Fimela.com, Jakarta Meski sempat diremehkan orang terdekatnya sendiri, mimpi untuk menjadi pribadi yang terus berkembang tak pernah pupus. Kini, ibu dengan satu buah hati ini telah membuktikan bahwa tekad yang diperjuangkannya telah jauh melebihi penilaian yang dialamatkan padanya.
"Gak ada yang percaya aku bisa berkembang dan jadi seseorang walau dikuliahin jauh. Karena dulu aku orangnya pendiam, maluan, sakitan. Dari sana bertekad, pulang dari rantau, gak hanya bawa ijazah, tapi bawa diri yang berbeda," cerita Witgia Indah Rosayu (14/9).
Gia, sapaan akrabnya, punya tekad untuk terlepas dari nyinyiran orang lain atas segala kekurangan yang dimilikinya. Sejak merantau untuk kuliah di Bandung, menjadi titik balik bagi perempuan asal Cirebon, Jawa Barat ini untuk menjadi pribadi yang terus bertumbuh.
Advertisement
Di awal perkuliahan, tanpa rasa malu, Gia sudah mencoba peruntungan usaha dengan menjajakan donat ke teman-teman kuliahnya. Hal itu dilakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan sang orang tua. Lantaran takut dilarang atau memalukan orang tuanya.
Advertisement
Mencoba ragam usaha
"Sempet jualan bros, jualan sapu tangan, jualan lotek (makanan khas Jawa Barat, red.). Subuh-subuh beli sayuran, terus ngulek di kosan sendiri, nganter-nganterin ke temen yang udah pesan. Sampai banyak ibu-ibu pasar yang salut dan berakhir didoain,” ungkap Gia.
Sekian waktu dijalani, meski banyak pesanan, Gia justru merasa kelelahan juga. Istri dari Muhammad Imam ini mencoba peruntungan lain dengan mulai berbisnis fashion muslim. Ketika itu sedang eranya hijab motif Superfine. Disitulah awal mulanya Gia berbisnis fashion.
Usaha ini dijalani bersama empat kawan dekat kuliahnya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Ketika itu, Gia memberanikan diri meminjam sejumlah uang ke ibundanya untuk modal awal membuat label brand. Bisnis ini, diakui Gia, berkembang sangat pesat.
Usahanya berkembang pesat
"Alhamdulillah, berkembang pesat, sampai akhirnya lulus kuliah tapi udah bisa punya penghasilan sendiri. Tapi dulu gak besar penghasilannya karena diputer terus di brand itu. Sampai akhirnya punya uang cash puluhan juta," ungkap perempuan kelahiran 1992 ini.
Saat bisnisnya mulai berkembang, pasca lulus kuliah, ia justru harus rela meninggalkan apa yang telah dia besarkan. Sang ibu, ingin Gia kembali ke Cirebon dan meninggalkan semua hal yang sudah dibangun di Bandung: Bisnis, koneksi, lingkungan dan investasi lainnya.
Di kampung halamannya, bukannya malah melanjutkan minat dan mimpi menjadi seorang pengusaha, Gia justru memutuskan untuk melanjutkan studi magisternya. Sampai kemudian, tibalah ia berjodoh dengan teman kuliah yang menjadi suaminya sekarang.
Kesamaan misi antara Gia dan sang suami lah yang membuat dirinya kembali bertekad kuat untuk menjadi seorang pebisnis. Mereka secara bersama-sama merintis brand fashion muslim baru bernama Gimi Hijab, akronim dari Gia dan sang suami Muhammad Imam.
Selang beberapa tahun kemudian, Gimi Hijab sudah bertumbuh dengan pesat, memiliki banyak karyawan dan ribuan mitra reseller di sejumlah wilayah di Indonesia. Tiap bulannya Gimi Hijab bisa menjual hingga ribuan pieces. Mulai hijab hingga gamis.
"Namanya memulai pasti selalu sulit. Gak ada yang beli. Ga ada yang percaya. Dulu karyawan kami kerjaannya bersih-bersih rumah, nyapu, dan ngepel aja. Ga ada aktivitas yang super sibuk kaya sekarang. Tapi aku dan suami selalu yakin pasti bisa," kata Gia mengenang.
Diakui Gia, tak mungkin ia bisa sampai di titik ini tanpa andil tangan Tuhan pastinya. Tak lupa, mereka selalu meminta doa kepada kedua orang tua untuk setiap hajat dan mimpi yang ingin diwujudkan. Tak hanya orangtuanya sendiri, melainkan juga orang tua timnya.