Fimela.com, Jakarta Setiap orang memiliki gaya hidupnya masing-masing. Umumnya, gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan finansial. Namun, tampaknya, tidak bagi para penggiat gaya hidup minimalis, gaya hidup sederhana yang penggiatnya cenderung mementingkan kualitas dibanding kuantitas. Baik soal konsumsi barang, maupun cara berpikir.
BACA JUGA
Advertisement
Mungkin, belum banyak orang yang mengenal gaya hidup yang satu itu. Namun, setidaknya, di Jakarta, ada komunitas penggiat gaya hidup minimalis bernama Lyfe With Less, yang menjadi support grup dan inspirator bagi orang-orang yang menjalaninya. Digawangi oleh Cynthia Suci Lestari, komunitas ini telah berjalan sejak Desember 2018.
Dihubungi melalui surat elektronik, Cynthia, begitu ia akrab disapa, menceritakan perjalanannya membangun komunitas Lyfe With Less yang bermula dari Instagram ini. Menurut, Cynthia, Lyfe With Less adalah sebuah komunitas bagi orang-orang yang ingin belajar jadi minimalis.
"Kami berbagi inspirasi mengenai gaya hidup minimalis di Indonesia. Mengenalkan dan menyebarkannya agar teman-teman bisa lebih kenal dan bisa mengadaptasi gaya hidup minimalis dengan perspektif dan cara yang mudah dan lokal. Sejauh ini, kami adalah komunitas gaya hidup minimalis pertama di Indonesia," jelas ibu satu anak ini.
Sebelum membentuk Lyfe With Less, Cynthia telah menjalani gaya hidup minimalis sejak empat tahun sebelumnya. Namun, ia tak menyadari apa yang dilakukannya adalah bagian dari gaya hidup minimalis. Cerita itu dimulai ketika perempuan kelahiran 1995 ini mengalami quartes life crisis.
Untuk mengatasinya, ia melakukan self-healing therapy dengan decluttering atau menyingkirkan barang-barang tidak terpakai dan kurang memiliki makna. "Awalnya, saya bahkan tidak mengenal gaya hidup minimalis dan tidak tahu istilah decluttering, sampai akhirnya saya melakukannya sendiri, ternyata kegiatan ini nagih dan efeknya sangat positif bagi diri saya," kenang Cynthia.
"Tidak hanya ruangan yang lebih lapang dari sebelumnya tapi juga pikiran dan hati saya ikut merasa lebih lega. Saya merasa ada angin segar di dalam diri saya saat itu sehingga saya memutuskan mencari tahu soal beberes dan menemukan gaya hidup minimalis," imbuhnya.
Menurut perempuan lulusan Universitas Bakrie ini, awal ia menjalani Lyfe With Less, info yang didapatkan masih sulit diaskes. Sebab, tak jarang orang menganggap gaya hidup minimalis adalah gaya hidup yang ekstrem. "Setelah saya mempelajari dan menerapkannya, ternyata gaya hidup minimalis sangat mudah diterapkan di kehidupan sehari-hari saat kita bisa memaknainya dengan betul hingga ke akar," ujar Cynthia.
"Lewat @lyfewithless saya bisa menggabungkan kecintaan saya terhadap dunia tulis menulis dan gaya hidup minimalis. Bonusnya, saya juga bisa terus belajar dari teman-teman yang sharing bersama saya di Lyfe With Less dan alhamdulilah saya juga merasa jadi manusia yang bermanfaat setelah mengelola Lyfe With Less," sambungnya.
Februari lalu, Lyfe With Less mengadakan kopi darat pertama dengan para penggiat gaya hidup minimalis di Jakarta. Rencananya, kegiatan pertemuan itu akan dijadikan kegiatan rutin untuk membangun bonding antar anggota. Di samping itu, Lyfe With Less juga aktif secara online, yaitu melalui Instagram, website, dan podcast.
"Website kami www.lyfewithless.com sedangkan podcast kami di https://open.spotify.com/show/2SqJPBiodCopHJK7czliwO (Search: Lyfe With Less), bisa didengarkan di Spotify, Anchor, Google Podcast, dan Breaker, kami juga rutin memberikan wadah untuk diskusi bersama online lewat Instagram Group Discussion. Biasanya kami lakukan sebulan 1-2 kali membahas topik tertentu berhubungan dengan minimalism," jelasnya.
Namun, selama pandemi Covid 19 ini, Lyfe With Less lebih banyak berkegiatan secara online. Salah satunya yakni decluttering rutin selama #dirumahaja. "Ada seri decluttering-nya yang kami sebut sebagai “Decluttering Day” mulai dari; decluttering aplikasi di ponsel dan sosial media, pakaian, buku, dokumen, skincare atau makeup, makanan di kulkas, dan souvenir," jelas Cynthia.
"Kami juga melakukan kolaborasi dengan financial app dan mental health app untuk berdiskusi tentang topik finansial dan kesehatan mental saat pandemi. Tidak lupa kami pun aktif memberikan edukasi berupa konten agar teman-teman berhemat dan tidak konsumtif saat pandemi," imbuh pekerja lepas content writer ini.
Menurut Cynthia, menjadi minimalis tidak hanya dalam hal konsumsi benda, tapi, semua hal bisa diminalkan. "Sebenarnya semua aspek dalam hidup kita bisa diminimaliskan, tapi di Lyfe With Less kami membaginya jadi 3 pilar utama; Minimalism At Work, Minimalism At Home, Minimalism Mindset. Nah, nanti di dalamnya akan lebih banyak cabang yang dibahas. Misalkan, Minimalism At Home; kami akan membahas apa saja yang bisa kita declutter di rumah, mindful saat di rumah, dan lainnya," jelas Cynthia.
Tertarik untuk menjalani gaya hidup minimalis dan ingin menjadi bagian dari Lyfe With Less? Kepoin Instagram @lyfewithless, yuk! "Tidak ada syarat tertentu, kok. Siapapun bisa bergabung dengan Lyfe With Less asalkan ada kemauan untuk #BelajarJadiMinimalis. Bersama-sama untuk bisa berlepas dari konsumtifitas dan belanja impulsif dan mulai untuk hidup secukupnya," kata Cynthia.