Fimela.com, Jakarta Banyak anggapan jika air yang dikonsumsi setiap hari itu sama. Padahal ada beberapa kriteria air minum yang baik untuk konsumsi seperti tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, dan bebas kuman patogen seperti bakteri e coli atau tidak mengandung bahan berbahaya seperti logam.
Sayangnya, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) Kementerian Kesehatan (2020) menyebutkan bahwa 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air minum dari infrastruktur yang terkontaminasi oleh bakteri E. coli, dan baru 11.9% rumah tangga yang memiliki akses terhadap air yang aman untuk dikonsumsi.
Banyak yang tidak mengetahui informasi atau abai akan kualitas air yang dikonsumsi. Padahal, kualitas air minum berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan.
Advertisement
Dr. dr. Diana Sunardi, Mgizi, SpGK(K), Spesialis Gizi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengatakan cemaran bakteri E. coli berpotensi memicu diare. Bahkan, kualitas air yang buruk akan memengaruhi perkembangan anak atau terjadi stunting.
Sumber air yang berkualitas buruk dapat membawa berbagai masalah kesehatan, seperti diare hingga stunting. Komposisi mikrobiota antara lain dipengaruhi oleh sumber air minum. Dari hasil riset, komposisi bakteri jahat yang membawa berbagai masalah kesehatan meningkat ketika anak-anak mengonsumsi air minum dari sumber yang tidak aman.
“Walaupun air minum sudah direbus hingga mendidih, jika cara penanganan dan penyimpanan air tidak higienis maka kontaminasi E. coli dapat kembali terjadi. Bakteri jahat ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan menyebabkan stunting,” kata Dr. dr. Diana yang juga Ketua Indonesian Hydration Working Group (IHWG), dalam acara media gathering “Tidak Semua Air Sama” di Jakarta, (26/9/23).
Air minum yang tidak berkualitas juga dapat memengaruhi orang dewasa, terutama pada sistem pencernaan atau lambung. “Sering sakit maag, berulang, bisa diperiksa cairan lambung. Dari situ terlihat apakah ada kuman yang dipengaruhi sumber air minum,” paparnya.
Advertisement
Tidak semua air sama
Guru besar hidrogeologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr.rer.nat. Ir. Heru Hendrayana, menegaskan bahwa tidak semua air sama. Menurutnya air yang sehat dan aman untuk dikonsumsi sangat bergantung dari sumbernya.
“Air yang diambil dari tanah dangkal besar peluangnya untuk tercemar aktivitas manusia. Sementara air dari akuifer dalam sifatnya murni dan memiliki kandungan mineral alami sehingga aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Sumber air menjadi semakin penting karena air yang berasal dari sumber-sumber yang kurang baik memerlukan pemrosesan yang lebih kompleks. Padahal, air minum yang diproses berlebihan, seperti misalnya air demineral, tidak direkomendasikan oleh WHO untuk dikonsumsi dalam jangka panjang karena dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan, seperti meningkatkan risiko gangguan kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Sri Widowati, Vice President Marketing Danone Indonesia menyampaikan AQUA menjawab kebutuhan konsumen Indonesia terhadap air minum yang aman dan berkualitas.
“AQUA berasal dari 19 pegunungan terpilih yang telah melewati 9 kriteria, 5 tahapan, serta minimal 1 tahun penelitian. Pemilihan sumber air AQUA juga didukung oleh pakar dari lintas-keilmuan, yaitu geologi, hidrogeologi, dan geofisika, serta didukung oleh laboratorium di Perancis dan Jerman, dipilih secara ketat melalui lebih dari 600 parameter sehingga mengandung mineral alami dan diproses tanpa tersentuh tangan manusia untuk menjaga kemurniannya, sehingga rasanya yang dingin alami tanpa didinginkan,” kata Sri.
Upaya Berkelanjutan
Karyanto Wibowo selaku Sustainability Director Danone Indonesia mengatakan upaya keberlanjutan AQUA dimulai dari hulu dengan hingga 2,5 juta pohon di berbagai wilayah konservasi di Indonesia Membangun hingga 2.300 sumur resapan Membangun 12.000 rorak (parit buntu untuk menampung dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah, sehingga menambah sumber-sumber air di bagian hilir)
Lalu tengah membangun 93.000 biopori Membangun 32 water pond Membangun 74 penampung air hujan (PAH), dan hilir dengan mengembangkan 17 taman keanekaragaman hayati (kehati) untuk menjaga keberlanjutan ekosistem, termasuk flora dan fauna endemik.
Lalu menyediakan akses air bersih dan sanitasi ke lebih dari 500.000 penerima manfaat Selain itu, melalui gerakan #BijakBerplastik yang telah diluncurkan sejak tahun 2018, AQUA juga berupaya untuk mengimplementasikan ekonomi sirkular kemasan dan mengelola kemasan pasca konsumsi melalui tiga hal utama yaitu: pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah, edukasi kepada konsumen dan masyarakat, serta inovasi kemasan produk.
“AQUA telah berhasil mengumpulkan hingga 18.000 ton plastik per tahunnya. AQUA juga menyentuh aspek edukasi dengan target menjangkau 5 juta anak usia sekolah dan melakukan edukasi publik yang menargetkan 100 juta konsumen pada 2025. Dari sisi inovasi kemasan, AQUA memelopori penggunaan galon guna ulang yang mencegah penggunaan lebih dari 770.000 ton plastik baru (virgin plastic), mengeliminasi segel plastik kemasan yang sulit didaur ulang, dan menjadi produsen AMDK pertama di Indonesia yang meluncurkan air minum dalam kemasan yang 100% terbuat dari material daur ulang dan dapat di daur ulang,” katanya.