Fimela.com, Jakarta Berdasarkan data yang disebarkan dalam konferensi pers, mengungkapkan bahwa sekarang ini penderita kanker paru-paru yang ada di Indonesia pertahunnya bisa mencapai lebih dari 34 ribu kasus. Disisi lain angka kematiannya kanker paru bisa mencapai 88 persen atau sekitar 30 ribu orang. Dari berbagai macam kasus yang ada salah satu jenis kanker yang banyak dialami adalah kanker ALK atau anaplastic lymphoma kinase.
Dilansir oleh lung.org mengungkapkan bahwah kanker paru ALK adalah sebuah non-sel kecil (NSCLC). NSCLC adalah jenis kanker paru-paru yang paling umum, dan sekitar 5-7% kasus NSCLC disebabkan oleh fusi ALK. Menambahkan, untuk mengetahui jenis kanker ini pasien harus melalui tahapan pengecekan molekul yang umumnya hanya bisa diketahui melalui mikroskop. Jenis kanker ini berkembang karena adanya peru perubahan DNA.
Disisi lain orang yang umumnya akan terkena jenis kanker ini adalah orang yang berumur sekitar 45 sampai dengan 71 tahun yang masih merokok, stop merokok belum sampai 15 tahun, perokok pasif, orang yang bekerja di lingkungan yang penuh dengan gas sinogen, dan orang yang memiliki history penyakit kanker ini di keluarganya.
Advertisement
“Untuk gejalanya, kanker paru ALK masih sama dengan kanker pada umumnya, tetapi kalau sudah ada gejala disarankan untuk langsung pergi diagnosis. Jangan dibiarkan sampai parah,” ujar Prof. dr Elisna Syahruddin, Ph.D., Sp.P(K) selaku pakar Onkologi Toraks RSUP Persahabatan.
Jika merasakan gejala-gejala sebagai berikut sangat disarankan melakukan screening atau diagnosis awal. Berikut adalah gejala kanker paru-paru adalah seperti batuk kronis, mudah lelah, sesak napas, berat badan menurun, suara serak, perubahan bentuk jari, pembengkakan pada muka atau leher.
Advertisement
Ketersediaan Akses Kesehatan
Akses kesehatan khususnya untuk pemeriksaan kanker dengan segala metode pada dasarnya sudah ada dan tersedia. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah akses kesehatan tersebut dapat diakses oleh semua orang dari segala macam kalangan.
“Kami telah secara aktif menerapkan transformasi sistem kesehatan, salah satunya dengan mendorong upaya deteksi dini secara terus-menerus. Selain meningkatkan kualitas hidup pasien, upaya ini juga akan memudahkan identifikasi pengobatan yang tepat, sehingga beban pembiayaan perawatan kesehatan dapat tetap dikendalikan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.
Berdasarkan pres rilis Roche mengungkapkan bahwa tidak semua fasilitas diagnosis kanker paru terutama dengan jenis imunohistokimia dan molekuler sekarang ini belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Akan tetapi, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid. menegaskan bahwa BPJS Kesehatan telah menyediakan proses pengecekan kanker paru dan pengecekan ini dibagi menjadi dua yaitu screening dan deteksi dini.
Screening adalah pengecekan kesehatan dimana orang tersebut pada dasarnya sudah sehat tanpa adanya keluhan dan gejala. Sedangkan Deteksi dini adalah pengecekan yang dilakukan kepada orang yang memang memiliki gejala kanker paru dengan jenis apapun.
Terkait teknik pengecekan jenis imunohistokimia dan molekuler terbukti sangat efektif dan telah membantu banyak orang terutama yang ada di Indonesia. Roche melakukan kolaborasi bersama dengan RSUP Persahabatan terutama dalam penggunaan produk test kanker jenis imunohistokimia dan molekuler, serta terbukti telah membantu banyak pasien kanker paru untuk menentukan jenis kanker paru apa yang di idap.
“RSUP Persahabatan bekerjasama dengan Roche Indonesia menyediakan pemeriksaan ALK dan PD-L1 dengan metode Imunohistokimia (IHK) secara cuma-cuma, dan saat ini telah melayani 30–50 pemeriksaan dalam sebulan. Tentunya, pemeriksaan tersebut dapat membantu pasien untuk mendapatkan diagnosis yang terstandar sehingga pengobatan pun lebih cepat dan tepat,” ujar dr. Erlang Samoedro, SpP(K) selaku Kepala Pelayanan Medik RSUP Persahabatan.
Himbauan Kanker Paru
Kemenkes dibantu dengan Roche mengungkapkan telah mencoba melakukan himbauan dan edukasi perihal kanker paru dengan cara menerapkan 4 pilar Kemenkes, yaitu promosi kesehatan, perlindungan khusus, deteksi dini, dan penanganan kasus.
Untuk sekarang ini akses kesehatan terutama untuk pengecekan kanker hanya dapat dilakukan di beberapa tempat di Ibu Kota Negara yaitu Jakarta. Kabar baiknya adalah pada tahun 2024 dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengungkapkan bahwa semua rumah sakit madiyah yang ada di setiap provinsi akan memiliki fasilitas kebutuhan kanker.
“Saat ini, baru pemeriksaan EGFR yang telah dijamin oleh BPJS Kesehatan, namun terbatas pada jenis sel tertentu. Sementara pemeriksaan lain seperti ALK, PD-L1, ROS-1 belum dijamin. Angka positif EGFR di Indonesia berkisar 45-50%, di mana masih ada sekitar 50% pasien BPJS yang mutasinya belum teridentifikasi sehingga kelompok tersebut kemungkinan besar belum mendapatkan terapi sesuai. Tentunya, hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien. Namun, berdampak pula pada efisiensi biaya pelayanan kesehatan pada kanker paru di BPJS,” ujar Prof. dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P(K).
Konferensi ini diadakan untuk menekan orang-orang untuk lebih waspada dengan kanker paru-paru. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan cara melakukan early check up. Hal ini dikarenakan pengecekan kanker dini dapat membantu mengurangi angka kematian lebih tinggi karena jika penderita kanker sudah mencapai tingkat akhir maka orang tersebut memiliki kesempatan hidup rendah.
Maka dari itu Roche datang dan berkomitmen untuk memberikan inovasi terutama dalam inovasi pengecekan kanker seperti imunohistokimia dan molekuler untuk membantu Indonesia mengurangi angka kematian.
“Kami berkomitmen untuk memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan terkait untuk mendorong akses yang lebih luas terhadap pasien kanker paru, memberikan mereka peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik,” ujar Lee Poh-Seng selaku Director, Diagnostics Division, PT Roche Indonesia.
Penulis: FIMELA Sherly Julia Halim