Fimela.com, Jakarta Industri fashion merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap masalah pencemaran limbah hingga pemanasan global yang berdampak pada krisis iklim. Hal ini juga yang menjadi perhatian Anastasia Setiobudi selaku Creative Director dan Desainer SukkhaCitta.
SukkhaCitta merupakan brand fashion lokal yang menerapkan konsep sustainability dan slow fashion. Didirikan tahun 2016, saat itu sang founder sekaligus CEO SukkhaCitta, Denica Riadini-Flesch melihat kondisi nyata yang terjadi di desa-desa tempatnya melakukan survei saat bekerja di salah satu NGO internasional, yang ternyata belum tepat sasaran.
Karena itu, Denica mendirikan SukkhaCitta. Nama ini sendiri diambil dari Bahasa Sansekerta yang artinya harfiah, ingin semua yang terlibat di dalam brand ini, dari pembuat hingga pemakai produknya merasakan suka cita. Dengan SukkhaCitta, Denica berharap bisa membuat impact langsung ke para perajin yang ada di desa-desa.
Advertisement
Awal mulanya SukkhaCitta menghadirkan produk-produk kerajinan tangan. Seiring berjalannya waktu, brand yang berangkat dari bidang social business ini merambah ke industri fashion.
Advertisement
Buat Karya dengan Prinsip Keberlanjutan dan Slow Fashion
Anastasia Setiobudi merupakan sosok desainer yang bekerja sama dengan Denica di SukkhaCitta. Sebelum bergabung dengan SukkhaCitta, perempuan lulusan ESMOD dan Central Saint Martins di London ini sempat bekerja pada salah satu brand di Bali. Merasa kehilangan jati diri, ia pun resign dari kantor lamanya dan bergabung dengan SukkhaCitta pada tahun 2020.
“Waktu itu sahabat aku memperkenalkanku dengan SukkhaCitta karena merasa memiliki visi yang sama denganku yaitu sama-sama ingin menjaga lingkungan,” kata perempuan yang akrab disapa Ana itu kepada Fimela.
Ana ini bercerita, sejak kuliah tepatnya di tahun 2009, ia sudah menaruh perhatian pada sustainability fashion. Salah satu yang membuka matanya akan hal ini adalah lecture tentang sustainability oleh Carrie Somers saat ia bersekolah di London. Sosok Carrie Somers sendiri merupakan seorang fashion designer, social entrepreneur dan founder Fashion Revolution (non-profit global movement yang berkampanye untuk transparansi dan sustainability di industri fashion).
Sejak saat itu, itu ia mulai mempelajari tentang sustainability dan mencari tahu tentang apa yang bisa ia kontribusikan sebagai creative individual.
"However, yang benar-benar membuatku ingin berkontribusi adalah setelah aku menonton documentary Frozen Planet (2011), di mana documentary itu menunjukkan efek global warming di ekosistem benua Artik dan Antartika," ungkap Ana.
Karena itu, ketika sahabatnya memperkenalkannya pada SukkhaCitta yang memiliki visi dan misi yang sama dengannya, dia pun memutuskan bergabung dan bekerja menjadi seorang Creative Director SukkhaCitta. Ana memegang teguh pada prinsip, bahwa suatu karya harus memiliki umur panjang agar bisa dinikmati generasi mendatang.
"Prinsipku, tidak ada gunanya membuat suatu karya yang hanya bisa dinikmati untuk sebentar saja, karena itu lebih baik menciptakan sesuatu yang bisa dinikmati jauh setelah aku tidak ada. Kalau kita tidak mulai memikirkan cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam berkarya, maka tidak akan ada masa depan di mana karya kita bisa dinikmati generasi mendatang," tuturnya.
Sebab menurut Ana, sustainability bukan tentang soal lingkungan, tetapi juga manusia dan karyanya. Kehadiran SukkhaCitta sendiri merupakan sebuah upaya melestarikan lingkungan, artisan dan budaya Indonesia.
"Selain membangkitkan kesadaran, aku berharap karyaku bisa mengembalikan kebanggaan kita terhadap alam, pengrajin dan kerajinan Indonesia. Karena menurutku, kalau bukan generasi kita yang memulai, maka ke depannya hal-hal ini tidak akan ada lagi," ujar Ana.
Standar #MadeRight
Sebagai seorang direktur kreatif SukkhaCitta, Ana mengambil seluruh keputusan kreatif SukkhaCitta. Bersama dengan Chief dan Craft, ia menerjemahkan idea atau isu menjadi sebuah busana ready-to-wear. Prosesnya sendiri bermulai dari pemilihan bahan, pembuatan motif dan craft (batik, tenun, bordir), penentuan silhouette dan styles, pembuatan samples, sampai konsep untuk campaign.
Di tangan Ana, setiap rancangan busana selalu menerapkan standar #maderight, yaitu produk yang dihasilkan harus bisa menghidupi para perajinnya, harus bisa ikut membantu menjaga lingkungan, dan sebagai keberlanjutan dari kebudayaan Indonesia sendiri.
Konsep keberlanjutan di SukkhaCitta diterapkan mulai dari pemilihan bahan-bahan yang digunakan, dipastikan mendukung keberlanjutan itu sendiri. Pewarnaan menggunakan 100% natural dye, bahkan indigonya merupakan hasil dari penanaman sendiri.
Saat merancang busana, Ana juga bekerja sama dengan Craft Expert untuk membuat fabric dan motif batik. Dalam setiap busana yang dirancang, Ana selalu menonjolkan keindahan kain dan motifnya. Setiap potongannya dibuat klasik, namun tetap memperlihatkan twist.
“Kain juga kita tenun sendiri menggunakan tenun ATBM, sehingga ramah lingkungan,” tutur Ana
Ke depan, Ana bersama SukkhaCitta akan meluncurkan koleksi baru yang akan dirilis sekitar bulan November 2022 mendatang. Yuk, dukung Anastasia Setiobudi sebagai Fashion Designer of The Year pilihan Sahabat FIMELA dengan klik link di sini.