Fimela.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menetapkan dua perusahaan farmasi sebagai pelanggar sanksi administratif dan terduga pelanggar sanksi pidana terkait kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di Indonesia. Kedua perusahaan farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical. Penetapan kedua perusahaan farmasi ini sebagai pelanggar pidana berkaitan dengan adanya indikasi kandungan berbahaya dalam obat sirup yang dikonsumsi anak.
Melansir dari Liputan6.com, Kepala BPOM yakni Penny Lukito menyatakan bahwa BPOM telah menarik empat jenis produk obat yang dikeluarkan oleh kedua perusahaan farmasi terkait atas temuan indikasi kandungan berbahaya tersebut. Rincian produk obat yang ditarik yaitu satu produk obat milik PT Yarindo Farmatama dan tiga produk obat yang berasal dari PT Universal Pharmaceutical.
Advertisement
Bahan baku obat tidak memenuhi syarat
Menurut hasil penelusuran BPOM, keempat produk obat dari kedua farmasi terkait mengandung bahan-bahan yang berbayaha. Kandungan dari obat-obat tersebut adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku tidak memenuhi syarat dengan cemaran etilen glikol (EG) di atas batas aman. Penny Lukito selaku kepala BPOM juga telah mengungkapkan merk dari 4 produk obat berbahaya tersebut.
"Satu produk bernama Flurin DMP Syrup dari PT Yarindo Farmatama dan 3 produk dari universal yaitu Uni Baby Demam sirup, Uni Baby Demam Drugs, Uni Baby Cough Syrup," ucap Penny.
Penny juga memastikan dengan tegas bahwa produksi empat produk obat tersebut sudah dikenakan pidana. Selain itu, terkait penggunaan dan pengubahan bahan baku dalam produksi empat obat tersebut tidak dilaporkan oleh perusahaan farmasi yang berkaitan kepada pihak BPOM.
"Tidak melakukan kualifikasi suplier dan tidak melakukan pengujian sendiri bahan baku digunakan. (Bahkan) Flurin DMP Syrup (produk milik PT Yarindo Farmatama) terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol mengandung etilen glikol sebesar 48 mg per mililiter, dimana syaratnya harus kurang dari 0,1, jadi ada 100 kali-nya, bayangkan!," tegas Penny.
Pelanggaran pasal oleh kedua perusahaan farmasi
Penny menegaskan bahwa terdapat sejumlah pasal pidana yang disangkakan kepada kedua perusahaan farmasi tersebut. Pemberian pasal pidana ini patut diduga karena kedua perusahaan farmasi telah memproduksi atau mengedarkan ketersediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat dan mutu sebagaimana diatur dalam beleid nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Pasal yang dijatuhkan kepada kedua perusahaan farmasi tersebut adalah pasal 96 dan 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, mereka juga memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar dan syarat ketentuan UU Pasal 52 ayat 1 tahun 2018 dan UU RI nomor 8 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
"Jika penelusuran Bareskrim Polri menemukan kaitan kedua perusahan farmasi tersebut dengan ancaman kematian ditimbulkan dari produk tersebut, maka pasal disangkakan juga akan dikaitkan dengan pidana lainnya," tutup Penny.
*Penulis: Frida Anggi Pratasya.
#Women for Women