Fimela.com, Jakarta Indonesia memiliki banyak sekali warisan wastra, mulai dari batik, songket, ulos, tenun, gringsing, jumputan, dan lain sebagainya. Setiap lembar wastra nusantara ini pun memiliki nilai filosofis dan mencerminkan karakter budaya bangsa.
Saat ini, penggunaan wastra nusantara sebagai kebutuhan fashion masyarakat pun semakin meluas. Kendati wastra sudah akrab dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, nyatanya industri ini masih mengalami tantangan yang serius.
Langkah-langkah untuk terus melestarikan wastra pada generasi muda menemui tantangan berupa penurunan regenerasi perajin. Padahal, satu-satunya cara agar budaya Indonesia tetap lestari adalah pewarisan wastra nusantara dari generasi ke generasi.
Advertisement
Fenomena ini akhirnya yang melatarbelakangi desainer Mel Ahyar meluncurkan karya terbaru bertajuk “Kultulibrasi”. Karya tersebut dipamerkan melalui pagelaran Mel Ahyar Annual Show 2023 di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, (10/8).
“Aku melihat adanya kesenjangan, konflik-konflik yang ada di situ dalam pewarisan budaya. Si wastra-wastra yang cantik ini mulai banyak yang punah karena anak-anak perajin ini lebih memilih untuk bekerja di tempat lain. Seperti di minimarket atau kafe, jadi menenun (dianggap) bukan sesuatu yang keren dan patut diteruskan,” ujar Mel Ahyar dalam konferensi pers jelang pagelaran.
Agar proses regenerasi ini berjalan mulus, dibutuhkan keterampilan tersendiri. “Dibutuhkan kepekaan dalam mengenal wastra, mengolah, kemudian memodifikasinya secara respectful as a piece of art terhadap wastra itu sendiri, dan kejelian melihat momentum taste dan market masa kini,” ujar CEO MMAC Arie Panca dalam kesempatan yang sama.
Sebab, menurut Mel Ahyar, regenerasi bukan hanya diperlukan pada perajinnya, tetapi juga customer-nya. “Kalau si generasi Z melihat wastra itu keren. Akhirnya si perajin muda-muda ini mau memproduksi sesuatu yang keren juga agar anak-anak muda juga bisa pakai,” lanjut desainer jebolan Esmod Paris dengan predikat Nouvelle Couture Graduate itu.
Lewat show ini, Mel Ahyar berinisiatif untuk mengembangkan wastra Nusantara sebagai sumber daya kreativitas terbarukan. Mel Ahyar berharap koleksinya dapat memberi angle baru yang bisa men-trigger generasi ke bawah dalam mengolah wastra.
Advertisement
Koleksi RIKURIKU Terinspirasi dari Cerita Ukiran Suku Asmat
Sebanyak 75 koleksi ditampilkan Mel Ahyar dalam pagelaran ini, yang dibagi menjadi tiga segmen, yaitu karya RIKURIKU dari HAPPA dan XY, dilanjutkan koleksi Mel Ahyar ARCHIPELAGO, dan ditutup oleh Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024
HAPPA dan XY, dua merek Ready to Wear yang juga dikelola oleh MMAC muncul sebagai pembuka. Menampilkan koleksi RIKURIKU, yang terinspirasi dari cerita ukiran Suku Asmat.
RIKURIKU tampil membawa passion maskulinitas pria Asmat yang memahat kayu to leave their mark on earth, as a legacy and tribute to the ancestors. Hal ini terlihat dalam motif kerangka garis-garis floral yang rimbun maupun fauna, seperti lekuk ukiran kayu.
Koleksinya hadir dalam palet warna earthy yang terinspirasi dari lukisan wajah khas Asmat yang menggunakan pewarna alami: merah tanah, putih bubuk cangkang kerang, dan hitam arang tumbuk.
Pertemuan Tiga Wasta Nusantara
‘Hidangan utama’ dari acara ini tampil kemudian, yaitu koleksi Mel Ahyar ARCHIPELAGO yang mengusung wastra Nusantara: Batik Gedog Tuban ‘Onomatope’, Tapis Lampung ‘Mulang Tiuh’, dan Medan as The Melting Pot. Ketiganya menghadirkan angle regenerasi budaya secara berbeda.
Gedog Tuban yang merupakan batik tulis di atas kain tenun, statusnya cukup critically endangered sehingga Mel menyuguhkannya hampir secara ‘utuh’ sebagai bahan baku utama, namun tentu dengan cutting yang lebih modern. Misalnya wrap blazer kombinasi batik Gedog dan satin yang hadir dengan struktur lebih bervolume pada bagian bahu.
Selain itu, Mel banyak menonjolkan craftsmanship tapis dan sulam usus Lampung untuk karya "Tapis Lampung: Mulang Tiuh". Dua teknik tersebut diaplikasikan langsung pada potongan-potongan pakaian bergaya modern seperti blazer berbahan satin, setelan jas dan kulot, blus organza, hingga kemeja katun.
Lain lagi Medan yang diangkat sebagai melting pot berbagai wastra khas Sumatera Utara seperti songket Melayu, Ulos Batak, dan lain-lain. Dalam koleksi ini, Mel banyak memadupadankan motif bordir berbentuk bentor (becak motor), Istana Maimun, teratai mandala, dan ikon unik dari kota Medan lainnya dengan warna-warna cerah.
Melalui koleksi ini, Mel ingin memperlihatkan bahwa Medan adalah akulturasi majemuk dari banyak budaya. Bahkan, wastra Medan adalah warna akulturasi dari lima budaya unik yang sebagian besar ada di Medan, yakni budaya Batak, Melayu, Tiongkok, dan Arab.
Advertisement
Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024 sebagai Pamungkas
Pagelaran ditutup dengan rangkaian koleksi Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024. Berbeda dari rangkaian sebelumnya yang mengusung tema wastra Nusantara, koleksi ini mencerminkan kejelian mata Mel memotret fenomena dua dimensi dinamika budaya yang senantiasa berkonflik: dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Dimensi horizontal yang merupakan sebagai medan pertemuan aspek teknologi, geografi hingga sosio-ekonomi, serta dimensi vertikal yaitu lintas-generasi (Baby Boomers, X, Y/Milenial dan Z).
Tema koleksi Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024 dipengaruhi oleh mode fashion tahun 194–2000an serta pakaian kebaya. Koleksinya berfokus pada potongan volume yang tegas, geometris, dan asimetris.
Mel juga memadupadankan aneka elemen sebagai detail di koleksi fesyennya yang terinci dari gaya berbagai dekade. Detail yang digunakan dalam koleksi fesyennya, antara lain bunga 3D dari bahan mika, sulaman tangan, sulam usus, tapis, serta efek bunga yang diawetkan.
Dua figur publik yang baru menikah tahun ini yakni, Mikha Tambayong dan Adinia Wirasti muncul memberi kejutan. Keduanya tampil memesona mengenakan kebaya masing-masing dengan tatanan rambut bergaya retro. Mikha Tambayong mengenakan kebaya warna krem yang dihiasi motif floral dan aksen volume pada bagian bahu. Sementara Adinia Wirasti tak kalah memesona mengenakan kebaya velvet warna hijau lime.
Perjalanan Mel Ahyar belum berakhir. Kesuksesan koleksi Kultulibrasi ini akan terus memotivasinya untuk semakin menggali harta wastra Nusantara.
“Visi saya menjadikan wastra Nusantara sebagai creative resource yang saya yakini bisa selalu terbarukan tak ada habisnya melalui kolaborasi langsung dengan para pengrajin, maupun asosiasi untuk pengembangan wastra serta pembinaan pengrajin,” tutup Mel seraya tersenyum mengakhiri percakapan.