Fimela.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah mengeluarkan imbauan terkait penghentian sementara penjualan dan konsumsi obat sirup pada masyarakat. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya penanganan kasus gagal ginjal akut yang diduga disebabkan oleh kandungan berbahaya dalam obat sirrup.
Imbauan pengentian sementara obat sirup dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif bertanggal 18 Oktober 2022.
Mengutip dari Liputan6.com, Juru Biacara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengatakan bahwa sejak aturan tersebut keluar, tidak ada penambahan kasus gagal ginjal akut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Advertisement
"Surat edaran Kementerian Kesehatan pada tanggal 18 Oktober yang meminta untuk melarang penggunaan sekaligus menjual dan meresepkan (obat sirup) di fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, apotek sementara telah mencegah penambahan kasus baru di RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional ginjal. Tidak ada pasien baru sejak tanggal 22 Oktober yang lalu," ujar Syahril.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin juga turut memberikan konfirmasi terkait hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa terdapat penurunan drastis sejak larangan konsumsi obat sirup keluar. Budi mengungkapkan bahwa gejala klinis yang muncul sudah turun drastis sejak adanya pelarangan untuk konsumsi obat sirup.
"Kita lihat pasien yang masuk sekarang gejala klinisnya sesudah larangan itu dikeluarkan, itu turun drastis dari puluhan ke angka di bawah 10. Sudah dua hari ini kita belum nambah," kata Budi Gunadi dalam konferensi pers pada Senin, 24 Oktober 2022.
Advertisement
Lonjakan kasus dimulai pada bulan Agustus
Syahril mengungkapkan bahwa kasus gagal ginjal akut sebenarnya sellau ada setiap tahunnya. Namun, peningkatan signifikan pada kasus ini baru terjadi di akhir Agustus 2022. Ia juga menduga bahwa lonjakan kasus ini terjadi akibat cemaran senyawa kimia pada obat tertentu. Sebagian obat tersebut kini telah teridentifikasi oleh pihak Kemenkes RI.
"Kasus gagal ginjal ini terjadi setiap tahunnya. Namun demikian jumlahnya sangat kecil yaitu 1-2 kasus setiap bulan. Kasus gagal ginjal baru menjadi perhatian pemerintah setelah terjadi lonjakan pada akhir bulan Agustus dengan jumlah kasus lebih dari 35," ujar Syahril.
Syahril menyampaikan bahwa upaya penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak masih terus dilakukan. Mulai dari melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi, hingga melakukan penelitian-peneltian untuk mencari penyebab terjadinya gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia.
Biaya pengobatan ditanggung pemerintah
Pihak pemerintah sebelumnya telah memberikan rumah sakit rujukan untuk pasien gagal ginjal akut. Bersamaan dengan itu, Syahril juga memastikan bahwa seluruh biaya pengobatan pasien gagal ginjal akut akan ditanggung oleh pemerintah. Hal ini tidak hanya berlaku bagi peserta jaminan kesehatan nasional atau BPJS, namun juga pasien tidak mampu lainnya yang akan ditanggung oleh pemerintah daerah atau pusat setempat.
Selain itu, obat-obatan untuk gagal ginjal akut seperti obat antidotum juga akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Syahril menjelaskan bahwa obat antidotum digunakan karena memang ketersediaan dan efektivitasnya yang sudah mendapatkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan efektivitas mencapai 90 persen.
"Untuk obat antidotum yang didatangkan dari Australia, Singapura, mungkin nanti rencana Jepang dan Amerika, sudah disampaikan oleh Bapak Menteri Kesehatan, menjadi tanggungan dari pemerintah. Dari 11 pasien yang diberikan pengobatan, itu 10 memberikan perbaikan klinis yang sangat bermakna," jelas Syahril.
Advertisement
Terdapat 255 kasus dengan 143 meninggal dunia
Syahril mengungkapkan bahwa terdapat 26 provinsi yang melaporkan penambahan kasus gagal ginjal akut. Selain itu, angka kematian dari kasus gagal ginjal akut juga turut bertambah.
"Perkembangan kasus gagal ginjal akut per 24 Oktober terdapat 255 kasus, yang berasal dari 26 provinsi. Dan yang meninggal sebanyak 143 atau angka kematiannya 56 persen," ujar Syahril.
Syahril juga menambahkan bahwa penambahan kasus tersebut sebenarnya bukan merupakan kasus gagal ginjal akut baru, melainkan kasus yang baru saja dilaporkan dan datanya baru dimasukkan dalam daftar. Ia mengatakan bahwa kasus tambahan tersebut merupakan kasus lama yang terlambat dilaporkan, yang terjadi pada bulan September dan awal Oktober 2022.
*Penulis: Frida Anggi Pratasya.
#Women for Women