Fimela.com, Jakarta Efek infeksi dari COVID-19 bisa terjadi dengan kondisi yang berbeda-beda di setiap orang. Pada kasus yang serius, COVID-19 berpotensi untuk menyebabkan long covid yang berakibat pada kerja organ tubuh secara jangka panjang.
Untuk mengurangi risiko dampak dari COVID-19, Food and Drug Administration (FDS) Amerika Serikat menyetujui atas penggunaan otorisasi penggunaan darurat Paxlovid sebagai obat bagi pasien COVID-19. Paxlovid sendiri kini menjadi bagian dari terapi oral khusus SARS-CoV-2 guna meminimalisir efek COVID-19 pada tubuh, mencegah rawat inap, hingga kematian.
Advertisement
BACA JUGA
Dalam artikel yang ditulis oleh Asosiasi Profesor Universitas Putra Malaysia, Paxlovid telah diuji secara klinis dengan 90 persen efektif mencegah rawat inap dan kematian pasien berisiko tinggi. Selain itu, Paxlovid juga mampu melawan VOC SARS-CoV-2, termasuk omicron. Paxlovid juga dilaporkan dapat menghambat coronavirus lainnya, termasuk SARS dan MERS.
Bimo Ario Tejo, Ph.D, Associate Professor, Departemen Kimia di Universiti Putra Malaysia menjelaskan Paxlovid efektif untuk semua varian karena menyasar pada enzim protease virus yang laju mutasinya jauh lebih rendah dibandingkan mutasi pada bagian spike virus SARS-CoV-2.
Advertisement
Uji klinis Paxlovid
Paxlovid akan tersedia dalam bentuk blister berisi dua tablet Nirmatrelvir 150 mg, dan satu tablet Ritonavir 100 mg. Nirmaltrevir bekerja dengan menghambat enzim protease yang digunakan oleh virus SARS-CoV-2 untuk bereproduksi didalam tubuh manusia. Hasilnya perkembangan virus menjadi terhambat karena nirmaltrevir memiliki kemungkinan terurai didalam tubuh manusia (sehingga efektivitasnya berkurang). Sehingga ditambahkan ritonavir untuk menjaga kestabilan nirmaltrevir supaya tidak mudah terurai.
Hasil uji klinis Paxlovid (nirmaltrevir dan ritonavir) oleh Pfizer yang melibatkan 2.246 orang menunjukkan efektivitas 89 persen mengurangi risiko rawat inap dan kematian jika diberikan 3 hari setelah munculnya gejala, atau 88 persen jika diberikan 5 hari setelah munculnya gejala.
Selain itu, dalam uji klinis Paxlovid tersebut populasi Asia dimasukkan dalam subyek uji klinis. Komposisinya adalah 72 persen Kaukasia, 5 persen Afrika, dan 14 persen orang ras Asia.
Sudah digunakan di beberapa negara
Paxlovid aman dikonsumsi oleh pasien Covid usia 12 tahun ke atas dan berat 40 kg atau lebih. Meski demikian, Bimo mengingatkan bahwa Paxlovid tidak efektif untuk pasien COVID-19 yang bergejala berat dan sudah dirawat di rumah sakit. Obat ini juga harus diberikan segera setelah terindikasi positif COVID-19, sebaiknya dalam rentang waktu 5 hari setelah munculnya gejala, dan tidak bisa digunakan lebih dari 5 hari berturut-turut.
“Paxlovid hanya bisa diberikan dengan resep dokter dan tidak bisa digunakan untuk mencegah COVID-19. Jadi protokol Kesehatan dan vaksinasi tetap harus dijalankan,” tegas Bimo.
Berbagai negara sudah menggunakan Paxlovid. Di wilayah timur, Korea Selatan menjadi negara Asia pertama yang telah menyetujui penggunaan Paxlovid. Sementara Indonesia sudah kedatangan Paxlovid dan masih menunggu kajian efikasi, khasiat, dan efek samping dari paxlovid yang dilakukan oleh BPOM.