Fimela.com, Jakarta Jumlah kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) pada tahun ini sudah mencapai 131 kasus, terhitung sampai 10 Oktober 2022. Hal ini dikatakan langsung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), walaupun tidak representatif seluruh Indonesia laporan mengenai data jumlah kasus tersebut. Namun tetap menimbulkan kewaspadaan bagi masyarakat.
Dilansir dari liputan6.com, Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan puncak kasus gangguan ginjal akut diperkirakan terjadi pada September lalu, karena terjadi penurunan pada bulan ini. Awalnya ia mengira kasus tersebut terkait dengan COVID-19, namun ternyata tidak, sehingga masih perlu di selidiki lebih lanjut. Meskipun angka kematiannya cukup tinggi. Ia mengatakan untuk tetap waspada, tapi jangan terlalu panik.
Piprim juga menguraikan bahwa acute kidney injury biasanya terjadi pada anak-anak dengan masalah ginjal bawaan. Namun, pada pasien saat ini, ginjal awalnya normal dan bukan karena kelainan bawaan.
Advertisement
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati pada kesempatan yang sama juga menambahkan bahwa sejak Agustus 2022, pihaknya melihat peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan acute kidney injury.
Advertisement
Masih Belum Ditemukan Penyebabnya
Unknown origin merupakan sebutan untuk penyakit seperti hepatitis akut. Selain itu, gangguan ginjal akut ini tidak pernah menjadi diagnosis tunggal sebelumnya. Maka dari itu, AKI pasti merupakan kondisi yang ada penyebabnya. Tidak ditemukan penyebab umum yang biasanya timbul pada anak-anak ini. Seperti yang sering terjadi, AKI biasanya terjadi akibat efek dari kehilangan cairan atau kekurangan cairan dalam waktu yang singkat
Contohnya seperti kehilangan cairan pada anak yang mengalami diare, sehingga dehidrasi hebat. Hal ini juga dapat terjadi pada anak-anak dengan demam berdarah atau dengue yang parah. Kondisi kekurangan cairan yang masuk ke ginjal bisa menyebabkan AKI. Selain itu, penyebabnya adalah infeksi yang berat.
Namun, pada anak yang saat ini mengalami AKI, tidak ada alasan atau penyebab pasti yang dikeluhkan sebelum terjadi gangguan ginjal akut. Dalam wawancara dengan orangtua pasien AKI, masih tidak jelas dan cenderung tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine, sehingga IDAI belum mendapatkan penyebabnya.
Maka dari itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan atau menyelidiki penyebabnya. Namun sejauh ini data yang diperoleh tidak mengarah pada satu titik. Padahal, penyelidikan sudah dilakukan secara lengkap.
Sampai 10 Oktober ini, Piprim menyampaikan ada 14 cabang IDAI yang melaporkan kasus AKI, dengan jumlah total 131 kasus. Sebelumnya, ada 35 kasus pada Agustus. Sebulan kemudian, pada bulan September, melonjak menjadi 71.
Gejala yang Seragam
Dari segi gejala, Eka mengatakan anak yang terkena AKI cenderung memiliki gejala yang seragam. Diawali infeksi seperti batuk, pilek, muntah, dan diare dalam beberapa hari. infeksi ini tidak berat dan secara teori tidak bisa menyebabkan AKI. Namun dalam tiga sampai lima hari anak mengalami penurunan jumlah atau volume dan frekuensi buang air kecil dan mungkin tidak bisa buang air kecil sama sekali.
“Tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali urinenya. Anak-anak ini hampir semuanya datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit. Jadi perlu waspada jika ada penurunan volume buang air kecil pada anak maka harus segera dibawa ke rumah sakit,” ucap Eka, dikutip dari liputan6.com.
Data mengenai kasus AKI menjelaskan bahwa anak-anak yang terkena biasanya berusia di bawah 5 tahun (balita). Untuk di luar Jakarta, mereka juga menerima laporan kasus AKI dari anak belasan tahun. Di Jakarta sendiri IDAI belum menemukan kasus yang di atas 8 tahun.
Â
*Penulis: Sri Widyastuti
#Women For Women