Fimela.com, Jakarta COVID-19 terus bermutasi ke seluruh dunia dan selalu berubah seiring berjalannya waktu. Salah satu mutasi yang ditemukan dan merupakan varian yang paling ganas adalah varian delta.
Varian delta ini terus bermutasi sehingga kemudian muncul subvarian baru yang disebut sebagai varian delta plus atau AY.4.2. Dalam hal ini, COVID-19 varian tersebut baru saja terdeteksi di Singapura belum lama ini, tepatnya pada Selasa (26/10). Hal tersebut dikemukakan dan dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Singapura.
Advertisement
BACA JUGA
Varian virus Delta Plus diyakini lebih menular dari varian lain, sehingga penyebaran varian ini yang perlu diwaspadai di Indonesia, karena subvarian inilah yang diduga menyebabkan lonjakan kasus di Inggris.
Para ahli mengungkapkan bahwa subvarian ini sangat berpotensi masuk ke Indonesia, sehingga mereka masih mempelajari efeknya hingga saat ini. Melansir Liputan6.com, Jumat (5/11), berikut 6 fakta terkait COVID-19 varian Delta Plus yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Advertisement
1. Turunan dari varian Delta
Varian ini merupakan subvarian dari varian delta yang sangat menular dibandingkan varian lainnya. Dalam hal ini, Delta Plus memiliki nama lain yakni AY.4.2, yang merupakan kombinasi antara varian Delta AY.4 dengan mutasi pada spike S:Y145H.
Varian ini merupakan cabang dari Delta yang mencakup beberapa mutasi baru yang memengaruhi protein spike, yang digunakan virus untuk menembus sel-sel. sub varian ini berisi perubahan yang dapat memberikan keunggulan kelangsungan hidup virus jika dibandingkan varian lainnya.
2. Lebih Menular, tetapi Tidak Mematikan
Direktur Institut Genetika Universitas College London (UCL) Prof. Francois Balloux mengungkapkan bukti-bukti bahwa varian Delta AY.4.2 merupakan varian yang 10% lebih menular dibandingkan varian Delta aslinya. Hal tersebut dilansir Liputan6.com dari laman Healthline, Kamis (4/11).
“Peningkatannya juga tampaknya tidak spesifik wilayah, yang mungkin menunjukkan bahwa AY.4.2 secara intrinsik lebih mudah menular, daripada dibawa oleh demografis,” ujar Balloux, dikutip dari Healthline.
Peningkatan 10 persen dapat menjadikan varian baru yang paling menular. Namun, meski begitu para ahli mengatakan bahwa varian tersebut tidak berarti lebih mengkhawatirkan apalagi mematikan.
3. Termasuk Varian of Interest
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan AY.4.2 ke dalam variant of interest. Dalam hal ini, variant of interest diidentifikasikan sebagai penyebab penularan komunitas yang signifikan atau beberapa klaster COVID-19.
Tidak seperti varian Delta, bagaimanapun, varian ‘Delta Plus’ ini belum dianggap sebagai variant of concerns (varian yang perlu menjadi perhatian), yang merupakan kategori tertinggi yang diberikan untuk varian sesuai dengan tingkat risiko mereka.
4. Negara dengan Kasus Delta Plus
Menurut data resmi terbaru dari database pelaporan virus GISAID, sejumlah negara telah melaporkan temuan kasus Delta Plus, di antaranya di Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagian Eropa Barat.
Dalam rinciannya, hingga 16 Juni 2021, setidaknya terdapat 197 kasus Delta Plus yang telah ditemukan di 11 negara, yakni Inggris (36), Kanada (1), India (8), Jepang (15), Nepal (3), Polandia (9), Portugal (22), Rusia (1), Swiss (18), Turki (1), Amerika (83).
Lalu, terhitung sejak Kamis (28/10) lalu, Singapura melaporkan temuan pertama kasus Delta Plusnya. Meski telah terdeteksi, Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan tak ada bukti penyebaran ke masyarakat dari adanya kasus tersebut.
Advertisement
5. Diduga Sebabkan Lonjakan Kasus di Inggris
Meski bukan termasuk dalam varian yang menjadi perhatian (variant of concerns), varian Delta Plus atau AY.4.2 ini diduga menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus COVID-19 di Inggris.
Menurut data resmi terbaru, varian ini telah diidentifikasi pada sekitar 6 persen kasus di Inggris. Badan Keamanan Kesehatan Inggris mengungkapkan bahwa subtipe baru Delta Plus menyebar di Inggris.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kekhawatiran bahwa ini dapat meningkatkan tingkat infeksi lebih jauh.
Badan tersebut melaporkan bahwa varian tersebut menyumbang 6% dari semua sekuens genetik SARS-CoV-2 pada minggu yang dimulai 27 September 2021, yang mana merupakan minggu terakhir data sekuensing lengkap tersedia.
6. Efeknya Masih Terus Diteliti
Meski telah terdeteksi di sejumlah negara, para ahli telah mencatat bahwa AY.4.2 belum menjadi strain dominan di negara-negara yang telah mendeteksi adanya varian ini. Hingga saat ini, efek varian Delta Plus masih terus diteliti.
Kementerian Kesehatan Singapura mengungkapkan, saat ini efek dari varian AY.4.2 masih terus dipelajari. Untuk sementara, varian tersebut memiliki tingkat penularan dan keparahan penyakit seperti varian Delta.
Penulis: Chrisstella Efivania
#ElevateWomen