Fimela.com, Jakarta Di Indonesia setiap orang berisiko terinfeksi demam berdarah dengue (DBD) tanpa memandang dimana mereka tinggal, usia, dan gaya hidup. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, dari awal tahun sampai dengan minggu ke-20 tahun 2023 telah tercatat 33.027 kasus demam berdarah dengan 258 kematian.
Dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI mengatakan di negara atau wilayah dengan penularan DBD yang tinggi, anak-anak cenderung paling banyak terkena dampaknya. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2019, demam berdarah merupakan salah satu penyebab kematian anak tertinggi diIndonesia.
Mengapa anak-anak? dr. Anggraini menyampaikan anak paling terdampak karena bermain di mana-mana, tidak menggunakan pakaian panjang, dan sistem kekebalan tubuh.
Advertisement
"Presentase bayi terkena DBD hingga mengalami kematian cukup tinggi. Serta 80 persen anak usia di atas 10 tahuh setidaknya pernah terkena DDB," ujar dokter Anggraini daam acara #Ayo3MplusVaksin.
Dr. Anggraini mengatakan gejala DBD pada dewasa dan anak tidak berbeda jauh, misalnya saja sakit kepala, demam tinggi, atau tiba-tiba demam sudah membaik. Perbedaanya, biasanya anak mendadak demam tinggi, lebih rewel dari biasanya, perubahan sikap tadinya pendiam jadi cerewet atau sebaliknya, ada pendarahan, tidak kencing seama empat jam.
Sedangkan orangtua, tulang atau sendi lebih sakit, hingga bola mata terasa tak nyaman.
"Biasanya bayi bahkan anak sulit mengatakan apa yang dirasakan. Dan jika tiba-tiba anak demam saat pulang sekolah patut diwaspadai terjangkit DBD," tambahnya.
Advertisement
Tidak hanya fokus pada kenaikan trombosit dan mengenal fase kritis
Dr. Anggraini mengatakan banyak orang saat DBD hanya fokus pada trombosit rendah. Padahal, infeksi demam berdarah yang berat memiliki dampak bisa terjadinya kebocoran plasma darah atau anak mengalami syok. Kondisi itulah yang dapat menyebabkan kematian pada beberapa kasus demam berdarah.
"DBD juga bisa terjadi kebocoran, plasma bocor tergantung besar kecilnya bocor tersebut. Bahanya sekali untuk anak-anak yang tubuhnya memiliki cairan lebih banyak dibanding dewasa. Maka DBD pada anak lebih buruk dibanding dewasa," paparnya.
Ia juga mengatak DBD pada bayi atau anak obesitas lebih sulit ditangani, dibanding dengan anak yang kurus. Dr. Anggraini ada tiga fase hari ketiga saat mengalami DBD, pertama demam 2-7 hari, fase kritis meski setiap orang tidak sama, namun biasa 3-7 hari, lalu fase penyembuhan 5-9 hari.
Ia mengatakan hati-hati pasa masa kritis, yang justru membuat demam turun hingga banyak yang menganggap sudah sembuh. Padahal kondisi tersebut masuk ke dalam fase kritis.
"Demam kritis itu bisa membuat syok, pendarahan, kejang-kejang karena sampai ke otak, Pada masa syok ini justru pasien terlihat sehat," paparnya.
Vaksin
Namun,Demam berdarah merupakan salah satu kasus penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi (PD3I). dr.Anggraini menyampaikan sinasi demam berdarah untuk mencegah infeksi demam berdarah dapat mengurangi risiko seorang anak terkena infeksi demam berdarah yangberat.
"Dengan adanya vaksin yang dapat diberikan tanpamelihat pengalaman demam berdarah sebelumnya, diharapkan akan lebih banyak anak yang dapat terlindungi dari demam berdarah” ungkapnya.
Ia juga mengatakan Vaksinasi juga dapatmenurunkan tingkat rawat inap karena demam berdarah. Hal ini akan mengurangi beban biaya rawat yang signifikan dan juga kehilangan waktu kerja dan sekolah karena rawat inapdemam berdarah.”
Vaksinasi demam berdarah saat ini telah mendapat rekomendasi untuk anak dan dewasa oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Saat ini vaksinasi demam berdarah dapat diberikan pada setiap orang dengan rentan umur 6-45 tahun dengan anjuran dari dokter.