Fimela.com, Jakarta Setiap tahun Badan Bahasa Kemendikbud menggelar pemilihan Duta Bahasa untuk mengkampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sekaligus menjaga kelestarian bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Komunitas Duta Bahasa juga mengajak generasi muda untuk menguasai bahasa asing dan melestarikan bahasa daerah.
Setelah purna tugas dalam setahun, maka para Duta Bahasa berkumpul dalam Ikatan Duta Bahasa. Mereka tetap aktif berkampanye meskipun sudah bebas tugas. Mengapa? Karena cinta pada bahasa Indonesia adalah wujud cinta tanah air Indonesia.
"Duta Bahasa adalah agen muda perpanjangan tangan dari Badan Bahasa Kemendikbud. Anak muda yang peduli Bahasa Indonesia. Kita membantu bagaimana caranya supaya masyarakat mengutamakan bahasa Indonesia, disamping itu kita melestarikan bahasa daerah, dan wajib menguasai bahasa asing," ujar Annisa Ghina saat berkunjung ke KLY Lounge, Senin (23 Oktober 2018).
Advertisement
BACA JUGA
Harlidya Angela awalnya ingin mencari pengalaman lewat Duta Bahasa. Setelah bergabung, dia menemukan alasan lebih penting. "Saya tertarik karena banyak teman yang ngomongin di kampus, pengin cari pengalaman juga. Sekarang pengin kontribusi pada negara lewat Duta Bahasa," jelasnya.
Menurutnya, bahasa Indonesia penting sebagai alat komunikasi di Indonesia. "Kita menyadari identitas kita sebagai orang Indonesia tidak boleh pudar meskipun kita menguasai bahasa asing. Kita harus tetap mengutamakan bahasa Indonesia," jelasnya.
Rista Lewiyonah sepakat dengan pernyataan Harlidya. "Bahasa Indonesia itu bahasa pemersatu. Karena Indonesia kaya akan bahasa daerah kalau kita tidak menggunakan bahasa Indonesia kita mau menggunakan jembatan apa?" paparnya.
"Dengan bahasa Indonesia kita bisa ngobrol dengan saudara kita di berbagai daerah dari Aceh, Lombok, Maluku, sampai Papua. Semua kan bisa bahasa Indonesia," imbuh Nadia Alfiana.
Advertisement
Tantangann era milenial
Tantangan yang dihadapi pada Duta Bahasa adalah mengajak generasi milenial lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia dibanding bahasa asing. "Di negara-negara maju, di berbagai acara mereka mengharuskan pemakaian bahasa ibu. Dan itu cara mereka melindungi bahasa ibu, mereka bangga dengan bahasa ibu. Mengapa kita tidak bangga dengan bahasa Indonesia?" kata Nadia.
Hal inilah yang membuat pada Duta Bahasa semangat memperjuangkan pelaksanaan UU 24 tahun 2009. "Di ruang publik kita harus menggunakan bahasa Indonesia untuk nama gedung, pidato, papan reklame. Tapi kenyataannya, banyak yang menggunakan bahasa Inggris kan sekarang," kata Annisa.
Saat ini mereka memperjuangkan martabatkan bahasa Indonesia dengan membuat petisi untuk penamaan ulang stasiun BNI City. Penggunaan kata City disebut tidak sesuai dengan undang-undang.
"Dukungan petisi kami kumpulkan online dan offline saat kami ikut car free day. Sekarang BNI dan PT KAI Railink sudah memberikan jawaban, meminta kami memberi rekomendasi nama. Tapi pada akhirnya mereka sendiri nanti yang memilih gantinya," ujar Rista. Mereka menyadari hal itu merupakan efek dari globalisasi. "Tapi balik lagi kita harus bangga dengan Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia kita bisa menunjukkan kepada negara lain bahwa kita punya identitas yang jelas. Kita menggunakannya, kita bisa menjaganya," kata Nadia.
Saat ini di Jakarta ada sekitar 140 anggota ikatan Duta Bahasa. Bulan Oktober menjadi bulan yang sibuk diantara bulan-bulan lain sepanjang tahun.
"Sebenarnya setiap hari kita harus mencintai Indonesia. Hanya kebetulan di bulan Oktober kita ada peringatan Sumpah Pemuda jadi lebih terasa kecintaan pada bahasa Indonesia dengan banyaknya acara peringatan Sumpah Pemuda. Kan ada Konggres Bahasa setiap bulan Oktober dan kita dilibatkan di acara tersebut," kata Rista.
Duta Bahasa juga juga mengadakan lomba di sekolah-sekolah. "Ada lomba baca puisi, mendongeng. Tujuannya untuk menggalakkan literasi Indonesia sejak anak-anak. Di media sosial kita juga menggunakan bahasa Indonesia saat memberi keterangan," lanjut Rista yang suka membaca novel Laskar Pelangi ini.
"Kalau saya suka pakai pantun ya di media sosial. Kita mesti bangga dengan kekayaan Bahasa Indonesia. Orang luar saja belajar bahasa Indonesia. Kenapa kita sendiri nggak bangga dengan Bahasa Indonesia. Banyak juga lho orang luar di Indonesia yang belajar bahasa Indonesia, kenapa kita nggak bangga?" pungkas Harlidya.