Fimela.com, Jakarta 25 Januari selalu diperingati sebagai Hari Gizi Nasional pada setiap tahunnya, adanya evaluasi supaya menekankan kembali tugas-tugas yang perlu dilakukan bersama secara nasional. Salah satunya penanganan masalah stunting pada anak yang hingga kini masih menjadi permasalahan dan harus segera dituntaskan karena dapat menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.
Presiden RI Joko Widodo meminta kepada setiap kepala daerah supaya dapat menekankan angka stunting pada daerahnya masing-masing dalam rangka menuju Indonesia Zero Stunting pada 2030. Tahun ini, pemerintah menargetkan prevalansi angka stunting sebesar 14 persen yang di mana angkat stunting pada tahun 2021 sebesar 24,4 persen sehingga untuk mencapai target yang diinginkan perlunya penurunan sebesar 2,7 persen setiap tahun.
“Hasil penelitian membuktikan zat makanan terpenting untuk mencegah stunting adalah protein. Kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial lengkap dan cukup yang bersumber dari protein hewani. Penelitian lebih jauh mengungkap bahwa pangan sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan bisa didapatkan dari susu, telur, ikan, ayam dan lainnya,” ungkap Prof. Damayanti.
Advertisement
Advertisement
Stunting Pada Anak
Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengaku optimis bahwa Indonesia dapat mencapai target selama konsisten dalam menjalankan konsep yang terbukti secara ilmiah.
Beberapa balita pendek tidak dapat diklasifikasikan sebagai stunting karena bisa saja hanya mengalami kekurangan gizi berulang atau kronis. Kurangnya gizi pada anak secara terus menerus dapat memberikan efek kepada anak-anak seperti kenaikan berat badan yang tidak memadai atau weight faltering. Kurangnya gizi juga akan memberi pengaruh pada pembentukan hormon pertumbuhan sehingga penambahan tinggi badan juga akan terhambat.
“Ada dua hal yang bisa menyebabkan anak kekurangan gizi. Pertama, asupan tidak memadai, dan ini bisa terjadi karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan. Kedua, misalnya anak sering sakit, sehingga memiliki gangguan makan, atau memang memiliki masalah bayi berat lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan kelainan metabolisme bawaan yang harus ditangani dengan pemberian nutrisi khusus atau disebut pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK),” jelas Prof. Damayanti.
Kenali Stunting pada Anak
Hanya dokter anak yang dapat mengidentifikasi anak stunting atau tidak dan perlu dilakukan sejak awal sehingga dapat segera diberikan tindakan tepat yang diperlukan anak. Banyak penyebab anak bisa mengalami berperawakan pendek dan tidak hanya karena stunting, tetapi dapat terjadi secara normal karena familial short stature atau berasal dari keluarga yang berperawakan pendek) dan late bloomer serta patologis. Namun, juga bisa terjadi akibat kelainan genetika seperti skeletal dysplasia, mukopolisakaridosis, atau rakitis memerlukan penanganan yang berbeda dengan stunting.
Dalam pencegahan dan penanganan stunting orangtua memiliki peran penting untuk pemenuhan nutrisi berkualitas pada anak. Ketika anak sudah mengalami stunting, bukan berarti tidak ada harapan, tetapi kamu dapat mengatasinya dengan langkah perbaikan nutrisi yang dapat diberikan hingga anak berusia 9 tahun.
Advertisement
Peran Zat Gizi untuk Pertumbuhan Anak
Kunci menurunkan stunting adalah dengan mengonsumsi asam amino esensial yang bersumber dari protein hewani karena kelengkapan, kecukupan, dan bioavailabilitas asam amino esensial pada protein hewani lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein nabati. Sebanyak 20% anak mulai mengalami stunting sejak lahir, 20% pada saat mendapatkan ASI (0-6 bulan), 50% pada masa MPASI, dam 10% diatas 3 tahun.
Terdapat 3 tahapan percepatan penurunan stunting diantaranya:
- Pencegahan primer pada bayi normall di POSYANDU dengan mensosialisasikan ASI, MPASI, dan makanan keluarga berbasis protein hewani, serta penimbangan berat badan setiap bulannya untuk mendeteksi dini weight faltering.
- Setelah itu, anak akan dirujuk ke puskesmas untuk menjalani pencegahan sekunder saat bayi sudah mengalami weight faltering, berat badan kurang, gizi kurang dan gizi buruk. Dokter layanan primer akan menangani untuk mendeteksi dini dan menatalaksanan segara penyakit lainnya seperti tuberkulosis, infeksi saluran kemih, ISPA, dan lainnya yang memberikan terapi pangan olahan untuk keperluan diet khusus (PDK).
- Jika sudah mengalami stunting, maka akan dirujuk ke RSUD untuk mendapatkan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak dan ditangani sesuai indikasi. Jika perlu terapi khsus akan diberikan pangan olahan untuk keperluan medis khusus yang sesuai peruntukannya supaya menyelesaikan permasalahan stunting dan mencegah penurunan kognitif terllau besar.
“Pada gilirannya, pihak yang paling berperan besar dalam pencegahan stunting adalah orang tua. Setiap orang tua pasti ingin anaknya bisa tumbuh dan berkembang lebih baik. Untuk itu, kita tidak bisa mengharapkan orang lain. Jadi tugas memberikan asupan nutrisi berkualitas secara tepat, termasuk protein hewani, juga menjadi tanggung jawab orang tua. Selain itu, orang tua perlu mendeteksi dini weight falteringpada anaknya dengan melakukan penimbangan secara teratur. Jika kenaikan berat badan tidak memadai, segera datangi dokter umum atau dokter anak untuk mengetahui penyebabnya, mengatur pola makannya, sehingga anak tidak mengalami stunting dan kita bisa menyelamatkan generasi masa depan Indonesia,” tutup Prof. Damayanti.
*Penulis: Fani Varensia