Fimela.com, Jakarta Orang buta atau tunanetra adalah beberapa sebutan untuk mereka, orang-orang yang tidak bisa melihat. Namun usai mengikuti kegiatan "The Blind Adventure" sepertinya ada beberapa sebutan lagi yang harus ditambahkan, kita tak boleh lupa bahwa mereka adalah orang-orang hebat yang mau bekerja keras dan mereka juga adalah orang-orang yang hidup bahagia dengan apa yang mereka miliki.
BACA JUGA
Advertisement
Jika ditanya mungkin tidak ada satu pun orang yang ingin terlahir atau tiba-tiba saja--karena sesuatu hal menjadi tidak dapat melihat. Itu juga yang setidaknya dijelaskan oleh Septo salah seorang tour guide dari "The Blind Adventure", sebuah perjalanan singkat yang akan mengajak para peserta untuk mencoba bagaimana rasanya berjalan menjadi orang buta.
Berbeda dengan tur yang lainnya, dalam paket tur "The Blind Adventure" yang dibuat oleh komunitas FENCY (Fellow Ship of Netra Community) para peserta sengaja ditutup matanya lalu dipandu oleh seorang tour guide yang merupakan tunanetra. Sebelum mata ditutup, para peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok lalu nantinya setiap kelompok akan berjalan berdasarkan arahan tour guide tunanetra yang berada di depan mereka.
Ya, para peserta dan juga tour guide berjalan berbaris dengan tour guide berada diurutan paling depan. Para peserta saling memegangi pundak rekan yang ada di depannya. "Tunanetra dianggap kasihan karena nggak bisa melihat. Ke mana-mana susah. Siapa bilang?" ujar Septo kepada para peserta tur "The Blind Adventure".
"Kita pengin memperlihatkan kepada orang-orang yang menganggap kami selalu butuh bantuan, kami ini memiliki insting, insting untuk berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain. Itu namanya orientasi mobilitas," tegas Septo saat ditemui Fimela.com di Museum Fatahillah Kota Tua, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Septo tak sendirian, ia dibantu dengan dua temannya yang juga tunanetra, yakni Jadit dan Karim. Memulai perjalanan di pintu masuk Museum Fatahillah, para peserta yang sudah ditutup matanya berjalan menyusuri tiap sudut museum. Bagaimana rasanya?
Takut dan ragu untuk melangkah itu pasti, meskipun tour guide yang berada di depan terus memberikan arahan. "Kalau pundak saya naik atau agak ke atas itu artinya kita akan menaiki tangga, kalau pundak saya, saya turunkan sedikit itu artinya kita akan menuruni tangga," jelas Karim dengan penuh semangat.
Ada beberapa kode yang memang digunakan oleh para tunanetra ketika berjalan bersama. Kode-kode tersebut bertujuan sebagai arahan supaya nantinya tidak ada yang tersandung atau pun terjatuh ketika berjalan. Tak hanya berjalan, tour guide tunanetra dari "The Blind Adventure" juga mengajari para peserta untuk "melihat" dengan menggunakan tangan mereka.
"Biar enak jalannya, meskipun nggak melihat, tapi teman-teman coba untuk rileks saja, jangan takut melangkah. Sama coba dirasakan, kalau orang itu nggak rileks, pundak kita dipegang sama yang belakang pasti berat," pesan Karim kepada peserta "The Blind Adventure". Bagi para peserta yang ikut tur "The Blind Adventure", perjalanan kali ini bukan hanya memberikan pengalaman yang berbeda, tapi juga memberikan banyak pemahaman dan pelajaran baru yang sangat berharga.
Advertisement
Belajar untuk Memahami Tunanetra
Salah satu peserta "The Blind Adventur", Erie, 24 tahun mengaku sangat senang karena bisa mendapatkan pengalaman yang luar biasa usai ikut tur. "Awalnya pengin tahu kehidupan para disabilitas itu seperti apa. Ternyata kita benar-benar dipandu oleh tunanetra dan itu sangat menarik dan menantang diri saya sendiri," ungkap Erie.
Meskipun hanya beberapa jam merasakan pengalaman menjadi orang buta namun Erie mengaku banyak pelajaran yang bisa ia ambil. "Kalau buat saya pribadi tur ini membantu saya untuk lebih aware terhadap mereka-mereka para disabilitas atau tunanetra."
Apa yang dirasakan oleh Erie itulah yang memang menjadi tujuan dari komunitas FENCY membuat kegiatan bernama "The Blind Adventure" di Museum Fatahillah Kota Tua. "Di sini kita mengajak masyarakat untuk praktek langsung, merasakan apa yang dirasakan oleh para tunanetra. Selama ini banyak masyarakat yang mungkin hatinya belum tersentuh," ujar founder FENCY, Tarini.
"Kami pengin teman-teman di luar sana hatinya tersentuh. Kalau ada tunanetra yang butuh bangku untuk duduk saat di busway misalnya, ya dikasih. Ada yang mau bantu, tapi mungkin mereka takut salah. Makanya di sini kita mau memperjelas itu semua," tambah Tarini.
Dan satu hal penting lainnya yang menjadi tujuan diadakannya kegiatan "The Blind Adventure" adalah untuk membantu para tunanetra mendapatkan penghasilan tanpa harus mengemis supaya bisa bertahan hidup dengan keahlian yang mereka miliki. "Paket tur 'The Blind Adventure' yang bertempat di Museum Fatahillah ini sendiri hanya Rp50 ribu. Uang itu juga kita gunakan untuk membayar tour guide tunanetra," pungkas Tarini.