Fimela.com, Jakarta Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Meskipun angka tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2019, namun isu stunting masih menjadi tantangan pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14% pada 2024.
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS., Guru Besar Pangan dan Gizi di Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan, saat ini, masalah gizi masih sering menjadi salah satu isu yang dihadapi oleh negara – negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Banyak sekali permasalahan gizi yang terjadi di sekitar kita, seperti stunting, obesitas, dan bertubuh kurus (wasting), dan permasalahan lainnya.
Gizi sendiri merupakan salah satu komponen penting bagi tumbuh kembang manusia, terutama pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
Advertisement
"Ini merupakan kesempatan emas untuk menciptakan generasi berkualitas yang bebas dari stunting dan masalah gizi lainnya. Pencegahan masalah gizi harus dilakukan sedini mungkin, salah satunya dengan mengonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang," ujar Prof. Dr. Ir. Ali dalam acara peringatan Hari Gizi Nasional bersama Nestlé, di Jakarta (25/1).
Sangat penting bagi masyarakat untuk memahami piramida makanan sebagai Pedoman Gizi Seimbang dan penerapan Isi Piringku menggunakan slogan Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA).
Advertisement
Pedoman konsep B2SA
Pedoman konsep B2SA adalah (1) Beragam, dimana terdapat bermacam-macam jenis makanan, baik hewani maupun nabati, sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral;
(2) Bergizi, adalah makanan yang mengandung zat gizi makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tubuh; (3) Seimbang, dikonsumsi secara cukup sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu dengan tetap memperhatikan proporsinya sesuai dengan Isi Piringku.
(4) Aman, yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia, dan mikrobiologi sehingga proses pengolahan dan penyimpanan makanan harus dilakukan dengan baik. Hal ini dipercaya sebagai pengganti konsep empat sehat dan lima sempurna, karena kebutuhan gizi tiap individu berbeda-beda dan tidak dapat disamaratakan.
Dengan menerapkan B2SA, kekurangan zat gizi dari satu jenis makanan akan dilengkapi dengan zat gizi dari makanan lain.
“Kita membutuhkan aneka ragam pangan, baik sumber karbohidrat, protein, maupun vitamin dan mineral, yang jika dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan dan tidak tercemar bahan berbahaya yang merugikan kesehatan,” tambah Prof. Ali Khomsan.
Melihat fakta tersebut, Nestlé Indonesia sebagai salah satu perusahaan makanan dan minuman yang berfokus kepada gizi, kesehatan dan keafiatan berkomitmen untuk senantiasa mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia melalui berbagai inisiatif, termasuk program edukasi terkait gizi.
Eka Herdiana, Corporate Nutritionist Nestlé Indonesia menambahkan bahwa meningkatkan profil gizi, kesehatan, dan kesejahteraan melalui makanan dan minuman merupakan bagian dari komitmen utama Nestlé.
“Sebagai perusahaan Good Food, Good Life, Nestlé Indonesia senantiasa menggunakan potensi makanan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap individu, saat ini dan untuk generasi mendatang. Nestlé berambisi untuk membantu 50 juta anak menjalani hidup yang lebih sehat pada 2030 dengan menyediakan pilihan yang lebih sehat dan tetap mengutamakan rasa yang disukai konsumen, serta menginspirasi masyarakat untuk hidup dengan lebih sehat, membangun dan menerapkan pengetahuan tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.
Nestlé juga berupaya dalam memenuhi asupan gizi masyarakat dengan menyediakan produk makanan yang difortifikasi dengan mikronutrien sebanyak 3,76 miliar pada tahun 2021, yang diperkaya dengan zat besi, zink, yodium, vitamin A, dan vitamin D guna mendukung pemenuhan kebutuhan mikronutrien masyarakat.