Sukses

Health

WHO Sebut Perempuan Dua Kali Lebih Rentan Terkena Long Covid Dibanding Pria

Fimela.com, Jakarta Kondisi pasca-COVID diketahui oleh WHO pada Dsember 2021 lalu. Bersamaan dengan hal tersebut, WHO telah merilis laporan dan mencantumkan semua gejala terkait pasca-COVID. Mengutip dari Liputan6.com, WHO mengatakan setidaknya terdapat 17 juta orang di wilayah Eropa mengalami gejala Long Covid pada dua tahun pertama pandemi.

Menanggapi hal tersebut, WHO mendesak seluruh negara untuk menganggap serius kondisi pasca-COVID atau long Covid dengan segera berinvestasi dalam penelitian, pemulihan, dan rehabilitasi. WHO juga mengatakan bahwa jutaan orang mungkin harus hidup dengan menderita Long Covid selama bertahun-tahun yang akan datang.

Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) melakukan pemodelan baru untuk WHO/Eropa di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di Amerika Serikat dan hasilnya menunjukkan bahwa setidaknya 17 juta orang di seluruh dunia mengalami Long Covid dalam dua tahun pertama pandemi.

"Negara-negara Anggota WHO Wilayah Eropa mungkin telah mengalami kondisi pasca COVID-19, juga dikenal sebagai Long Covid," bunyi laporan WHO yang dikutip dari Liputan6.com.

Perempuan Lebih Rentan Terkena Long Covid

Menurut laporan WHO yang juga mendukung beberapa studi penelitian yang menemukan bahwa perempuan memiliki resiko lebih buruk terkait Long Covid dibandingkan dengan pria. Mengutip dari Liputan6.com, berikut potongan isi laporan WHO.

"Pemodelan ini juga menunjukkan bahwa perempuan dua kali lebih mungkin dibandingkan laki-laki untuk mengalami Long Covid. Selain itu, risiko meningkat secara dramatis di antara kasus COVID-19 parah yang membutuhkan rawat inap, dengan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki cenderung mengembangkan COVID-19 yang lama.”

WHO juga memperkirakan terdapat 10-20% orang yang menderita Long Covid mengembangkan berbagai efek jangka menengah dan panjang. Data tersebut juga telah ditemukan oleh berbagai peneliti. Secara global, terdapat lebih dari 144 juta orang menderita kondisi Long Covid.

Selain itu, WHO juga telah membuat daftar efek jangka panjang dari COVID-19 yang di antaranya adalah kelelahan, sesak napas, dan disfungsi kognitif seperti kebingungan, pelupa, atau kurangnya fokus dan kejelasan mental.

Pengamat kesehatan global mengatakan gejala Long Covid lebih mungkin berdampak pada kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, kesehatan mental perlu lebih difokuskan pada penderita Long Covid. Gejala Long Covid memiliki sifat dapat benar-benar datang dan pergi seiring waktu.

Gejala dan Komplikasi Long Covid

Selain gejala Long Covid yang telah disebutkan, terdapat pula komplikasi tertentu yang dialami oleh penderita Long Covid. Komplikasi yang pertama adalah rambut rontok. Sebuah studi penelitian mengatakan bahwa penderita Long Covid memiliki telogen effluvium atau kerontokan rambut yang berlebih pada satu hingga dua bulan pasca terinfeksi COVID-19. Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 60% orang mengalami kondisi ini.

Komplikasi kedua adalah tinnitus atau sensari berdenging di telinga. Hal ini banyak dirasakan oleh orang yang terinfeksi COVID-19. Meskipun sebelumnya tidak ada penelitian yang cukup terkait hal ini, namun peneliti menjadi tertarik dan hubungan di antara kedua hal ini dikarenakan banyaknya laporan yang muncul terkait gejala tinnitus yang dialami oleh orang yang pernah terinfeksi COVID-19.

Selain itu, masih banyak komplikasi lain terkait gejala Long Covid yaitu takikardia, masalah pencernaan, trombosis vena dalam, emboli paru, dan masalah kulit. Badan kesehatan global pun telah melakukan tiga tujuan pengakuan dan berbagi pengetahuan, penelitian, dan pelaporan melalui pengumpulan data dan rehiabilitasi yang didasarkan pada bukti efektivitas untuk memusatkan perhatian pada Long Covid di wilayah WHO/Eropa.

Selain itu, WHO/Eropa juga telah menjalin kemitraan resmi dengan Long Covid Europe yang merupakan sebuah organiasi jaringan yang terdiri dari 19 asosiasi pasien yang berbasis di negara-negara anggota di seluruh Wilayah Eropa. Kemitraan resmi ini dilakukan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan seputar Long Covid.

"Tidak meninggalkan siapa pun lebih dari sekadar slogan, dan membiarkan orang berjuang dengan konsekuensi dari infeksi COVID-19 mereka sementara yang lain melanjutkan hidup mereka bukanlah suatu pilihan," kata Dr Natasha Azzopardi-Muscat, Direktur WHO/Eropa Kebijakan dan Sistem Kesehatan Negara yang dikutip dari Liputan6.com.

 

Penulis: Frida Anggi Pratasya

#Women for Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading