Fimela.com, Jakarta DIAM adalah satu kata yang dapat menjadi jawaban dari pertanyaan apakah yang akan dilakukan oleh para perempuan jika ia menerima kekerasan. Meskipun ada banyak perempuan yang sudah mulai bersuara, namun harus diakui kalau ada lebih banyak perempuan yang memilih diam ketika mendapatkan kekerasan dari pasangannya atau pun lingkungannya.
BACA JUGA
Advertisement
Dan membuat perempuan untuk lebih berani, lebih bisa dihargai, dan merasa lebih diapresiasi adalah keinginan terbesar dari lima pemuda-pemudi Indonesia yang mendirikan sebuah organisasi bernama House of Perempuan (HOPE) pada 24 Agustus 2013. “Awalnya kita berpikir kalau nantinya HOPE akan menjadi rumah bagi perempuan untuk berkembang,” jelas salah satu pendiri HOPE, Citra Natasya, kepada Fimela.com.
Selain Citra, empat pemuda-pemudi lainnya yang berada di balik berdirinya HOPE, yakni Destriana Chantika Dewi, Nadia Anindita, Rio Zikrizal dan Sheila Tohir. Karena kepedulian terhadap nasib perempuan tersebut akhirnya mereka menyamakan visi serta misi dan memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi yang mempunyai kepedulian tinggi untuk permasalahan sosial terutama perempuan.
“Kenapa perempuan? Karena perempuan adalah cikal bakal dari lahirnya suatu penerus bangsa,” tegas Nadia. Soal pertanyaan apakah perempuan sudah berani bersuara ketika mereka menerima kekerasan, Sheila Tohir mengungkapkan pendapatnya. “Sudah berani, namun belum sepenuhnya karena ada ketakutan ketergantungan terhadap lawan jenis, takut akan dimusuhi society, dan juga ada budaya patriarki,” jelas Sheila.
“Jadi masih banyak hambatan untuk perempuan bisa lebih vokal, namun bukan berarti tidak bisa. Hanya perlu diyakini dan diberikan bantuan yang tepat supaya perempuan tidak lagi menjadi target kekerasan,” tambahnya. Melalui berbagai kegiatan yang diadakan HOPE berharap bahwa para perempuan bisa lebih mengenal potensinya, semakin sadar akan kesehatan, pola hidup sehat, serta mendapatkan akses yang sama dalam pendidikan, dan lain-lain. “Waktunya Perempuan Indonesia memiliki harapan baru,” tegas Nadia.
Destriana Chantika Dewi pun menambahkan HOPE juga memberikan edukasi supaya tidak terjadi hal kebalikannya, yang justru perempuan yang melakukan kekerasan, misalnya pada anak, pasangan, dan lain-lain. “Kami percaya bahwa tidak ada asap tanpa api penyebabnya, untuk mengkaji sebuah masalah, haruslah dilihat akarnya, disitulah HOPE sering berbagi dengan perempuan (grassroots) dan membawa pakar atau ahli untuk menjadi rumah solusi bagi banyaknya permasalahan perempuan,” jelas Destriana.
Advertisement
Cara Tepat Menghadapi Kekerasan
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, angka kekerasan terhadap perempun setiap tahunnya terus saja meningkat. Pada 2017, setidaknya ada 348.446 jumlah pelapor yang terekam dalam daftar. Angka tersebut melonjak tajam dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 259.150 kasus. Lalu sebenarnya apa yang harus dilakukan oleh para perempuan ketika ia menerima kekerasan?
Rio Zikrizal mencoba untuk memberikan jawabannya. Menurutnya hal pertama yang harus dilakukan oleh para perempuan adalah SADAR, sadar bahwa kekerasan bukanlah hal yang wajar untuk diterima begitu saja.
“Sadar bahwa tidak sepantasnya untuk dia mendapatkan kekerasan dalam bentuk apapun. Selanjutnya bicarakan kepada orang yang tepat, kepada sebuah lembaga/institusi yang menangani hal tersebut. Karena kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibiarkan dan butuh orang yang tepat untuk memberikan saran dan langkah apa yang selanjutnya harus diambil,” jelas Rio.
Satu pesan yang ingin disampaikan oleh HOPE kepada seluruh perempuan Indonesia.
“Hanya dirimu yang bisa berbicara untuk kepentingan pribadimu! Kalau bukan kamu, siapa lagi?!”