Sukses

Food

Diary Fimela: Hilangkan Stigma, UMKM Ini Berinovasi Hadirkan Jamu Kekinian yang Menyehatkan

Fimela.com, Jakarta Selama ini jamu tradisional kental dengan stigma obat dan rasa pahit, lain dengan minuman-minuman kekinian yang rasanya lebih bersahabat dengan lidah Jamu juga identik dengan kekunoan yang hanya diminum oleh orangtua, alih-alih anak muda.

Padahal, jamu merupakan minuman tradisional yang menyehatkan. Sebab diracik dengan bahan alami herbal tanpa bahan kimia.

Berkaca dari fenomena itu, sebuah bisnis UMKM bernama Wedhangan Q berinovasi menghadirkan jamu kekinian yang enak tanpa mengurangi khasiatnya bagi kesehatan.  

Terinspirasi akan sejarah, budaya, dan kearifan seputar rempah dan rimpang Indonesia, UMKM yang telah membuka outlet pertamanya di Kawasan Jakarta Selatan pada Oktober 2021 ini menawarkan produk minuman racikan berbahan dasar rempah dan rimpang.

Selain menghadirkan jamu dalam bentuk botol/kemasan Ready To Drink (RTD), Wedhangan Q juga menyajikan minuman jamu kekinian yang telah melalui proses eksplorasi rasa dengan pencampuran berbagai bahan.  Diantaranya yang menjadi andalan adalah Es Kunyit Asem Nanas, Es Gula Asem Pedas, Kunyit Latte, Teh Talua.

Ketidaksengajaan membawa berkah

Siapa sangka, berdirinya Wedhangan Q berawal dari ketidaksukaan pemilik Wedhangan Q, Puri Advanti Indah terhadap jamu. Stigma akan rasa jamu yang pahit membuat perempuan yang akrab disapa Puri ini enggan mencicipi jamu.

Puri mengaku, pertemuannya dengan jamu adalah ketidaksengajaan. Berawal dari mbok jamu yang berjualan di sekitaran sekolah, lalu difasilitasi untuk membuka kanal penjualan jamu RTD secara digital.

Hingga suatu ketika akhirnya jamu memutuskan untuk pulang kampung akibat situasi PPKM yang berkepanjangan. Wedhangan Q tetap meramu dan meracik jamu untuk memenuhi permintaan pelanggan.

“Saya sebenarnya bukan peminum jamu awalnya. Ingatan saya tentang jamu itu enggak menyenangkan. Hingga ketika saya mengantar anak ke sekolah melihat mbok jamu yang berjualan di sekitar sekolah. Karena saya enggak ngejamu, jadi sering ditawarin,” ujar Puri kepada FIMELA.

"Tahun 2020, saat awal pandemi Covid-19 dan PSBB berlangsung saya bertemu lagi dengan mbok Jamu yang ternyata masih mangkal di sekitar sekolah. Lalu dari situlah saya menawarkan untuk memasarkannya secara online. Sudah mulai rutin berjalan, mbok jamu itu memutuskan pulang kampung. Mau tidak mau saya harus meracik sendiri. Mulai dari situ perjalanan saya mengenal lagi rempah-rempah untuk menjadi sebuah jamu,” lanjut ibu dari satu anak itu.

Eksplorasi jamu tradisional menjadi kekinian

Puri yang tidak memiliki background di bidang food and beverage  bersama rekan-rekannya pun belajar meracik jamu secara otodidak. Eksplorasi rasa jamu dengan pencampuran berbagai bahan telah dilakukan untuk menghasilkan rasa jamu yang dapat diterima oleh masyarakat di segala usia.

“Proses inilah yang menarik. Karena kami menemukan karakter-karakter dari rempah yang sebelumnya tidak diketahui, Perjalanan menemukannya itu yang seru,” cerita Puri.

Lebih lanjut, Puri mengaku dirinya tak ingin sekedar menyuguhkan jamu RTD, tetapi juga ingin memberikan pengalaman atas kekayaan rasa rempah-rempah yang dimiliki bangsa Indonesia melalui minuman jamu.

Akhirnya, Puri bersama rekan-rekan belajar meramu jamu secara otodidak. Dari sinilah ia dan rekan-rekannya mencoba eksplorasi rasa jamu menjadi kekinian agar bisa diterima oleh masyarakat dari segala usia.

“Salah satu eksperimen yang kita buat adalah kunyit latte, ini dicampur dengan jahe dan kayu manis. Namun ternyata rasanya menjadi seperti matcha dengan tetap ada unsur rempah-rempahnya. Ketika customer coba, dia merasa seperti kembali ke masa kecilnya yang tinggal di dekat pohon kayu manis. Inilah yang ingin kami hadirkan dari Wedhangan W, dari segelas jamu saja bisa mengingatkan kita akan kenangan masa lalu,” ungkap Puri.

Hilangkan stigma tentang jamu

Perjalanan Wedhangan Q agar diterima di tengah masyarakat tentu tidaklah mudah. Puri mengaku mengalami banyak sekali tantangan. Terutama masih melekatnya stigma masyarakat terhadap jamu adalah obat dan memiliki rasa yang pahit.

“Tantangannya sama seperti ketika saya enggan minum jamu. Karena jamu itu lekat dengan obat. Masyarakat menganggap jamu itu obat. Padahal jamu bisa dinikmati sebagai minuman santai,” tutur Puri

Dengan hadirnya Wedhangan Q, Puri berharap minat masyarakat terhadap jamu meningkat dan banyak pelaku usaha yang turut serta berkontribusi mempertahankan jamu di Indonesia.

“Aku tidak melihat usaha di bidang ini sebagai suatu kompetisi, jadi yuk kita sama-sama jalan, kembangin jamu bersama, saling support. Yang pasti kami tidak akan berhenti sampai di Jakarta saja,” kata Puri.

Wedhangan Q kini memiliki outlet fisik di Jalan Kemang Timur 41E, Bangka, Kec. Mampang Prapatan Kota Jakarta Selatan. Selain menawarkan minuman jamu, Wedhangan Q juga menawarkan produk makanan racikan berbahan dasar rempah dan rimpang, diantaranya Spaghetti Opor Terong dan Tempe Unyu, Open Toast Tempe Asinan, dan Nasi Sate Lilit.

Harga yang ditawarkan untuk menu di Dapur Wedhangan Q ini terjangkau, bahkan terbilang cukup murah untuk Kawasan Kemang dengan harga minuman berkisar Rp15 ribu sampai Rp40 ribu dan untuk makanan Rp35 ribu sampai Rp75 ribu.

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading