Fimela.com, Jakarta Jumlah kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) Progresif Atipikal pada tahun ini sudah mencapai 131 kasus, terhitung sampai 10 Oktober 2022. Dalam dua bulan terakhir terjadi peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius.
Hal ini dikatakan langsung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), walaupun tidak representatif seluruh Indonesia laporan mengenai data jumlah kasus tersebut. Namun tetap menimbulkan kewaspadaan bagi masyarakat.
Dilansir dari liputan6.com, Bambang Wibowo selaku Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) terkait dengan kesiapan rumah sakit dalam menangani kasus gangguan ginjal akut mengatakan bahwa kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal berbeda-beda. Ada yang masih terbatas, ada pula yang sudah sangat luas.
Advertisement
“Sebetulnya kalau kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal itu kan misalnya saja ada layanan peritoneal dialysis maupun hemodialisis. Untuk yang peritoneal dialysis masih terbatas tapi hemodialisis sudah sangat luas dan aksesnya sudah bagus didukung pula oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membuka akses,” ujar Bambang saat ditemui di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (12/10/2022), dikutip dari liputan6.com.
Perlu diketahui, peritoneal dialysis sendiri merupakan cara untuk mengeluarkan produk sampah dari darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukan pekerjaan secara memadai (gagal ginjal). Sedangkan, hemodialisis biasanya dikenal pula dengan cuci darah.
Bambang mengatakan terkait layanan transplantasi ginjal sudah ada di beberapa rumah sakit rujukan. Namun dari sisi pembiayaannya cukup besar, tapi transplantasi itu bisa menghemat dalam jangka waktu panjang karena kondisi pasien akan membaik dari waktu ke waktu. Di sisi lain, juga meningkatkan produktivitas pasien.
“Tapi persoalannya itu adalah pada donor, donornya tidak mudah. Sebetulnya sudah ada beberapa center yang bisa melakukan donor tapi tadi, kesulitan pada donor. Yang mau menerima banyak, tapi donornya tidak mudah,” ujar Bambang.
Advertisement
Masih Perlu Diselidiki Lebih Lanjut
Selain itu, Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan puncak kasus gangguan ginjal akut diperkirakan terjadi pada September lalu, karena terjadi penurunan pada bulan ini. Awalnya ia mengira kasus tersebut terkait dengan COVID-19, namun ternyata tidak, sehingga masih perlu di selidiki lebih lanjut. Meskipun angka kematiannya cukup tinggi. Ia mengatakan untuk tetap waspada, tapi jangan terlalu panik.
Piprim juga menguraikan bahwa acute kidney injury biasanya terjadi pada anak-anak dengan masalah ginjal bawaan. Namun, pada pasien saat ini, ginjal awalnya normal dan bukan karena kelainan bawaan.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati pada kesempatan yang sama juga menambahkan bahwa sejak Agustus 2022, pihaknya melihat peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan Acute Kidney Injury.
Data mengenai kasus AKI menjelaskan bahwa anak-anak yang terkena biasanya berusia di bawah 5 tahun (balita). Untuk di luar Jakarta, mereka juga menerima laporan kasus AKI dari anak belasan tahun. Di Jakarta sendiri IDAI belum menemukan kasus yang di atas 8 tahun.
Masih Belum Ditemukan Penyebabnya
Unknown origin merupakan sebutan untuk penyakit seperti hepatitis akut. Selain itu, gangguan ginjal akut ini tidak pernah menjadi diagnosis tunggal sebelumnya. Maka dari itu, AKI pasti merupakan kondisi yang ada penyebabnya. Tidak ditemukan penyebab umum yang biasanya timbul pada anak-anak ini. Seperti yang sering terjadi, AKI biasanya terjadi akibat efek dari kehilangan cairan atau kekurangan cairan dalam waktu yang singkat
Contohnya seperti kehilangan cairan pada anak yang mengalami diare, sehingga dehidrasi hebat. Hal ini juga dapat terjadi pada anak-anak dengan demam berdarah atau dengue yang parah. Kondisi kekurangan cairan yang masuk ke ginjal bisa menyebabkan AKI. Selain itu, penyebabnya adalah infeksi yang berat.
Namun, pada anak yang saat ini mengalami AKI, tidak ada alasan atau penyebab pasti yang dikeluhkan sebelum terjadi gangguan ginjal akut. Dalam wawancara dengan orangtua pasien AKI, masih tidak jelas dan cenderung tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine, sehingga IDAI belum mendapatkan penyebabnya.
Anak hanya mengalami batuk, pilek, muntah, dan dalam beberapa hari. Kemudian dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urinenya. Pasien di Jakarta, sekitar 80-90 persen membutuhkan cuci darah. Sejauh ini belum ada pasien yang mampu bertahan, belum ada yang menjalani cuci darah hingga lebih dari tiga bulan.
Maka dari itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan atau menyelidiki penyebabnya. Namun sejauh ini data yang diperoleh tidak mengarah pada satu titik. Padahal, penyelidikan sudah dilakukan secara lengkap.
*Penulis: Sri Widyastuti
#Women For Women