Fimela.com, Jakarta Isu mental illness atau penyakit kejiwaan di Indonesia masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Keberadaan tenaga medis di bidang kejiwaan seperti tampak hanya sebagai hal yang disegani untuk disambangi. Bahkan, masih santer stigma terhadap orang-orang yang pergi konsultasi ke psikiater atau psikolog adalah orang gila, padahal belum tentu demikian.
BACA JUGA
Advertisement
Dari sekian banyak jenis mental illness yang ada, bipolar merupakan salah satu mental illness yang dewasa kini mendapat sorotan. Terlebih ketika artis Marshanda diketahui mengidapnya. Dimana penderita mengalami perubahan mood yang ekstrem dalam waktu tertentu.
Mencoba membentuk kesadaran di kalangan masyarakat, 2013 lalu telah dibentuklah sebuah komunitas bernama Bipolar Care Indonesia (BCI) yang juga menjadi wadah orang-orang dengan bipolar untuk saling merangkul dan berbagi.
Adalah Vindy Ariella, seorang malaikat tanpa sayap yang turut menginisiasi terbentuknya BCI pada 27 Mei 2013 silam. Vindy, begitu ia akrab disapa, tak sendirian, bersama empat rekannya, ia membangun BCI bukan hanya sebagai komunitas tapi juga sebagai rumah yang nyaman.
"Kami berlima, ada yang sudah didiagnosa dan ada juga yang belum, setelah terbentuk BCI, ada yang ke psikiater dan ternyata yang satu megalami gejala bipolar, yang satu memang bipolar, yang satu belum ke psikiater, yang satu lagi mahasiswa biasa, tapi yang urus BCI cuma berdua saya dan Iggy karena yang lain pada sibuk," kenang perempuan yang mengidap bipolar sejak 2009 ini, saat dijumpai di acara art therapy bersama BCI di Nutrifood Inspiring Center, Matraman, Jakarta Pusat.
Sebagai support group, BCI mendukung orang-orang dengan bipolar dengan berbagai kegiatan positif, seperti psikoedukasi, BipoTalk, art therapy, perayaan Hari Bipolar Sedunia pada 30 Maret, meet up, support group online, dan Kampanye Kesehatan Jiwa.
"Karena kami basic-nya wadah untuk support, jadi kami ada support group yang tatap muka namanya Bipotalk, ada art therapy juga, ada seminar dengan rumah sakit jiwa biasanya di Bogor namanya psikoedukasi, terus ada juga semacam support group tapi online di grup Facebook WhatsApp, sama hari besarnya ada perayaan Bipolar Day setiap 30 Maret," ujar perempuan yang mengidap bipolar sejak 2009 ini.
Kendati berpusat di Jakarta, tetapi BCI memiliki simpul di beberapa kota di Indonesia, yakni di Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. "Jadi memang pusatnya di Jakarta, tapi ada juga di Bandung, Bogor, Jogja, Semarang, dan Surabaya, kami seperti simpul, tapi mereka punya kepengurusan sendiri namun tetap berpatokan pada pusat, kegiatannya juga beda sesuai kebutuhan masing-masing," kata perempuan yang hobi melukis ini.
Sejak berdiri pada 2013 hingga kini, BCI telah memiliki 11 ribu anggota di grup Facebook. Namun, menurut Vindy, hanya sekitar 300 anggota yang dianggap aktif di group WhatsApp. "Kami belum ada pendataan resmi seperti membership, tapi sebagai gambaran di grup WhatsApp ada sekitar 300-an anggota yang terdiri dari beberapa grup," ungkap perempuan Sarjana Kedokteran Universitas Yarsi ini.
Kendati komunitas yang menaungi orang-orang dengan bipolar, tapi di BCI tidak hanya menerima orang-orang dengan bipolar saja. Mereka juga menerima orang-orang yang memiliki awareness dan concern pada bipolar sebagai caregiver. "Caregiver bukan pengidap, tapi memiliki kepedulian pada bipolar, seperti misalnya mereka punya keluarga dengan bipolar," kata perempuan kelahiran Jakarta, 21 Februari 1991 ini.
Advertisement
Bipolar Tidak Bisa Sembuh, tapi ...
Seperti yang kita ketahui, setiap penyakit pasti ada penawarnya, begitu pun dengan bipolar. Kendati demikian, beberapa artikel ilmiah mengatakan bipolar tidak bisa disembuhkan. Seperti yang dikatakan dalam artikel 'Can Bipolar Be Cured?' yang dikutip dari Recoveryranch.com.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artikel tersebut mengatakan mengatakan bahwa akan sangat baik jika pertanyaan 'apakah bipolar bisa disembuhkan' dijawab dengan 'ya', sayangnya tidak demikian. Meski begitu, melalui treatment yang tepat, gejala bipolar bisa dikendalikan. Begitu juga dengan pemahaman Vindy.
"Kalau kata artikel ilmiah, sih, nggak bisa sembuh, tapi aku prefer dengan kata pulih daripada sembuh, kami tetap bisa produktif walau meski harus minum obat atau konsultasi ke psikiater," ujar perempuan yang kini bekerja sebagai aktivis kesehatan jiwa ini.
Vindy yang hampir 10 tahun 'berkawan' dengan bipolar, hingga saat ini masih kerap merasakan gejalanya. Terutama saat kegiatannya sedang padat. "Aku masih merasakan gejala bipolar, tapi sudah nggak seberat dulu, biasanya terjadi ketika beban overload seperti ada acar besar, kalau sudah begitu, aku minta bantuan teman untuk backup kerjaan atau ke psikiater," jelasnya.
Berkaitan dengan suasana hati, bipolar membuat pengidapnya cenderung dalam suasana hati tidak stabil. Menurut Vindy, hal tersebut kerap terlihat di dalam support group online mereka. "Contohnya kayak di grup WhatsApp, ada satu orang yang mood-nya lagi down, nah anggota lain yang mood-nya lagi bagus membantu yang mood-nya lagi down, jadi saling membantu dan mendukung, karena nggak semua down barengan, kan?," jelas Vindy.
Selain Vindy, Fimela juga mewawancarai Annas, salah satu anggota BCI di kesempatan yang sama. Kisahnya untuk bisa bergabung dengan BCI diawali dengan rasa penasaran pada dirinya yang memiliki gejala bipolar.
"Tahu BCI dari Youtube karena penasaran dengan diri sendiri yang merasakan mood nggak stabil, di sana aku menemukan Vindy Ariella, setelah aku telusuri, aku bertemu grup Bipolar Care Indonesia, lalu aku gabung, setelah aku gabung, aku makin mendalami tentang bipolar dan cara mengatasinya, bisa sharing bareng teman-teman di BCI," kisah Annas yang bergabung dengan BCI pada awal 2018.
Annas juga bercerita mengenai tanggapan keluarga dan teman-temannya saat ia didiagnosis mengalami bipolar. "Awal-awal kayak nggak terima, karena keluarga pasti nggak mau anaknya kenapa-napa, terus dibicarakan, dikasih solusi dan sharing, mereka mulai terima dan nyaman," kata laki-laki yang hobi bermain sulap ini.
"Kalau teman kan karakternya macam-macm, yang lebih banyak itu yang kurang paham, mereka merasa aneh saya punya penyakit bipolar, ada yang takut, ada yang menjauh, ada yang membicarakan di belakang," imbuh siswa kelas 3 SMA ini.
Di akhir perbincangan Vindy mengungkapkan harapannya untuk BCI dan pengidap bipolar. "Semoga BCI bisa lebih berkembang dan membantu banyak orang, dan semoga masyarakat bisa lebih berperan aktif sehingga bisa mengedukasi orang-orang sekitar dan di sekolah lebih diangkat isunya, dulu kami pernah punya program tapi tiba-tiba ditolak dengan alasan isunya belum jadi prioritas di sekolah," tandasnya.
Memiliki awareness dan concern terhadap isu bipolar? Ingin bergabung dan mendukung orang-orang dengan bipolar? Yuk, kepoin Instagram BCI @bipolarcare.indonesia dan temukan info seputar kegiatan mereka di sana.