan dinding dada saat bernapas, demam dan kedinginan ini merupakan tanda dari pneumonia yang disebabkan oleh streptococcus pneumoniae

Lantas mengapa pneumonia ini bisa hingga Menyebabkan kematian? Seperti yang kita ketahui di Dalam paru-paru ada bagian bernama alveolus sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Bentuknya memiliki kantong dan bercabang-cabang. 

Dalam keadaan normal, oksigen akan masuk dan karbondioksida akan keluar. Jika ada peradangan karena infeksi, akan timbul cairan pada alveolus sehingga fungsi untuk menyerap oksigen menjadi berkurang. Jika berlanjut akan terlanjut kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kematian.

 

Fakta akan kasus pneumonia yang terjadi, longgarnya pola hidup kesehatan meningkatkan kasus pneumonia pada anak khususnya anak usia sekolah

Kasus pneumonia ini kembali heboh di Cina bagian utara, sebagaimana dalam press conferences yang dilaksanakan pada 13 November 2023 melalui otoritas kesehatan Cina menunjukkan peningkatan kasus karena berbagai virus dan bakteri seperti influenza, RSV, mycoplasma pneumoniae yaitu bakteri yang sering menjadi bakteri yang ada di anak balita, hingga SARS-coV2. WHO juga menunjukkan concern tersendiri atas masalah ini.

Mungkin bagi sebagian orang mycoplasma pneumoniae ini jarang terdengar, namun bakteri satu ini telah ada dalam berbagai literatur. Bahkan sejak 1930an, bakteri ini menjadi penyebab pneumonia pada anak-anak usia Sekolah. Laporan dari Tahun 2014-2020 juga menunjukkan adanya pneumonia yang menyerang anak usia sekolah bahkan anak prasekolah hingga rate nya meningkat sebesar 3%.

Kamu bisa melihat tanda-tanda pneumonia yang diakibatkan oleh mycoplasma pneumoniae seperti demam, batuk, hasil ronsen menunjukkan adanya diskongruensi atau ketidaksesuaian antara gambaran rontgen yang parah namun gejala klinis tidak berat dan tidak sesak. 

Sebenarnya, langkah-langkah pencegahan pneumonia sudah dilakukan bahkan menjadi agenda nasional salah satunya melalui vaksinasi. Akan tetapi masih banyak orangtua yang takut anaknya untuk di vaksin. Banyak orangtua yang masih takut akan efek samping vaksinasi, padahal efek samping vaksinasi jauh lebih ringan dan sedikit dibandingkan anak terkena pneumonia. Misalnya vaksin PCV, perlindungannya bisa menurunkan pneumonia berat hingga mengurangi risiko kematian.

Belum lagi faktor eksternal seperti adanya perokok di dalam keluarga. Meskipun tidak merokok di depan anak bukan berarti anak tidak akan terkena pneumonia. Istilah bernama third hand smoker mengartikan residu berbagai jenis rokok tertinggal di rambut, pakaian, hingga benda-benda sekitar rumah yang dapat terhirup. Residu ini mengandung bahan berbahaya khususnya untuk pernapasan anak. 

 

 

 

Bagaimana cara mencegah pneumonia pada anak khususnya pada balita?

Kita harus tahu faktor-faktor risiko terkena pneumonia. Seperti yang sudah dipaparkan oleh dr. Nastiti bahwa semakin muda usia seseorang semakin riskan terkena pneumonia. Pemberian vaksin serta ASI ekslusif ini menjadi salah satu langkah untuk memperkuat kekebalan tubuh anak. Rutin ikuti imunisasi dan lengkapi pemberian vaksin seperti DPT, HIB, dan berbagai vaksin lain agar kesehatan anak terjaga dengan baik.

dr. Nastiti mengungkap jika ASI ekslusif, salah satu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dapat menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. Ternyata Dalam kandungan ASI ada zat yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi, anak yang mendapatkan ASI ekslusif jauh lebih rendah tingkat infeksinya, serta memiliki alergi yang rendah juga.

Ditambah, COVID-19 juga masih ada. Meskipun tidak menjadi pandemi seperti dulu, bukan berarti kasus COVID-19 ini tidak meningkat.  dr. Nastiti berpesan untuk terapkan pola hidup bersih dan sehat serta selalu menggunakan masker. ketika beraktivitas. 

 

Penulis: Tisha Sekar Aji

Hashtag: #Unlocking the Limitless

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading