Fimela.com, Jakarta Habis gelap terbitlah terang mungkin menjadi frasa yang paling sesuai untuk menggambarkan proses terbentuknya Komunitas Perempuan dalam Sepak Bola (KPSB). Siapa sangka, berhentinya kompetisi sepak bola nasional akibat pandemi menjadi titik balik bagi tiga inisiator KPSB untuk memperkuat perjuangan hak-hak perempuan dalam dunia sepak bola nasional. Stevany Dio, salah satu pendiri KPSB mengatakan bahwa salah satu tujuan utama pendirian komunitas tersebut adalah untuk mematahkan stigma sepak bola yang lekat dengan maskulinitas.
“Komunitas Perempuan dalam Sepak Bola merupakan wadah yang menampung aspirasi-aspirasi para perempuan penggemar sepak bola Indonesia. Kami ingin menunjukkan bahwa sepak bola bukan merupakan olahraga yang eksklusif untuk laki-laki saja, dan sebenarnya banyak perempuan hebat yang berkarier dalam dunia sepak bola, dari atlet hingga yang tergabung dalam struktur organisasi,“ jelas Stevany.
Advertisement
BACA JUGA
Adapun inisiator dari komunitas ini datang dari latar belakang yang beragam. Stevany merupakan pendukung Persib Bandung, sedangkan Putri merupakan penggemar Persija Jakarta, dan Dianita Shinta yang merupakan pengagum tim Persebaya Surabaya. Sejalan dengan semboyan bangsa, Bhinneka Tunggal Ika, perbedaan tersebut bukan menjadi halangan mereka untuk bersinergi dalam menciptakan iklim sepak bola yang lebih inklusif.
Mereka kemudian menjelaskan bahwa memperkuat kesetaraan dalam dunia sepak bola bukan pekerjaan yang mudah. Pasalnya, permasalahan di dalam dan luar lapangan yang menyangkut kehormatan perempuan masih kerap terjadi. Salah satunya adalah label “bidadari tribun” yang melekat pada suporter perempuan. “Persepsi (bidadari tribun) tersebut justru memosisikan perempuan hanya sebagai objek pengalih perhatian dan bukan merupakan bagian dari penonton di stadion. Bahkan, kejadian catcalling masih sering terjadi dalam stadion,” ungkap Dianita.
Sebagai respons, KPSB terus melakukan edukasi ke perempuan-perempuan lain yang tergabung dalam komunitas penggemar klub agar melakukan tindakan preventif, seperti anjuran berbusana yang aman dan nyaman ketika datang ke stadion. Selain itu, Putri juga menyoroti peran sportscaster atau penyiar olahraga saat pertandingan. “Biasanya jika asal sorot, yang ada beberapa suporter perempuan menjadi bahan pembicaraan dari aspek fisik saja. Tapi untungnya sekarang semakin lebih baik,” jelas Putri.
Semangat sambut BRI Liga 1
Bergulirnya kembali BRI Liga 1 karena dukungan penuh salah satu bank terbesar tanah air yakni BRI ini disambut dengan sangat hangat oleh rekan-rekan KPSB dan seakan menjadi obat rindu akan kasta tertinggi kompetisi sepak bola nasional. KPSB sangat mengapresiasi BRI sebagai sponsor utama yang merupakan pihak dibalik bergulirnya Liga 1 kembali. Pihaknya berharap semakin banyak pihak yang mendukung iklim positif sepakbola tanah air.
Demi menjaga keberlanjutan BRI Liga 1, KPSB beranggapan agar ketertiban penonton di luar lapangan dapat terlaksana, sehingga tidak ada kegiatan-kegiatan kerumunan ilegal yang dapat memicu transmisi penularan virus Covid-19. Bahkan, tim KPSB melakukan distribusi bantuan sosial berupa masker dan berbagai macam alat protokol kesehatan ke beberapa daerah di Indonesia. Tujuannya adalah menekan perkembangan pandemi dan berlanjutnya BRI Liga 1.
“Kami berharap agar BRI Liga 1 dapat terus berjalan dan jika akan diselenggarakan dengan penonton, harapan besar kami agar pelaksana juga memfasilitasi pelaporan jika ada pelecehan seksual. Selain itu, pesan kami secara umum adalah agar atlet perempuan lebih dipandang dari kemampuan mereka, bukan dari aspek fisik,” tutup Stevany.