Fimela.com, Jakarta Fenomena kaum Adam mendominasi dunia teknologi rupanya masih menjadi isu yang santer. Data statistik yang dikutip dari Statista menunjukkan bahwa masing-masing karyawan perempuan dari 8 perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi tidak lebih dari 28 persen. Dengan demikian, dari data statistik 2017 tersebut menunjukkan bahwa dunia teknologi masih menjadi dunia laki-laki.
BACA JUGA
Advertisement
Kendati begitu, bukan berarti perempuan tertinggal dalam teknologi. Girls in Tech (GIT) adalah buktinya. Dirintis oleh Adriana Gascoigne pada Februari 2007 di Amerika Serikat, GIT yang memiliki tujuan untuk memberantas kesenjangan gender di industri teknologi mematahkan kesimpulan di atas.
Tak sekadar wadah, GIT juga melibatkan, mendidik, dan memberdayakan para perempuan yang memiliki antusias tentang teknologi dan entrepreneurship dalam kursus teknis, bootcamps kepemimpinan, hackathon, hingga kompetisi startup. Untuk menjangkau perempuan lebih luas lagi, GIT membuka chapter di setiap negara dengan masing-masing managing director. Indonesia salah satunya.
Dipegang oleh Anantya Van Bronckhorst dan Aulia Halimatussadiah atau yang akrab disapa Llia, chapter GIT yang dibentuk pada 2011 ini menjadi salah satu komunitas yang menghadirkan tambahan pengetahuan, tempat sharing, dan tempat berkembang dengan bantuan teknologi.
"Setiap negara bisa apply untuk bikin chapter, setiap chapter ada managing director yakni orang yang mengatur chapter-nya dan mereka bisa mencari anggota lagi di dalamnya, kalau di Indonesia, saya dan Llia adalah co-managing director," jelas Anantya saat ditemui di acara GIT Your Code On di Cocoworks D.Lab, Menteng.
Meski berada satu naungan dengan GIT Global, namun GIT Indonesia dan GIT chapter negara lain memiliki kegiatan yang berbeda-beda. "Setiap negara punya materi yang berbeda-beda, tergantu seberapa aktif dan seberapa besar inisiatif setiap negara," kata perempuan berambut keriting ini.
Tujuh tahun bediri, GIT Indonesia mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik setiap tahun. Menurut Anantya, awalnya, GIT Indonesia hanya membuat satu atau dua kegiatan besar dalam setahun, tapi pada 2014, ia mengubah konsep dengan menambah jumlah kegiatan dalam setahun.
"Ada perbedaan activity dan jumlah event, biasanya setahun hanya satu atau dua kali dengan peserta 100 orang, sejak 4 tahun lalu, kami mengubah konsep dengan membuat beberapa kegiatan yang dibuat continued. Seperti tahun ini, sejak bulan Juli hingga Desember nanti, kami ada kegiatan," jelas perempuan yang juga Co-CEO salah satu digital agency ini.
Advertisement
Bukan berasal dari bidang teknologi tak jadi masalah di GIT Indonesia
Dalam GIT Indonesia, volunteer berperan serta dalam melancarkan acara yang dibuat. "Volunteer itu bertugas membantu event, baik pre-event, during the event, dan post the event, selain itu mereka juga membantu managing social media GIT Indonesia," ungkap Llia, founder Storial.co.
Tasya adalah salah satu volunteer di GIT Indonesia. Menurut nya, ia sama sekali tidak punya latar belakang teknologi saat bergabung dengan GIT.
"Sejujurnya aku nggak punya background IT sama sekali. Dulu aku Public Relations, tapi kemudian pindah ke industri Digital Marketing dan bekerja dengan Anantya, lalu dia ajak buat volunteering salah satu kegiatan Girls in Tech. Makin lama kegiatannya makin exciting dan nambah ilmu, jadi keterusan dan bahkan aku di-train untuk sharing sebagai salah satu fasilitator kelas digital marketing, nama kelasnya “Womenpreneur Digital Acceleration” yang juga jadi rangkaian kegiatan utama Girls In Tech di tahun ini," jelas Tasya.
Dirinya tertarik untuk gabung di GIT lantaran dirinya kagum dengan semangat GIT dalam memajukan perempuan. "Paling menarik buat aku karena ternyata perempuan juga punya role yang besar bahkan ikut serta memajukan industri digital dan teknologi yang identik sama laki-laki. Dan aku amaze banget sama spirit Girls In Tech buat sharing ilmu juga keterampilan ke sesama perempuan," tutur Tasya.
Dari GIT Indonesia, Tasya mendapat banyak ilmu yang bisa ia share ke sesama perempuan di luar sana. "Banyak banget ilmu yang kudapat, ilmu seputar digital marketing, coding, strategi beriklan di digital platform, dan yang paling berharga buat aku adalah kesempatan untuk sharing ke sesama perempuan. Happy banget saat tahu kalau ternyata perempuan Indonesia juga hebat, lho, di dunia IT (Information Technology). Selain itu, aku juga jadi punya kesempatan untuk berkembang untuk lebih maju di industri ini," kata perempuan yang bergabung dengan GIT sejak November 2016 ini.
Menurut Llia, semua perempuan bisa menjadi volunteer di GIT Indonesia dan tak ada syarat khusus. "Syaratnya cewek, lebih ke komitmen pada waktu sih dan skill yang bisa mereka kontribusikan ke kami," kata Llia.
Sedangkan dari sisi peserta acara GIT Indonesia, menurut Llia, peserta datang dari berbagai latar belakang. "Perempuan yang datang ke acara GIT itu campuran, sedikit sekali yang berasal dari latar belakang IT , kebanyakan mereka memang ingin explore, ada yang public relations, sekretaris, ada pelajar, dan mahasiswa," jelasnya.
Beda Girls In Tech Indonesia dengan komunitas serupa
Sesuai dengan visi dan misinya, GIT Indonesia tidak hanya fokus pada satu materi di bidang teknologi. Hal ini pula yang membuat GIT tampak beda dengan komunitas teknologi yang lain.
"Kalau GIT ini technology in general, jadi teknologi digunakan untuk bisnis bisa, dan jika ingin digunakan untuk kariernya sendiri juga bisa, skill set, gitu. Kami mengajarkan coding, robotic, social media, dan digital marketing. Sedangkan mungkin komunitas perempuan di bidang teknologi lain mungkin hanya mengajar php saja atau coding saja," kata Llia, yang juga penulis buku ini.
Di Nusantara, setidaknya GIT Indonesia telah melanglang buana ke empat kota untuk memfasilitasi para perempuan lebih dekat dengan pengetahuan teknologi, yakni di Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Makassar. "Sejauh ini kami sudah ke empat kota, Jakarta, Jogja, Bali, dan Makassar, tapi Jogja paling besar antusiasnya," tutur perempuan lulusan Universitas Indonesia jurusan Manajemen Komunikasi ini.
Sejauh ini, acara-acara yang diadakan oleh GIT Indonesia bersifat umum dan bebas biaya, di mana setiap perempuan dari berbagai latar belakang bisa ikut kegiatan GIT Indonesia secara gratis. "Semua acara kami gratis, dibiayai oleh sponsor," jelasnya.
Menjadi inisiator GIT Indonesia, Llia memiliki harapan jika semakin banyak masalah yang bisa dipecahkan oleh perempuan. Begitu juga dengan Anantya, "Ketika bicara masa depan dan anak, biasanya anak lebih dekat di keluarga itu dengan ibu, jadi saya harap, semakin banyak perempuan yang dekat teknologi, dan ketika jadi ibu, ia bisa mengajarkan anaknya biar nggak alergi dengan teknologi dan menggunakan teknologi untuk hidup yang lebih baik," tandas Anantya.