Fimela.com, Jakarta Popularitas minuman herbal yang terbuat dari jahe merah melambung saat pandemi Covid-19 karena khasiatnya sebagai penambah imunitas. Tak heran, banyak orang mencoba peruntungan baru dengan berbisnis minuman instan seduh komoditas jahe merah.
Seperti pengusaha dadakan Ekawati dari provinsi Banten yang berani menerima tantangan untuk mengembangkan diri menjadi lebih berdaya setelah mengikuti pelatihan Go Digital ASEAN. Setelah mengikuti program yang diluncurkan serentak di 10 negara ASEAN sejak puncak pandemi pada Juni 2020 ini, Ekawati memantapkan diri untuk mengolah hasil kebun sang suami yang menanam jahe merah.
"Ketika hasil panen jahe merah berlimpah dan membutuhkan alternatif produk untuk dijual dan juga dorongan dari lingkungan sekitar, membuat saya terinspirasi mengolahnya menjadi minuman instan. Inspirasi ini juga saya dapat setelah mengikuti pelatihan Go Digital ASEAN untuk mencari produk baru yang akan dipasarkan dan dijual," ujar Ekawati pada Fimela.com.
Advertisement
Maka saat ruang gerak terbatas karena pembatasan yang diberlakukan dalam situasi pandemi, Ekawati tetap bisa bergerak leluasa. Pelatihan tersebut mengubah cara pemasaran dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
"Di masa pandemi, tantangan yang dirasakan adalah mempromosikan karena ada pembatasan PPKM. Setelah pelatihan, saya belajar untuk memaksimalkan penggunaan internet untuk produk baru saya dan berjualan secara online," lanjut Ekawati.
Advertisement
Menjaga Kualitas dan Konsistensi Rasa
Ekawati tak menyangka jika usahanya justru bertambah laris saat pandemi. Ia dan suami berhasil melewati masa sulit saat kondisi ekonomi banyak orang terbelit.
"Saya juga sempat mengalami penurunan pendapatan di masa awal pandemi. Karena awalnya hanya dijual ke warga desa sekitar, baru setelah menggunakan media sosial, bisa menjangkau pelanggan baru," kenang Ekawati.
Menjangkau pelanggan baru, berarti siap menjaga kualitas produk minuman jahe merah instannya. Karena di era per-media sosial, semua orang bisa melakukan honest review tentang makanan atau minuman yang dicobanya.
"Pernah ada yang bilang agar rasa tidak terlalu pedas, jadi saya menambahkan gula karena perbandingan saya 1:1. Tapi setelahnya ada juga yang protes rasanya jadi kurang pedas," cerita Ekawati.
Sampai akhirnya, ia menemukan solusi dan memilih untuk memakai takaran pertama dengan perbandingan 1:1. Ia menyarankan pada para pelanggan untuk menambahkan gula sesuai selera masing-masing jika ada yang merasa masih terlalu pedas.
Strategi Bertahan di Tengah Persaingan Minuman Herbal
Setelah punya pelanggan di luar desanya, Ekawati siap memasuki persaingan dengan sesama pengusaha minuman herbal. Selain tetap menjaga resep, takaran, dan memakai bahan alami tanpa pengawet, ia juga bersaing urusan harga.
"Saya menjaga harga tetap sama walau ada perubahan harga bahan baku di pasar. Saya juga mempekerjakan pengecer untuk memperluas jangkauan selain memaksimalkan di media sosial, dalam waktu tiga bulan, penjualan naik sampai dua kali lipat," lanjut Ekawati.
Ia masih ingat saat memulai usaha rumahannya kala itu, bagaimana caranya menjaga semangat, ketekutan, dan telaten saat sudah berkomitmen untuk terjun sebagai pengusaha. Karena pasti dalam prosesnya akan menemukan kendala dan tantangan.
"Harus tetap semangat kalaupun waktu produksi ada yang tidak berhasil. Serta tekun dan telaten di setiap proses pembuatan sehingga produksi berjalan baik dan berhasil," tutup Ekawati.
Advertisement
Tentang Program Go Digital ASEAN
Program Go Digital ASEAN telah membantu lebih dari 37.000 masyarakat Indonesia yang berasal dari komunitas marjinal dalam 18 bulan terakhir. Mereka mendapatkan pembekalan berupa rangkaian pelatihan termasuk penggunaan perangkat digital yang mendukung untuk membuka peluang ekonomi, lapangan pekerjaan, sekaligus memitigasi dampak negatif dari Covid-19 pada mata pencaharian mereka.
Program Go Digital ASEAN sendiri merupakan inisiatif dalam meningkatkan kemampuan digital senilai USD 3,3 juta yang dipelopori oleh organisasi pembangunan internasional nirlaba, The Asia Foundation dan didanai oleh cabang filantropis Google, Google.org
Program yang diluncurkan secara serentak di 10 negara ASEAN sejak puncak pandemi pada Juni 2020 ini, bertujuan untuk meningkatkan keterampilan individu dan pelaku usaha mikro hingga sebanyak 200.000 orang. Sebagaimana visi yang dicanangkan oleh Komite Koordinasi ASEAN tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (ACCMSME) dalam menutup kesenjangan digital.
Sebagai hasil dari program ini, lebih dari 94% peserta pelatihan telah membuktikan peningkatan kompetensi digital mereka. Sebanyak 70% pelaku usaha mikro yang telah mengikuti pelatihan ini telah berhasil mengubah bisnis mereka menjadi online selama masa pandemi Covid-19, sementara 53% diantaranya melihat adanya peningkatan interaksi dengan pelanggan.
Adapun lebih spesifik untuk segmen pelaku usaha wanita, memperoleh kepercayaan diri yang signifikan dari program ini, dengan 1 dari 3 menggunakan pengetahuan yang mereka pelajari pada program untuk membuat atau menyempurnakan rencana bisnis mereka, dan 1 dari 3 lainnya menggunakannya untuk mengembangkan bisnis mereka.
Keterampilan baru ini juga telah membantu 92% pencari kerja untuk merasa lebih siap menjalani masa depan, sementara 68% diantaranya telah berhasil mempertahankan pekerjaan mereka setelah mengikuti pelatihan ini.
#WomenForWomen