Fimela.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI menyetujui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. Di dalam RUU tersebut tertuang soal aturan kewajiban cuti melahirkan selama enam bulan.
Kebijakan baru ini menuai pro dan kontra di kalangan pengusaha dan karyawan. Namun, menurut peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja FKUI Dr. Ray Wagiu Basrowi, cuti melahirkan 6 bulan terbukti secara ilmiah memberi dampak baik terhadap Kesehatan ibu dan anak, dan berujung pada kesehatan masa depan bangsa.
“Mulai dari hasil review mendalam dan expert consensus penelitian kami sejak sepuluh tahun silam menunjukkan bahwa memperpanjang cuti melahirkan hingga 6 bulan mutlak memberi daya ungkit terhadap keberhasilan ASI eksklulsif, kesehatan ibu dan bayi serta mempertahankan produktivitas pekerja perempuan,” ujar Dr Ray.
Advertisement
Advertisement
Keuntungan cuti melahirkan enam bulan
Dalam penelitian yang dipublikasikan terkait cuti melahirkan enam bulan ini menyebut ada banyak keuntungan yang bisa didapat ibu dan anak. Mayoritas hasil penelitian ini merujuk pada satu bukti yang sama yaitu cuti enam bulan sangat efektif meningkatkan potensi kesuksesan ASI eksklusif, mengoptimalkan status kesehatan ibu dan bayi, mempertahankan produktivitas pekerja serta berdampak positif bagi ketahanan keluarga.
Dr. Ray mengungkapkan pekerja perempuan yang baru masuk kerja setelah enam bulan dan berhasil memberikan ASI eksklusif memiliki tingkat produktivitas delapan kali lebih baik.
"Sebaliknya apabila ibu menyusui harus kembali bekerja di usia bayi 2-3 bulan, maka risiko Kesehatan meningkat signifikan, terutama karena proses laktasi nya terganggu. Akibatnya produktivitas tidak maksimal.” ungkap Dr. Ray.
Tingkat kegagalan ASI dalam cuti melahirkan tiga bulan
Penelitian yang dilakukan sejak 2012 hingga 2015 menegaskan pekerja buruh perempuan yang kembali bekerja pada usia bayi tidak bulan memiliki tingkat kegagalan ASI Eksklusif hingga 81%. Artinya hanya 19% buruh yang menyusui yang bisa ASI eksklusif.
Sementara dalam peneltian yang dipublikasikan di jurnal PGHN bertajuk “Benefits of a Dedicated Breastfeeding Facility and Support Program for Exclusive Breastfeeding among Workers in Indonesia”, membuktikan bahwa cuti melahirkan tiga bulan dan gagal ASI eksklusif mengakibatkan kondisi kualitas kerja juga menurun drastis dan peluang ibu untuk absen dari pabrik dan kantor juga hingga dua kali lebih besar.
Advertisement
Meningkatkan keberhasilan ASI
Penelitian tim kedokteran kerja FKUI juga diperdalam dengan formulasi kebijakan dan program serta intervensi hingga tahun 2019. Dalam penelitian berjudul Developing Workplace Lactation Promotion Model in Indonesia yang dipublikasikan di BMC Archives of Public Health, konsensus multi pakar menegaskan cuti melahirkan minimal 6 bulan adalah kebijakan utama yang paling efektif dalam meningkatkan keberhasilan ASI Eksklusif hingga 8 kali lebih besar.
Sedangkan dalam penelitian intervensi sejak 2018 pada pegawai kantoran perusahan multinasional yang mendapat kesempatan cuti emam bulan, tingkat keberhasilan ASI dan kepatuhan kerja setelah kembali bekerja jauh lebih efektif dibanding yang mendapat cuti kurang dari enam bulan.
“Selain masalah kesehatan bayi yang lebih tinggi, Kesehatan reproduksi dan kesehatan mental ibu pekerja yang harus meninggalkan bayi kurang dari 6 bulan di rumah juga menjadi lebih berisiko," kata dr. Ray.